Sukses

Tarif KRL Terus-terusan Disubsidi sejak 2016, Sudah Tepatkah?

Pada 2023, pemerintah melalui DIPA Kemenkeu menganggarkan PSO untuk Perkeretaapain sebesar Rp 3,5 triliun. Sebanyak Rp 1,6 triliun (0,48 persen) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

Liputan6.com, Jakarta - Tarif KRL Jabodetabek tidak mengalami penyesuaian atau kenaikan sejak 2016. Adapun KRL Jabodetabek jadi salah satu moda transportasi publik yang bersifat pelayanan publik (public service obligation/PSO) atau mendapat subsidi dari pemerintah.

Padahal, survei yang dilakukan terhadap pengguna KRL Jabodetabek oleh LM FEUI (2016) menyebutkan, penumpang KRL Jabodetabek yang memiliki penghasilan Rp 3-7 juta per bulan sebanyak 63,78 persen

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, pun turut memaparkan hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)-Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan pada 2021.

Hasilnya menyatakan, penumpang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 4 juta sebulan sebanyak 56,06 persen, dan lebih dari Rp 4 juta sebanyak 43,94 persen.

 

"Pengguna KRL Jabodetabek mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan paling tinggi Rp 4 juta," ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Kamis (2/5/2024).

 

Seperti diketahui, rata-rata upah minimum regional (UMR) Jabodetabek pun mengalami penyesuaian atau kenaikan setiap tahunnya. Saat ini, UMR DKI Jakarta Rp 5.067.381, Kota Bogor Rp 4.813.988, Kota Depok Rp 4.878.612, Kota Tangerang Rp 4.760.289, Kota Tangerang Selatan Rp 4.670.791, dan Kota Bekasi Rp 5.343.430.

Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti (Juli 2022), Djoko menambahkan, pemberian subsidi PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen pengguna adalah kelompok mampu.

"Volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian/kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu. Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis," imbuhnya.

"Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif," kata Djoko.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2,532 Juta Penumpang per Hari

Menurut Kemenko Maritim dan Investasi (Februari, 2024), sebanyak 6,704 juta penduduk di Jabodetabek membutuhkan penyediaan layanan angkutan umum setiap hari.

Jumlah penumpang angkutan umum commuting (penumpang per hari) untuk Transjakarta sebanyak 1,17 juta penumpang (2023), KRL Jabodetabek 952 .000 penumpang, MRT Jakarta 278.955 penumpang (2023), LRT Jabodebek 54.117 penumpang (2023), LRT Jakarta 2.800 penumpang (2023), Trans Jabodetabek 55.442 penumpang (2022), JR Connection 6.948 penumpang (2022) dan Trans Pakuan di Bogor 11.317 penumpang (2023).

"Potensi penduduk dilayani angkutan umum dalam radius 500 meter dari simpul sebesar 7,97 juta orang. Total dalam sehari 2,532 juta penumpang per hari," terang Djoko.

Pada 2023, pemerintah melalui DIPA Kemenkeu menganggarkan PSO untuk Perkeretaapain sebesar Rp 3,5 triliun. Sebanyak Rp 1,6 triliun (0,48 persen) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

"Sementara di tahun yang sama anggaran untuk bus perintis di 36 provinsi hanya diberikan Rp 177 miliar, 11 persen dari PSO KRL Jabodetabek, sungguh tidak berimbang. Kepentingan layanan transportasi umum daerah 3 T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar) se-Indonesia kalah jauh ketimbang warga Jabodetabek," keluhnya.

"Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran PSO Perkeretaapian dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di seantero Nusantara supaya tidak ada ketimpangan anggaran," pinta Djoko.

 

3 dari 4 halaman

Solusi

Djoko lantas memberikan solusi agar masyarakat lemah tidak terbebani dengan kenaikan tarif Transjakarta dan KRL Jabodetabek. Pemprov DKI dan PT KCI didorong untuk ikut menerapkan cara yang diberlakukan Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng) dan Pemkot Semarang (Trans Semarang) dalam memberikan subsidi penumpang bus.

Dimana pada tarif Trans Semarang yang dikelola Pemerintah Kota Semarang Rp 4.000, ada tarif khusus Rp 1.000 yang diberikan pelajar/mahasiswa, pemegang kartu identitas anak (KIA), anak usia di bawah lima tahun (balita), disabilitas, isian (usia 60 tahun ke atas) dan veteran.

Sedangkan Trans Jateng yang dikelola Pemprov Jawa Tengah bertarif Rp 4 ribu, diberikan tarif separo (Rp 2 ribu) untuk pelajar, mahasiswa dan buruh.

 

4 dari 4 halaman

Jika Berbohong

"Pihak Pengelola Transjakarta dan PT KCI bisa membuka pendaftaran bagi warga yang mau mendapatkan tarif khusus itu. Jika buruh, selain menunjukkan KTP, mereka juga bisa menunjukkan surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat," ungkapnya.

"Jika ketahuan berbohong (mungkin ada yang melapor atau ada petugas yang bisa memverifikasi), bisa dicabut dan bisa juga untuk sementara waktu tidak boleh menggunakan bus Transjakarta," pungkas Djoko.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.