Sukses

Penerimaan Negara Capai Rp 530 Triliun Hingga April 2019

Capaian penerimaan ini naik 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 528 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat pendapatan negara hingga akhir April 2019 sebesar Rp 530,7 triliun atau 24,51 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp 2.165,1 triliun. Angka ini naik tipis sebesar 0,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 528 triliun.

"Pendapatan negara kita capai Rp 530,7 triliun. Ini 24,5 persen dari target. Penerimaan pajak yang alami pelemahan dari pertumbuhannya menandakan pertumbuhan kita tandanya sedang melambat," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati di Kantornya, Jakarta, Kamis (16/5).

Pejabat Bendahara Negara ini merincikan penerimaan negara itu berasal dari penerimaan perpajakan yang tembus mencapai Rp 436,4 hingga akhir April 2019, atau sudah mencapai 24,43 persen dari target APBN 2019. Angka ini pun tumbuh 4,72 persen dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 416,7 triliun.

Di mana, pendapatan berasal dari perpajakan terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) migas mencapai sebesar Rp 387 triliun. Sementara pendapatan dari cukai berhasil tercatat sebesar Rp 49,4 triliun.

"Ini tumbuh masing-masing sebesar 24,5 persen dan 23,7 persen dibandingkan target dalam APBN 2019," kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, pendapatan negara juga dihasilkan dari pendapatan negara bukan pajak yang tercatat hingga akhir April 2019 sebesar Rp 94 triliun atau setara dengan 24,8 persen dari target APBN 2019.

"Kemudian penerimaan hibah mencapai Rp 400 miliar," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Neraca Dagang April Defisit USD 2,5 Miliar, Ini Respons Sri Mulyani

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 defisit sebesar USD 2,50 miliar.

Defisit tersebut disebabkan oleh defisit sektor migas dan non migas masing-masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, apabila melihat dari komposisinya tentu ini menjadi kondisi yang perlu diperhatikan. Sebab, menurut dia, impor maupun ekspor Indonesia sama-sama menurun.

"Walaupun impor kontraksi, tetapi ekspor juga kontraksi lebih dalam. Jadi ini faktor dari ekspor yang sebetulnya mengalami pelemahan yang juga kita mesti waspada," kata dia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Sri Mulyani mengatakan, dari sisi impor, untuk bahan baku dan barang modal juga perlu diantisipasi terhadap pelaku industri yang menggunakan kompenen tersebut. Sebab ini akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

"Sebetulnya signal ini menggambarkan bahwa ekonomi dunia memang mengalami situasi yang tidak mudah.  Dan Indonesia kalau ingin tetap menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen berarti dari sisi komposisi pertumbuhannya itu terutama yang untuk industri manufaktur itu akan mengalami tekanan yang cukup dalam," ujar dia.

Di samping itu, Bendahara Negara Ini juga tengah mendalami penyebab defisitnya neraca perdagangan pada April 2019.

Terutama melihat apakah ada volume impor yang melambat terutama pada kuartal I  yang kemudian baru direalisasikan pada April.

"Mungkin mereka melakukan kalkulasi nanti sesudah Lebaran akan ada libur yang panjang lagi jadi semuanya ditumpukkan di bulan April. Jadi Januari-Maret slowdown sekarang di stok tinggikan karena nanti antisipasi. Tetapi saya akan lihat setiap komposisinya," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit pada April tersebut merupakan terbesar sejak Juli 2013. Menurut catatan BPS, defisit yang hampir sama pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar USD 2,33 miliar.

"Menurut data kami, yang sekarang ada, itu terbesar di Juli 2013 sekitar USD 2,33 miliar. Lalu April ini, sebesar USD 2,50 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya.

3 dari 3 halaman

Pemerintah Tambah Investasi di 4 Lembaga Internasional

Pemerintah menambah investasi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019. Ini untuk mempertahankan besarkan investasi pemerintah Indonesia

Atas pertimbangan itu, pada 26 April 2019, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah teken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 50/PMK.010/2019 tentang penambahan investasi pemerintah Indonesia pada lembaga keuangan internasional tahun anggaran 2019.

Dalam PMK itu disebutkan, Menteri Keuangan melaksanakan penambahan investasi pemerintah pada LKI antara lain International Development Association (IDC), Islamic Development Bank (IDB), International Fund for Agricultural Development (IFAD), Islamic Corporation for Development of The Private Sector dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).

"Penambahan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud bersumber dari APBN 2019," bunyi pasal 3 ayat (2) PMK ini, seperti dikutip dari laman setkab, Kamis (9/5/2019).

Nilai penambahan investasi sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini untuk International Development Association paling banyak Rp 217 miliar dengan rincian Rp 48,3 miliar atau USD 3,2 juta berupa pembayaran nontunai dan Rp 169 miliar berupa pembayaran tunai.

Kemudian Islamic Development Bank paling banyak Rp 87,216 miliar atau setara USD 5,814 juta berupa pembayaran tunai. Selanjutnya, International Fund for Agricultural Development paling banyak Rp 45 miliar atau USD 3 juta.

Islamic Corporation for Development of The Private Sector paling banyak Rp 44,525 mliar atau setara USD 2,968 juta berupa pembayaran tunai. Selanjutnya Asian Infrastructure Investment Bank paling banyak Rp 2,016 triliun atau setara USD 134,420 juta berupa pembayaran tunai.

"Pelaksanaan penambahan investasi sebagai dimaksud dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim Badan Kebijakan Fiskal selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) Bendahara Umum Negara (BUN) pengelolaan investasi pemerintah," bunyi pasal 9 PMK ini.

Ditegaskan dalam PMK ini, penambahan investasi pemerintah kepada LKI dapat melebihi nilai sebagaimana dimaksud sepanjang diakibatkan oleh selisih kurs sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) mengenai APBN tahun berjala.

"Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal 12 PMK Nomor: 50/PMK.010/2019 yang diundangkan oleh Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Eka Tjahjana pada 29 April 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.