Sukses

Ini Bahaya Gunakan Pakai Bekas Impor

"Setelah diteliti lebih mahal harga Rp 10 ribu, biaya berobatnya Rp 300 ribu," jelas Dirjen SPK Kementerian Perdagangan, Widodo.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak lagi membeli dan menggunakan produk pakaian bekas impor. Selain mengandung banyak bakteri yang merugikan bagi kesehatan, menggunakan pakaian bekas impor juga merendahkan martabat bangsa.

Direktur Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Widodo mengungkapkan, berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh kementerian, produk pakaian bekas impor mengandung banyak bakteri yang berbahaya bagi kesehatan.

"Pakaian bekas impor setelah uji mengandung bakteri sampai 216 ribu koloni per gram. Bahkan sebagian yang dijual pinggir jalan itu seperti celana pendek ada bekas mens wanita," ujarnya di Gedung RRI, Jakarta, Minggu (15/3/2015).

Menurut Widodo, dengan menggunakan pakaian bekas impor tersebut, masyarakat bisa terkena berbagai macam penyakit. Widodo mengakui bahwa sebagian besar pakaian bekas impor tersebut harganya bersaing. Namun melihat risiko yang ada sebaiknya masyarakat menghindarinya.

"Setelah diteliti lebih mahal harga Rp 10 ribu, biaya berobatnya Rp 300 ribu. Bisa terinfeksi penyakit saluran kelamin. Kalau seperti itu kan lebih murah produk dalam negeri. Jadi saya memohon jaga kesehatan dari produk seperti itu," lanjutnya.

Ia melanjutkan, dengan membeli produk pakaian bekas, masyarakat juga juga merendahkan harkat dan martabat bangsa.



Selain menganjurkan untuk tidak membeli produk bekas, Kementerian perdagangan juga mendorong masyarakat untuk membeli produk dalam negeri. Ia bercerita, banyak produk-produk dalam negeri yang kualitasnya jauh lebih baik jika dibanding dengan produk asing yang bermerek. Banyak juga produk lokal yang telah mendunia sehingga menurutnya masyarakat tidak perlu malu menggunakan produk dalam negeri.

"Pak menteri pernah marah di forum ada ibu-ibu bilang ini dalaman (pakaian dalam) mereknya bagus. Pak menteri bilang memang di jalan ibu buka-buka celana? Itu keterlaluan sekali rasa nasionalismenya. Jadi belilah produk dalam negeri yang lebih sehat. Kalau produk luar di perjalanannya kena apa kita tidak tahu," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengungkapkan bahwa semakin maraknya peredaran pakaian bekas impor di Indonesia membuat industri garmen lokal kesulitan untuk perkembang.

"Dari sisi ekonomi, IKM hanya tumbuh 8 persen, yang seharusnya 20 persen tumbuhnya tiap tahun. Sementara 12 persen pertumbuhan IKM tergerus oleh pakaian bekas," ujarnya.

Dia menjelaskan, minimnya pertumbuhan industri garmen lokal juga salah satunya disebabkan oleh pasar garmen yang direbut oleh pakaian bekas impor tersebut. "Kenapa tidak tumbuh? karena memang pangsa pasarnya diambil alih oleh baju bekas," lanjutnya.

Selain itu, tidak tumbuhnya industri garmen ini membawa dampak yang lebih luas yaitu kurangnya penyerapan tenaga kerja. Menurut Ade, dalam satu IKM garmen saja setidaknya mampu menyerap 10 orang tenaga kerja.‬ (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.