Sukses

Industri Iklan Terimbas Perlindungan Data Eropa, Google Atur Strategi

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah regulasi bernama General Data Protection Regulation (Regulasi Perlindungan Data Umum, GDPR) sudah mulai diterapkan di Eropa pada Jumat sore (25/5/2018).

Aturan yang tertuang di GDPR sangatlah pro pada data milik rakyat, dan memaksa perusahaan yang membuka usaha di Eropa untuk mengikuti peraturan.

Mengenai hal tersebut, ternyata para perusahaan yang mencari keuntungan lewat iklan menjadi resah, sehingga Google harus mengatur strategi dengan menenangkan mereka, demikian laporan Reuters pada Sabtu (26/5/2018).

Dalam sebuah siaran privat, pihak Google di New York telah berbicara dengan perusahaan iklan, dan menyatakan Google akan merilis alat untuk membantu pengiklan pada Juni dan Agustus mendatang.

Salah satu pihak yang hadir mengapresiasi dialog Google. Menurutnya, tidak ada panduan komprehensif yang disediakan untuk mengikuti GDPR.

"Pertemuan produktif di Google hari ini bersama banyak penerbit di sekeliling meja. Sesi Q&A sangat mumpuni dan momentum positif. Menyoroti tantangan dari mengikuti hukum saat tuntunan yang ada sangat sedikit," cuit Dave Grimaldi, Executive Vice President, Interactive Advertising Bureau, lewat akun Twitternya.

Perusahaan iklan pantas saja menjadi resah, sebab GDPR akan mengawasi ketat pihak yang melacak aktivitas online pengguna, baik itu untuk alasan belanja maupun perbankan.

Reuters menyebut kemungkinan terburuk bagi Google dan pengiklan adalah bila pengguna menolak berbagi data personal mereka, pendapatan iklan bisa menurun.

Perusahaan di Eropa pun tengah mencari bantuan ke konsultan, mitra bisnis, dan regulator guna menyesuaikan dengan GDPR.

Apabila ada perusahaan yang melanggar GDPR, salah satu hukumannya adalah denda sebanyak empat persen dari keuntungan perusahaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perusahaan Media Sosial Berbenah

Salah satu isi kandungan GDPR adalah keharusan para perusahaan agar memberikan aturan yang mudah dibaca oleh pengguna.

Hal tersebut menyindir banyaknya peraturan terms and agreements yang harus disetujui, sehingga rata-rata pengguna sebetulnya tidak memahami kebijakan media sosial.

Platform seperti Facebook, Google, dan Twitter pun sudah berbenah agar kebijakan mereka lebih mudah dibaca dan dipahami pengguna.

Pada pasal 7 GDPR, dijelaskan bahwa tulisan mengenai hal tersebut harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan sederhana. Bila tidak, maka syarat dan ketentuan tidak akan berlaku.

Subyek data (pemilik data) juga punya hak untuk membatalkan persetujuan yang mereka berikan padaConsents atau Terms of Agreements.

Apabila pengguna masih di bawah umur, maka orangtua atau wali yang memiliki kekuatan hukum untuk menyetujui Consents dan Terms of Agreements.

3 dari 3 halaman

Hukuman untuk Pelanggar

Ada dua penalti utama yang diberikan oleh orang-orang yang melanggar regulasi ini, dan tergantung pasal mana yang dilanggar.

Penalti yang pertama adalah denda 10 juta euro atau sekitar Rp 168 miliar (asumsi kurs Rp 16.843 per euro) atau sejumlah dua persen keuntungan perusahaan itu, dan yang dijatuhkan adalah jumlah yang paling besar.

Penalti yang kedua adalah sebesar 20 juta euro atau sekitar Rp 275 miliar, atau denda sejumlah empat persen keuntungan perusahaan itu, dan yang dijatuhkan juga jumlah yang paling besar.

Regulasi dari Uni Eropa memang sudah terkenal ganas, tapi pastinya dapat melindungi pemilik data dari ancaman orang-orang tak bertanggung jawab.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.