Sukses

Pemerintah Diminta Menawar Harga Saham Freeport Indonesia

Saat ini harga saham induk usaha Freeport yakni Freeport Mcmoran turun 20 persen menjadi sekitar US$ 4 per saham.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk menawar harga saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia senilai US$ 1,7 miliar atau setara Rp 23 triliun. Harga tawaran Freeport dinilai terlalu tinggi dengan melihat kondisi harga saham perusahaan induknya Freeport-McMoran Inc.

Direktur Energi Watch Ferdinand Hutahaean menuturkan, saat ini harga saham induk usaha Freeport turun 20 persen menjadi sekitar US$ 4 per saham.

Mengacu pada harga tersebut, dengan komposisi saham yang ditawarkan sebesar 10,64 persen maka harganya dinilai hanya US$ 500 juta. Angka ini lebih rendah dari tawaran Freeport Indonesia sebesar U‎S$ 1,7 miliar.

"Tawaran ini kita anggap terlalu tinggi karena saham Freeport turun 20 persen lebih ke US$ 4  per saham‎," kata Ferdinand di Gedung Dewan Pers Jakarta, Minggu (17/1/2016).

Menurut Ferdinand, harga yang ditawarkan tersebut tidak masuk akal. Sebab itu pemerintah perlu menawar kepada Freeport agar menurunkan tawaran harga sahamnya.

"Bahwa kita sebetulnya meminta pada pemerintah untuk mengevaluasi ini dan kalau perlu menolak karena terlalu nggak masuk akal bahkan terlalu tinggi," tegas dia.

Ferdinand menilai jika pemerintah menyetujui harga tawaran itu maka negara akan merugi."Kalau Freeport menawarkan harga segitu artinya Freeport sedang mendikte Indonesia. Diharapkan pemerintah mengevaluasi dan menolak kalau cara berbisnis seperti ini merugikan negara," tegas dia.

Hal serupa diungkapkan Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier. Pemerintah diminta berhati-hati dalam mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia.

Tawaran senilai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23 triliun juga dinilai terlalu mahal dengan melihat kinerja perusahaan induk Freeport-McMoran Inc yang terus turun.

Dia menilai jika pemerintah kukuh membeli saham itu saat ini maka akan rugi. "Harga akan cenderung terus menurun, karena nggak ada swasta atau orang lain yang berani membeli saham itu. Karena harganya tahun 2011 dan 2012 US$ 60, bulan lalu US$ 8, sekarang US$ 3,5 per saham. Lah kalau beli BUMN bangkrut rugi, pemerintah rugi," kata dia.

Dia mengatakan, sebelum membeli saham pemerintah harus memastikan perpanjangan kontrak Freeport. Ini berarti, pembelian saham lebih baik dilakukan pada 2019.

"Kalau 2021 misal memutuskan tidak perpanjang (kontrak Freepor), saham yang dipunya itu  seharga toilet tisu. Jadi saya yakin nggak ada seluruh dunia mau beli," jelasnya.(Pew/Amd/Nrm)

‎

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.