Sukses

Tarik Investasi di Bidang Kesehatan, Izin Mendirikan Rumah Sakit akan Dipermudah

Kementerian Kesehatan memaparkan Rancangan Peraturan Pemerintahan (RPP) tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Kesehatan Bidang Perumahsakitan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan memaparkan Rancangan Peraturan Pemerintahan (RPP) tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Kesehatan Bidang Perumahsakitan.

Dalam RPP tersebut, persyaratan mendirikan rumah sakit akan dipermudah. Para pengusaha yang ingin mendirikan rumah sakit tidak perlu lagi mengantongi izin mendirikan dan izin operasional. Namun hanya perlu mengantongi izin berusaha rumah sakit.

Seperti yang diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, ada berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi sebelum membangun rumah sakit, salah satunya izin mendirikan bangunan.

"Dulu kalau mau mendirikan RS, minimal harus ada 2 izin yang dilakukan yaitu izin mendirikan dan operasional. Izin mendirikan salah satunya izin mendirikan bangunan. kedepannya tidak ada lagi, hanya ada satu yaitu perizinan berusaha rumah sakit," ujar Kepala Biro Hukum Kemenkes, Sundoyo dalam acara Serap Aspirasi UU Cipta Kerja di Bandung, Senin (7/12).

Sundoyo mengatakan, penyederhanaan dan kemudahan dalam izin mendirikan rumah sakit dilakukan untuk memudahkan pelaku usaha dalam menyediakan pelayanan kesehatan.

Selain itu, kemudahan perizinan ini juga bisa memudahkan para tenaga kerja dengan latar belakang ilmu kesehatan memperoleh lapangan kerja. Sebab, akan tersedia banyak layanan kesehatan.

Bukan hanya itu, kemudahan izin berusaha ini akan membuat para investor ingin mencoba mencari peluang dengan membangun rumah sakit di daerah-daerah yang pelayanan kesehatannya masih sangat minim. Selain itu tentunya akan mengundang para investor untuk berinvestasi di bidang kesehatan. Kedua hal ini akan berdampak baik bagi akses pelayanan kesehatan masyarakat.

"Akses pelayanan kesehatan masyarakat bisa lebih mudah karena akan lebih banyak investor yang mencoba membangun rumah sakit di berbagai daerah," ujarnya.

Dalam RPP di bidang perumahsakitan ini juga mengatur tentang pengklasfikasian rumah sakit. Jika sebelumnya setiap rumah sakit tipe A, B, C, dan D harus memenuhi persyaratan detail yang telah ditentukan. Misalnya, rumah sakit kelas A minimal harus memiliki 4 spesialis dasar, 5 penunjang medik spesialis, 12 spesialis lain.

Lalu RS kelas B minimal memiliki 4 spesialis dasar, 4 penunjang medik spesialis, 8 spesalias lain, dan 2 subs spesialis dasar, lalu kelas C dan D beda lagi syaratnya. Kedepannya, tidak akan ada lagi persyaratan detail tersebut karena dinilai menyulitkan para pelaku usaha untuk berinvestasi.

"Persyaratan ini ketat sekali, ini hanya menyulitkan para pelaku usaha untuk investasi di daerah-daerah tertentu," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kelas Rumah Sakit

Dalam menentukan kelas rumah sakit, yang akan dilihat hanyalah kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.

Rumah sakit boleh mengangkat pegawai tidak tetap, namun harus memiliki tenaga tetap. Baik itu tenaga medis dan kefarmasian. Tenaga tersebut harus ditetapkan oleh direksi atau kepala rumah sakit.

"Oleh karena itu di dalam UU Cipta Kerja, untuk menentukan klasifikasi RS tidak akan diatur dengan detail lagi tapi hanya diatur 4 hal saja. selain itu, yang harus diperhatikan para pengusaha sebelum membangun rumah sakit adalah bangunan, prasarana, peralatan, dan ketersediaan,"kata Sundoyo.

Terkait bangunan dan peralatan rumah sakit, tentunya harus sesuai standar keamanan dan keselamatan. Sementara itu, untuk ketersediaan tempat tidur, telah diatur, untuk perawatan kelas 3 RS swasta, minimal memiliki 20 persen dari seluruh Tempat Tidur (TT). Sementara itu, untuk RS pemerintah pusat dan daerah, minimal 30 persen.

Untuk perawatan di kelas 1 segala macam RS, maksimal 30 persen dari seluruh TT dan untuk TT perawatan intensif, minimal 8 persen dari seluruh TT. Ruang isolasi paling sedikit 10 persen dari seluruh TT.

Sementara itu, untuk RS dengan penanaman modal asing, jumlah TT setiap kategori berbeda-beda. RS umum, paling sedikit 200 TT dan RS khusus minimal 100 TT

"Untuk RS dengan penanaman modal asing sebenarnya bisa sesuai kesepakatan atau kerjasama internasional," ujarnya.

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Infografis Protokol Kesehatan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.