Usai PSBB, Pemerintah Harus Perketat Regulasi Emisi di Jakarta

Pencemaran udara di Jakarta yang sudah berlangsung kronis hingga tiga dekade tanpa ada upaya pengendalian.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Mei 2020, 16:00 WIB
Bus AKAP terparkir di Terminal Kampung Rambutan Jakarta, Senin (30/3/2020). Untuk mencegah penyebaran virus Corona COVID-19, Dishub Pemprov DKI Jakarta menghentikan sementara layanan Bus Antar Kota Antar Provinsi pertanggal 30 Maret 2020 pukul 18.00 WIB. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin, memperkirakan pasca Corona covid-19 akan terjadi peningkatan kompleksitas masalah transportasi di DKI Jakarta dan sekitarnya. Salah satunya mengenai pencemaran udara

“Problem trauma pasca pandemi, dualism leadership dan kebutuhan sektor industri untuk mengejar ketertinggalan dari ekonomi bisnis, akan menjadi ancaman bagi pengelolaan transportasi di DKI Jakarta dan sekitarnya,” kata Ahmad dalam diskusi daring INSTRAN, Minggu (10/5/2020).

Masalah lainnya, Ahmad menyebut penyakit yang sudah menjangkiti warga sebagai dampak kesehatan dari pencemaran udara akan terus berlangsung, ditambah dengan problem Corona covid-19 apabila belum ditemukan vaksinnya.

Kendati begitu, pencemaran udara di Jakarta yang sudah berlangsung kronis hingga tiga dekade tanpa ada upaya pengendalian yang efektif dan terukur, justru kualitas udara membaik sejak diterapkan PSBB di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Maka dari itu, Ahmad merekomendasikan agar transportasi di Jakarta tetap terjaga dan lancar Pasca pandemi Corona, yakni segera terapkan regulasi yang lebih ketat terkait standard emisi (LEV) dan standar carbon kendaraan bermotor (LCEV) sebagai bagian dari NDC dalam penurunan emisi rumah kaca.

Lanjutnya, segera melaksanakan AQM secara komperehnsif dan efektif di Jakarta dan sekitarnya, terutama dalam sektor transportasi sebagai penyumbang terbesar pencemaran udara sebagai berikut, pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan raya seefektif mungkin dengan mengedepankan NMT (jalan kaki, sepeda) dan angkutan umum massal.

“Pelarangan truk termasuk, truk sampah yang beroperasi siang hari di dalam kota dan pelarangan angkutan material bangunan tanpa penutup yang bersih, serta penetapan zona rendah emisi yaitu kawasan yang hanya boleh diakses oleh kendaraan rendah emisi (BBG, Euro4, kendaraan listrik) dan atau berdasarkan hasil uji emisi,” ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Bahan Bakar Berkualitas Baik

Sejumlah bus antar kota antar provinsi berjejer menunggu untuk mengangkut penumpang untuk pulang kampung di Terminal Pulogebang, Jakarta, Sabtu (9/6). Diperkirakan akan terjadi lonjakan arus mudik pada H-3 atau H-2 lebaran. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Selain itu, pemerintah juga perlu hanya mengizinkan distribusi dan pemasaran BBM berkualitas baik (Euro4 Standard) dan BBG, dan melarang pemasaran Premium 88, pertalite 90, solar 48 dan dexlite.

Kemudian, merazia kendaraan yang tak memenuhi baku mutu emisi dan memproses hukum secara ketat (strict mobility), dan enghentikan bus-bus kota yang tak terawat dan kendaraan bermesin dua tak.

“Segera merealiasasikan atau melanjutkan mandat Perda 1 tahun 2005 untuk pemanfaatan bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah secara konsekuen,” ujarnya.

Ahmad juga menyarankan untuk segera terapkan Electronic road pricing (ERP) dan parking management di kawasan segitiga emas dan jalan-jalan yang telah tersedia angkutan umum masal yang aman nyaman, dan terjadwal baik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya