Sukses

Perkembangan Keuangan Syariah Harus Dibarengi dengan Permintaan Sektor Riil

Produk ekonomi syariah dalam bentuk saham sangat sulit melakukan penetrasi selama 10 tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama BRI Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari Dewi, mencermati perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Menurut peningkatan keuangan syariah harus dibarengi dengan permintaan dari sektor riil.

"Percuma kalau sektor keuangan maju tapi tidak ada permintaan dari sektor riilnya," kata Friderica dalam sesi webinar, Jumat (18/12/2020).

Namun, ia mengapresiasi langkah pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) yang mendorong pertumbuhan ekonomi syariah berbasis Halal Value Chain. Kehadiran produk-produk halal seperti baju dan hijab hingga wisata halal dinilainya akan semakin meningkatkan demand keuangan syariah.

Lebih lanjut, Friderica menceritakan sedikit pengalamannya saat menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia (BEI). Dia mengatakan, produk ekonomi syariah dalam bentuk saham dulu sulit melakukan penetrasi selama 10 tahun lalu.

"Jadi dulu kalau kita bicara pasar modal di Indonesia itu agak susah penetrasinya. Kita ingat dulu pernah ada satu masa jumlah investor kita mandek di 250 ribu orang. Itu enggak berubah-ubah, mungkin satu dasawarsa enggak berubah," ungkapnya.

"Kemudian kebetulan saya bertugas sebagai Direktur Pengembangan Bisnis, kita roadshow dari Aceh sampai ujung timur Indonesia. Kita lihat problem yang harus diselesaikan adalah isu mengenai halal atau tidaknya, syariah atau tidaknya investasi di pasar modal Indonesia," tambahnya.

Oleh karenanya, BEI kemudian mengajak Dewan Syariah Nasuional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) untuk menerbitkan fatwa Nomor 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

"Kita terus kerja nih, brokernya gimana? Broker diciptakan sistem online trading syariah. Kemudian sentral kustodinya sudah dapat fatwa nomor 124. Saham-sahamnya sudah ada pilihan saham masuk daftar syariah," tuturnya.

"Jadi dipastikan kalau dari hulu ke hilir seseorang ingin memastikan investasinya syariah, itu sudah bisa," tandas Friderica.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menakar Peluang Ekonomi Syariah di Indonesia

Sebelumnya, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi tinggi untuk mengembangkan sektor ekonomi syariah. Sektor ekonomi syariah meliputi banyak industri seperti perbankan syariah, keuangan nonbank, pasar modal, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, halal food, fashion dan masih banyak lagi.

Berdasarkan laporan The State of The Global Islamic Economy 2020, Indonesia kini berada di posisi ke-4, meningkat dari posisi ke-5 di tahun 2019 dan tahun sebelumnya yang menempati posisi ke-10.

 

Indonesia juga disebutkan memimpin dalam hal jumlah kesepakatan investasi yang diperoleh di seluruh sektor ekonomi Islam yang tercakup dalam laporan tersebut. Tentunya hal tersebut menjadi kabar baik di tengah perjuangan ekonomi melawan dampak Covid-19.

Semua industri mengalami berbagai macam tantangan krisis yang luar biasa di tengah wabah pandemi, meskipun demikian berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah 2019 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, kinerja ekonomi syariah secara umum lebih tinggi dibandingkan PDB nasional yakni dengan pertumbuhan mencapai 5,72 persen.

Bank Indonesia menyebutkan bahwa ekonomi syariah menunjukkan kinerja yang berdaya tahan pada 2019 dengan potensi besar yang untuk terus berkembang ke depan, termasuk dapat turut mendukung upaya menghadapi dampak pandemi Covid-19.

Pangsa pasar syariah yang besar dan terus bertumbuh di Indonesia adalah modal penting dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional sebagai salah satu motor penggerak perekonomian.

Salah satu langkah pemerintah untuk memperkuat kelembagaan keuangan syariah di dalam negeri adalah dengan melakukan merger tiga bank umum syariah anak usaha BUMN yakni Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah, di mana BRI Syariah yang akan menjadi surviving entity dalam penggabungan ini.

Menurut hasil survey Moody’s Investors Service, total aset leburan ketiga bank ini akan mencapai 2 persen dari total aset seluruh perbankan di Indonesia.

Merger yang diharapkan dapat selesai pada Februari 2021 ini akan menciptakan bank terbesar nomor tujuh di Indonesia dari segi aset, sehingga diharapkan penetrasi aset Syariah dibandingkan aset perbankan umum yang saat ini tergolong rendah yaitu di 8,5persen-9 persen dapat terdorong naik seperti negara dengan populasi muslim yang tinggi seperti Malaysia dimana penetrasi perbankan syariah hampir 40 persen-50 persen dan Timur Tengah mencapai 80 persen-90 persen.

“Penggabungan tiga bank syariah ini merupakan langkah besar untuk memperkuat ekonomi syariah di Indonesia dari segi model, aset, maupun produk dan layanan yang tentunya dapat memenuhi kebutuhan nasabah sesuai dengan prinsip syariah," kata CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (11/12/2020).

"Sistem perekonomian syariah dapat menjadi alternatif dari sistem perbankan konvensional karena sistem ini mempunyai daya resistansi yang cukup kuat terhadap krisis keuangan global seperti sekarang. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia selanjutnya bisa menjadi pelopor ekonomi syariah dunia," lanjut dia.

Sektor ekonomi syariah lainnya yang berkembang pesat di Indonesia adalah Industri produk halal. Bagi pengusaha, sertifikasi halal bisa dijadikan daya tarik pembeli agar lebih aman saat mengonsumsi produk. Sedangkan bagi konsumen, label halal menolong mereka merasa aman dan tenang dalam menjatuhkan pilihan untuk produk yang akan dikonsumsi.

3 dari 3 halaman

Industri Halal

Industri halal Indonesia diharapkan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, dimana pada 2018, menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Indonesia sudah membelanjakan sekitar USD 214 Miliar untuk produk makanan dan minuman halal yang menjadikan Indonesia sebagai konsumen terbesar dibanding negara muslim lainnya dan menandakan besarnya potensi pasar produk halal dalam negeri.

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan pernyataan dari Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Bank Syariah Indonesia, Anwar Bashori, pada Juli 2020, ekspor neto produk halal Indonesia mencapai 1,61 miliar dolar AS, tertinggi selama 2 tahun terakhir.

Transaksi produk halal di e-commerce juga terus meningkat, hal tersebut menandakan prospek bisnis syariah yang cukup menjanjikan di tengah Covid-19 melalui pemanfaatan teknologi digital.

Maraknya kosmetik halal, munculnya berbagai model hijab, serta aplikasi smartphone yang dapat menyediakan fitur Al-Quran digital menunjukkan eksistensi industri halal yang semakin dinikmati masyarakat.

“Ekonomi syariah sangat luas dan tidak terbatas pada industri keuangan syariah saja, sektor riil atau bidang produksi barang juga tercakup di dalamnya. Potensi perkembangan ekonomi syariah masih sangat tinggi dan sangat didukung dengan tingkat kesadaran masyarakat muslim Indonesia saat ini terhadap konsumsi barang dan jasa halal, di tengah resesi yang melanda ekonomi syariah bisa menjadi sebuah kesempatan dan peluang bagi pelaku usaha," tutup Johanna.

Sementara itu, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar menyatakan banyak perusahaan besar yang bergerak di industri kosmetik, makanan dan minuman, finance, fashion, serta travel yang akhirnya menghadirkan produk halal karena terbukti menambah penjualan produk yang dihasilkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.