Sukses

Jaga Kepercayaan, PPATK Harus Segera Periksa Temuan FinCEN

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto meminta kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera melakukan tindak lanjut atas temuan Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN). Temuan ini dipastikan mengganggu kinerja perbankan.

Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) merilis data aliran dana mencurigakan melalui perbankan di Indonesia. Tercatat ada 19 bank yang beroperasi di Indonesia memiliki aliran dana yang janggal, dengan total nilai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun.

"Saya rasa PPATK selaku lembaga terkait perlu mengusut terkait hal ini. Di tengah pandemi, isu-idu semacam ini dapat menganggu kinerja perbankan," ujar dia kepada Merdeka.com, Rabu (23/9/2020).

Selain itu, langkah pemeriksaaan PPATK atas klaim FinCEN tersebut diperlukan untuk menjaga iklim kepercayaan pelaku pasar terhadap kinerja pasar keuangan domestik. " Sehingga ini untuk membuktikan benar tidaknya klaim itu, otoritas pemerintah yg berwenang perlu masuk, di kita ada PPATK, OJK, dan BI," terangnya.

Kendati demikian, dia meminta pelaku pasar keuangan untuk tidak merespons secara berlebihan atas pencatutan FinCEN terhadap 19 bank di Indonesia yang diduga memiliki aliran dana yang janggal. Hal itu karena aturan ketatnya aturan transaksi di perbankan Tanah Air.

"Sungguh pun aturan tentang transaksi di perbankan sudah cukup ketat, terlebih lagi yg menyangkut pencucian uang dan transaksi mencurigakan lainnya," imbuh dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

FinCEN Files: Skandal Keuangan yang Libatkan Bank Besar Dunia

Sebelumnya, Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) baru-baru ini menguak data seputar aliran dana mencurigakan yang keluar masuk melalui perbankan besar di dunia, termasuk Indonesia. Khusus di dalam negeri disebutkan sebanyak 19 bank memiliki aliran dana yang janggal, dengan total nilai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun.

Melansir dari laman BBC, Selasa (22/9/2020), dokumen FinCEN telah menguak sekitar USD 2 triliun transaksi. Dokumen FinCen ini merupakan dokumen hasil penyelidikan internasional ekstensif atas pencucian uang dan kejahatan keuangan. Dokumen tersebut menunjukkan bagaimana uang kotor diacak di seluruh dunia dan bank gagal menghentikannya.

 

Dokumen FinCEN terdiri lebih dari 2.500 dokumen, sebagian besar adalah dokumen yang dikirim bank ke otoritas AS antara tahun 2000 dan 2017. Dimana bank merasa khawatir tentang apa yang mungkin dilakukan nasabah mereka. Dokumen-dokumen ini adalah beberapa rahasia sistem perbankan internasional yang paling dijaga ketat.

Hingga suatu ketika, media AS, BuzzFeed News memperoleh bocoran dokumen keuangan Departemen Keuangan AS (USDT) dan meneruskannya kepada Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ). Bocoran tersebut kemudian diketahui sebagai dokumen FinCEN.

FinCEN sendiri merupakan bagian di Departemen Keuangan AS yang memerangi kejahatan keuangan. Jika ada kekhawatiran tentang transaksi yang dilakukan dalam dolar AS, maka perlu dikirim ke FinCEN. Bahkan jika itu terjadi di luar AS.

Aktivitas yang dianggap mencurigakan dicatat dalam laporan aktivitas mencurigakan (Suspicious Activity Report/SAR). Ini adalah catatan pergerakan uang yang dikumpulkan dan diserahkan sendiri oleh bank-bank ke Departemen Keuangan AS, ketika mereka mencurigai adanya aktivitas mencurigakan, seperti uaya pencucian uang.

Pencucian uang adalah proses mengambil uang kotor, seperti hasil kejahatan dari perdagangan narkoba atau korupsi, dan memasukkannya ke rekening bank terkemuka. Dimana uang tersebut nantinya tidak akan dikaitkan dengan kejahatan.

Dalam hal ini, Bank seharusnya memastikan bahwa mereka tidak membantu nasabah untuk mencuci uang atau memindahkannya dengan cara yang melanggar aturan. Secara hukum, Bank harus tahu siapa nasabah mereka. Tidak cukup hanya mengajukan SAR kemudian mengambil uang kotor dari nasabah sambil mengharapkan pihak berwenang untuk menangani masalah tersebut. Jika bank memiliki bukti aktivitas kriminal, maka harus berhenti memindahkan uang tunai dari nasabah yang bersangkutan.

Fergus Shiel dari Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) mengatakan dokumen yang bocor adalah ‘wawasan tentang apa yang bank ketahui tentang arus besar uang kotor di seluruh dunia’.

Dia mengatakan, dokumen itu juga menyoroti jumlah uang yang luar biasa besar yang terlibat. Dalam dokumen FinCEN, ada catatan yang mencakup sekitar USD 2 triliun transaksi. Adapun jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari SAR yang diajukan selama periode tersebut.

3 dari 3 halaman

Deretan Skandal

Deretan skandal yang berhasil ditelusuri dari dokumen FinCEN:

- HSBC yang telah mengizinkan penipu untuk memindahkan jutaan dolar uang curian ke seluruh dunia. Bahkan setelah mengetahui dari penyelidik AS bahwa skema tersebut adalah penipuan.

- JP Morgan, yang mengizinkan sebuah perusahaan untuk memindahkan lebih dari USD 1 miliar melalui rekening London tanpa mengetahui siapa yang memilikinya. Bank kemudian menemukan bahwa perusahaan itu mungkin dimiliki oleh mafia dalam daftar 10 Orang Paling Dicari FBI.

- Bukti bahwa salah satu rekan terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan bank Barclays di London untuk menghindari sanksi yang dimaksudkan untuk menghentikannya menggunakan layanan keuangan di Barat. Sebagian uang tunai digunakan untuk membeli karya seni.

- Suami dari seorang wanita yang telah menyumbangkan £ 1,7 juta kepada Partai Konservatif yang memerintah Inggris. Dimana diam-diam didanai oleh seorang oligarki Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Putin.

- Divisi intelijen FinCEN menyebut Inggris disebut sebagai ‘yurisdiksi berisiko lebih tingg’ dibandingkan dengan Cyprus. Itu karena banyaknya jumlah perusahaan yang terdaftar di Inggris muncul dalam aduan SAR. Lebih dari 3.000 perusahaan Inggris disebutkan dalam dokumen FinCEN, ini lebih banyak dari negara lain manapun.

- Pemilik Chelsea Roman Abramovich pernah mengadakan investasi rahasia pada pemain sepak bola yang tidak dimiliki oleh klubnya melalui perusahaan lepas pantai.

- Bank sentral Uni Emirat Arab gagal bertindak atas peringatan tentang sebuah perusahaan lokal yang membantu Iran menghindari sanksi.

- Deutsche Bank memindahkan uang kotor pencucian uang untuk kejahatan terorganisir, teroris, dan pengedar narkoba.

- Standard Chartered memindahkan uang tunai untuk Arab Bank selama lebih dari satu dekade setelah rekening nasabah di bank Yordania digunakan untuk mendanai terorisme.

- Paradise Papers (2017), dimana sejumlah besar dokumen bocor dari penyedia layanan hukum lepas pantai Appleby dan penyedia layanan perusahaan Estera. Keduanya beroperasi bersama di bawah nama Appleby sampai Estera merdeka pada 2016. Mereka mengungkapkan urusan keuangan luar negeri dari politisi, selebriti, dan pemimpin bisnis.

- Panama Papers (2016). Bocoran dokumen dari firma hukum Mossack Fonseca menunjukkan lebih banyak tentang bagaimana orang kaya menggunakan rezim pajak luar negeri untuk keuntungan mereka. Ada juga Kebocoran Swiss (2015), dimana dokumen dari bank swasta Swiss HSBC menunjukkan bagaimana HSBC menggunakan undang-undang kerahasiaan perbankan negara untuk membantu nasabah menghindari pembayaran pajak.

- LuxLeaks (2014), yang berisi dokumen dari firma akuntansi PricewaterhouseCoopers yang menunjukkan bahwa perusahaan besar menggunakan kesepakatan pajak di Luxembourg untuk mengurangi jumlah yang harus mereka bayarkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini