Pertamina Digugat Realisasikan Program Diversifikasi Energi

Pertamina berencana membangun 150 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dalam waktu satu tahun senilai Rp 1,5 triliun.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Sep 2014, 16:05 WIB
(Foto: Wordpress)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) kembali dipertanyakan kesungguhannya untuk membangun fasilitas sumber bahan baku alternatif selain bahan bakar minyak (BBM).

Seperti rencana Pertamina membangun 150 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dalam waktu satu tahun senilai Rp 1,5 triliun. 

 “Kalau dulu saja pernah dianggarkan tapi infrastruktur tidak dibuat, jelas harus diusut tuntas. Tidak bisa main-main lagi, bahkan kalau perlu diusut penegak hukum," ujar Pengamat Kebijakan Migas Yusri Usman, Selasa (30/9/2014).

Sebelumnya Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto mengatakan telah dianggarkan dana Rp 3,5 trliun pada 2012 untuk membangun sejumlah SPBG.

Nyatanya, dikatakan infrastruktur SPBG hingga kini jalan di tempat. Belum lagi program RFID yang akhirnya berantakan.

Berkaca dari ini, Yusri menilai dari sisi kemauan Pertamina sering tidak sejalan dengan kenyataan terutama dalam membangun infrastruktur gas yang sangat lambat. Sehingga pada akhirnya melanggengkan impor minyak yang menguntungkan mafia migas.

Ia pun menyentil jajaran direksi Pertamina yang berwenang seperti Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya yang seakan tak bisa membuat terobosan guna mengurangi ketergantungan pada minyak.

Lambatnya gerak Pertamina pun dikatakan pernah diakui Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebeleum lengser yang mempertanyakan kesungguhan Pertamina, salah satunya pada program RFID.

“Waktu Hatta mundur dan mau jadi cawapres, dia sampai menyentil Pertamina ini suka omong doang saja dan pernyataan itu dimuat banyak media, itu di kasus RFID," ungkapnya.

Ia berharap, sebelum menjanjikan hal-hal besar, para pejabat Pertamina memperbaiki sejumlah masalah terlebih dahulu. Misal terkait pencurian minyak yang hingga kini tak kunjung tuntas. Juga jangan sampai ada pejabat yang justru melindungi para trader gas yang pada akhirnya merugikan konsumen.

“Mafianya itu di depan kita, kok. Hanung dan Hari harus juga bertanggung jawab karena program diversifikasi energi tidak jalan. Jika kilang minyak tidak jalan, diversifikasi energi ke gas tidak jalan, jelas sudah ada mafia migas bermain,” tandasnya.

Sebelumnya nama Hanung Budya dan Hari Karyuliarto disebut-sebut sebagai kandidat pengganti posisi Karen Agustiawan sebagai Dirut Pertamina.

Namun, keduanya dinilai kurang tepat dan sejumlah praktisi pun pemerintah menunjuk orang dari luar Pertamina menjadi Dirut Pertamina pengganti Karen. (Nrm/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya