Sukses

Dibangun Pelabuhan, Pertamina Geser Pipa Gas Cilamaya

Potensi kehilangan pendapatan Pertamina Hulu Energi mencapai Rp 80 triliun-Rp 130 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, dinilai akan mengancam aset pipa minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ).

Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, Dedy S Priatna mengatakan, sebenarnya pihaknya telah memiliki opsi dengan menggeser beberapa pipa ke lokasi yang dianggap aman sehingga tidak menganggu aliran minyak dan gas di dalam pipa tersebut.

"Ada adjusment seperti beberapa pipa dan lokasi yang harus digeser 2 kilometer hingga 3 kilometer, itu dibongkar ulang. Kemudian ada pipa-pipa yang harus dilindungi sehingga pada prinsipnya karena harus digeser dan harus masuk ke tanah sekian meter," ujarnya di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu (18/6/2014).

Dia menyatakan, beberapa pihak seperti PHE dan SKK Migas telah setuju bila pipa-pipa tersebut harus digeser dan dipindahkan ke tempat yang lebih aman, namun dengan syarat bahwa semua biayanya ditanggung oleh pemerintah.

"Pada prinsipnya mereka oke dengan itu, tapi semua biaya ditanggung oleh pemerintah seperti biaya konstruksi pemindahan ini. Angkanya sedang dihitung, tapi estimasi mungkin sekitar US$ 80 juta-US$ 120 juta," lanjutnya.

Namun masalah terbesarnya yaitu potensi kehilangan pendapatan atau revenue lost yang dialami oleh PHE karena untuk sementara harus menghentikan aktifitas akibat pemindahan tersebut.

"Karena digeser, sehingga ada penghasilan yang hilang. Itu juga lagi dihitung, tapi kira-kira mencapai Rp 80 triliun-Rp 130 triliun," kata dia.

Meski demikian, revenue lost tersebut dinilai tidak sebanding dengan potensi pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas Pelabuhan Cilamaya jika telah beroperasi nantinya. "Revenue opportunity di situ bisa mencapai Rp 700 triliun. Jadi jauh lebih besar dari revenue lost yang Rp 130 triliun," tegasnya.

Selain itu, opsi untuk memindahkan lokasi pembangunan pelabuhan tersebut juga dianggap tidak tepat karena lokasi yang disiapkan sekarang merupakan lokasi yang paling strategis sehingga tidak masalah bila dipertahankan.

"Itu bisa digeser cuma 3 kilometer. Tapi kalau dipindah ya sulit, karena sudah dikaji di delapan tempat dan terbaik memang di situ. Sekarang tinggal keputusan pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM, Kementerian Perekonomian, dan nanti ujungnya ke presiden apakah setuju dengan opsi itu. Kami belum tahu itu kapan," tandas dia. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.