Kementerian ATR: Banyak Warga Tak Sadar Kalau Hidup di Permukiman Kumuh

Ada banyak tantangan dalam mengentaskan permukiman kumuh perkotaan, seperti contohnya faktor lokasi tempat tinggal maupun kurangnya kesadaran masyarakat.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Jun 2023, 14:30 WIB
Warga mengangkut barang saat mulai menghuni di Kampung Gembira Gembrong, Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur, Minggu (9/10/2022). Pasca diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada Jumat (7/10) kemarin, warga korban kebakaran yang sebelumnya mengungsi di Rusun Cipinamg Besar Utara kini mulai kembali menghuni Kampung Gembira Gembrong. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)  terus menghapus permukiman kumuh di perkotaan lewat strategi penataan kawasan. Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkotaan.

Direktur Jenderal (Dirjen) PTPP Kementerian ATR/BPN Embun Sari menjelaskan, pesatnya urbanisasi dan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal membuat pemukiman kumuh diperkitaan tersu meningkat.

"Oleh sebab itu, Kementerian ATR/BPN mendukung pelaksanaan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai salah satu solusi mengenai kebutuhan tanah melalui konsolidasi tanah yang merata agar terciptanya kawasan layak huni," ujar Embun dalam keterangan tertulis, Rabu (28/6/2023).

Kementerian ATR/BPN sejak 2020 sudah terlibat secara aktif di program yang disebut National Slum Upgrading Project (NSUP) atau umumnya disebut KOTAKU.

“Ini kami bersama-sama tentu saja dengan Kementerian PUPR, Bappenas, serta stakeholder lainnya menyiapkan kebijakan dan mencari solusi serta menangani permukiman kumuh di perkotaan,” tuturnya.

Dirjen PTPP kemudian mengemukakan kriteria yang disebut dengan permukiman kumuh, salah satunya adalah aspek tata ruang.

"Jadi bisa dilihat apakah kawasan itu ada di lokasi rawan bencana? Bagaimana keamanan bermukimnya? Menguasai tanah dengan alas hak apa? Apakah menguasai tanah milik sendiri atau tanah orang lain?” sambungnya.

 

2 dari 2 halaman

3 Proyek Percontohan

Anak-anak saat bermain di Kampung Gembira Gembrong, Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur, Minggu (9/10/2022). Pasca diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada Jumat (7/10) kemarin, warga korban kebakaran yang sebelumnya mengungsi di Rusun Cipinamg Besar Utara kini mulai kembali menghuni Kampung Gembira Gembrong. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ia pun menyatakan, ada banyak tantangan dalam mengentaskan permukiman kumuh perkotaan, seperti contohnya faktor lokasi tempat tinggal maupun kurangnya kesadaran masyarakat.

“Bicara pengentasan permukiman kumuh ini karena lokasi sudah ada. Masyarakat sadar tidak, tidak layak hidup di lokasi kumuh. Kan banyak masyarakat kita masih tidak sadar, yang penting bisa menempati,” ujar Embun Sari.

Sehubungan dengan hal itu, Direktur Konsolidasi Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Aria Indra Purnama mengungkapkan, telah ditetapkan tiga lokasi pilot project KOTAKU.

"Lokasi tersebut di antaranya Kota Jakarta Timur Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kota Pekalongan Kampung Bugisan Kelurahan Panjang Wetan, dan Kota Pontianak Kampung Mendawai Kelurahan Bansir Laut," jelasnya.

Ia menuturkan, program KOTAKU tidak dapat berjalan lancar tanpa adanya kolaborasi yang meliputi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pengembang swasta, media, tokoh masyarakat/fasilitator, CSO/LSM, serta akademisi kampus.

"Konsolidasi Tanah ini bersifat multi-stakeholders, maka harus ada mekanisme untuk mengunci komitmen dan sumber daya secara berkelanjutan serta benar-benar konkret dan melibatkan peran aktif masyarakat,” ungkap Aria Indra Purnama.

Pemerintah telah menjalankan program-program untuk menurunkan angka kemiskinan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya