Sukses

Lahan Bekas Tambang Bakal Disulap Jadi PLTS

Kementerian ESDM sedang siapkan konsep pasokan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area bekas tambang milik PT Timah Tbk.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3Tek KEBTKE) Kementerian ESDM sedang menyiapkan, konsep pasokan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area bekas tambang milik PT Timah Tbk.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dann Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, setelah dilakukan observasi, instansinya akan mencoba mengimplementasikan PLTS pada kegiatan produksi PT Timah di Kampung Reklamasi Air Jangkang di Pulau Bangka.

Pembangkit berbasis surya ini akan menjadi percontohan (pilot project) di wilayah bekas tambang. 

"Ini bisa dijadikan percontohan bagaimana pembangunan PLTS dikerjakan pada skala lebih besar," kata Dadan, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Dadan melanjutkan, PLTS ini juga akan dijadikan sebagai salah satu unit usaha penyediaan tenaga listrik, mengingat Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan di daerah seperti Kepulauan Bangka Belitung cukup tinggi, sebesar Rp. 2.681 per kilo Watt hour (kwh) di atas US $ 18 cent per kwh.

Kampung Reklamasi Air Jangkang merupakan wilayah bekas penambangan PT Timah seluas 31 hektar, kini direklamasi menjadi taman rekreasi keluarga dan agrowisata dengan beragam fasilitas penunjang bagi wisatawan. 

"Listrik memang menjadi kendala di Provinsi Bangka Belitung karena masih banyak daerah yang belum terjangkau listrik PLN, sehingga beberapa daerah masih menggunakan genset," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pembangunan PLTS Cirata Melambat

Sebelumnya, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata, Jawa Barat, mengalami perlambatan. PLTS ini merupakan proyek PLTS terapung yang terbesar di dunia dengan kapasitas 200 Mega Watt (MW).

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar telah mendapat laporan dari perusahaan pengembang asal Uni Emirat Arab (UEA) Masdar, terkait perkembangan pembangunan proyek PLTS terapung Cirata yang sedang mengalami perlambatan karena permasalahan administrasi yang harus diselesaikan.

"Perkembangan agak slow karena ada beberapa administrasi yang harus diselesaikan," kata Arcandra, di Jakarta, Jumat, 11 September 2018.

Pihak Masdar akan meminta waktu untuk mengkaji ulang strategi proyek tersebut. Untuk mengurai kendala administrasi yang ada dan menghindari pelanggaran.

"Lebih baik cek ulang. Di-review ulang sama PLN. Kita lihat prosedur ini suda benar apa belum. berhati-hati lihat aturan yang ada," tuturnya.

Pembangunan PLTS Cirata digarap anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan Masdar. Kedua perusahaan tersebut resmi menggarap pembangunan PLTS terapung setelah melakukan penandatangan perjanjian pengembangan PLTS.

Penandatangan ini merupakan tindaklanjut dari MoU antara PT PJB dan Masdar pada 16 Juli 2017 tentang Development of Renewable Large Scale Power Projects in the Republic of Indonesia di Abu Dhabi, PEA.

Proyek berupa Floating Photovoltaic Solar Power Plant 200 MW dibangun di waduk Cirata milik PT PJB. Untuk feasibility dan grid interkoneksi study telah selesai di akhir September 2017. Selanjutnya telah diserahkan kepada PT PLN (Persero) serta segera melaksanakan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA).

 

3 dari 3 halaman

Aturan PLTS di Atas Bangunan Segera Terbit

Sebelumnya, Kementerian ESDM memastikan bahwa aturan mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap bangunan segera terbit.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM  Rida Mulyana mengatakan, aturan menegnai pembangunan PLTS di atap bangunan sebenarnya sudah selesai.

Saat ini, proses yang tengah berlangsung adalah harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Harmonisasi diperlukan agar tidak bertabrakan dengan aturan lain. 

"Harmonisasi itu dikoordinasikan dengan Kemenkumham," kata Rida, di Jakarta, Rabu, 6 November 2018.

Setelah diharmonisasi, peraturan tersebut kemudian difinalisasi Biro Umum Kementerian ESDM. Dia memastikan dalam waktu dekat peraturan pembangunan PLTS di atap bangunan bisa ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan dan kemudian diterbitkan.

"Pokoknya harmonisasi sudah selesai, tinggal finalisasi di sini. Mudah-mudahan secepatnya," ujarnya.

Namun ketika ditanyakan detail mekanisme pembangunan dan pengoperasian PLTS di atap bangunan, Rida belum bisa menyebutkan sebab menunggu peraturan resmi terbit. "Nantilah tidak etis. Belum keluar jangan dulu," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.