Perpres Tak Kunjung Terbit, Harga Gas Turun Mundur dari Target

Industri yang mengalami penurunan harga gas di antaranya di Sumatra Utara.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Jan 2016, 19:12 WIB
Petugas mengecek instalasi pipa metering regulating station PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) di PT Lion Metal Works di Jakarta, (28/10/2015). PGN berkomitmen memperluas pemanfaatan gas bumi di sektor Industri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Harga gas industri yang direncanakan turun pada Januari 2016 sepertinya molor.  Hal tersebut disebabkan tidak kunjung terbitnya Peraturan Presiden yang dijadikan landasan hukum Paket Kebijakan Ekonomi jilid III tersebut.

Di‎rektur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, penurunan harga gas seharusnya mulai 1 Januari 2016. Akan tetapi, sampai saat ini Peraturan Presiden yang mengatur penurunan harga belum juga terbit.

"Yang kita sudah usulkan berlaku turun 1 januari. Kalau sudah terbit Perpresnya maka berlakunya 1 Januari," kata ‎Wiratmaja, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Wiratmaja menuturkan, jika Peraturan Presiden sudah terbit akan disusul dengan Peraturan Menteri ESDM untuk memperkuat kebijakan tersebut. Jika landasan hukum penurunan harga gas terbit, maka kelebihan harga gas yang dibayar sebelum aturan tersebut terbit akan dikompensasi pada bulan berikutnya.

"Kelebihan bayar bisa dikompensasi  pada bulan depan. Yang penting kepastian industri sudah ada. Karena segala sesuatu itu butuh proses. Dicek administrasi, itu prosesnya panjang," ujar Wiratmaja.

Sementara itu, Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, industri yang mengalami penurunan harga gas di antaranya di Sumatera Utara. Harga pembeliannya US$ 6 per MMBTU. Penurunan harga gas itu mengorbankan pendapatan negara.

"Ada ukuran kalau di atas US$ 6 dolar membutuhkan khusus. Mekanisme penurunannya melalui pengurangan biaya pendapatan negara," ujar Sudirman. (Pew/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya