Sukses

10 Hari Menjabat, Menteri Edhy Temukan Masalah Sektor Perikanan

Menteri KKP Edhy Prabowo mengatakan siap merevisi sejumlah aturan yang menghambat industri perikanan

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menghadiri pembukaan Aquatica Asia dan Indoaqua 2019 di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (6/11).

Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan mengenai masalah-masalah sektor perikanan dan kelautan usai dilantik Presiden Joko Widodo pada 10 hari yang lalu.

"Selama 10 hari saya sudah menangkap masalah yang ada. Kalau dihitung dalam jari tidak lebih dari 10 jari saja masalah yang ada. Dan ini saya sangat yakin dengan kepala yang jernih, hati yang jernih semata-mata demi kepentingan negara guna menambah devisa kita, menambah jumlah lapangan kerja baru di negera kita. Saya yakin kami siap merevisi aturan yang memberatkan bagi teman-teman semua," ujarnya.

Edhy membeberkan beberapa masalah yang ditemui dalam 10 hari terakhir. Pertama terkait aturan budidaya kepiting. Di mana dalam aturannya, nelayan hanya boleh mengekspor kepiting ukuran tertentu.

"Saya dapat masukan, kepiting kok ukurannya diatur? Ya diatur supaya sustainibilitynya terjaga. Supaya tidak ada kepunahan. Mereka bilang, tidak bisa Pak itu kan kalau dialam kami membudidayakan kepiting lunak, itu tak bisa seperti aturan itu. Tapi semangat aturan itu adalah menjaga keberlangsungannya. Kalau dilapangan memang benar adanya baru kita lakukan perbaikan," jelas Edhy Prabowo.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Lobster

Edhy juga mendapat masukan mengenai lobster. Nelayan menilai ekspor baby lobster perlu dilakukan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Untuk hal ini, dia mengatakan, pemerintah membolehkan ekspor asal ukuran lobster sudah dewasa sehingga menghasilkan devisa yang besar untuk negara.

"Ada lagi, Pak masa baby lobster kok nggak boleh ekspor? Oh ya, maksudnya tidak diekspor kalau kita ekspor kita hanya dapat keuntungan kecil. Kalau diekspor lalu dikembangkan negara lain yang lebih untung adalah devisa negara lain. Terus? Kenapa tidak budidayakan saja di dalam negeri kita sendiri. Ada lagi, ada aturan budidaya di mana dia ditangkap disitu dibudidaya, itu nggak bisa Pak nanti itu menimbulkan penyakit. Loh, belum budidaya kok sudah penyakit," katanya.

Selain itu, politisi Gerindra tersebut juga mendapat kritik terkait kapal tangkap yang selama ini dibatasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut dinilai merugikan nelayan sebab tidak bisa mendapat keuntungan yang lebih besar. Adapun alasan pemerintah melarang penggunaan kapal besar untuk menyeimbangkan keterlibatan pengusaha besar dan nelayan kecil.

"Dulu dibikin kapal angkut karena kapal angkut itulah devisa negara kita dengan mudahnya melayang di tengah laut. Menjadi transipment di tengah laut tidak ada control. Mari kita komitmen. Ukuran kapal kapal 30 gt kapal besar diatur supaya tidak terjadi perebutan antara pengusaha pemilik modal besar dengan nelayan tradisional dipinggir pantai," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Misi Edi

Dengan adanya beberapa temuan permasalahan ini, Edhy ingin seluruh stakeholder bahu membahu memberi sumbangsih untuk perbaikan sektor perikanan dan kelautan ke depan. Kementerian Kelautan dan Perikanan akan terus berupaya menciptakan aturan yang adil dan dapat mendorong pendapatan negara.

"Bapak ibu, kalau dilihat hari ini hari yang ke 10 saya diberi tugas oleh Pak Presiden. 10 hari memang belum waktunya bisa menilai seperti apakah kinerja menteri ini. 10 hari waktu yang mungkin belum bisa. Tapi saya akan selalu berusaha setiap saat, setiap menit, setiap waktu, untuk terus mendorong disektor kementerian yang kami pimpin," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.