Sukses

Asal Usul Giliyang Dijadikan Pulau Oksigen dan Wisata Kesehatan di Sumenep

Belasan tahun silam, tim dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menemukan jika kandungan oksigen di pulau Giliyang mencapai 20,9 persen dengan LEL (Level Explosif Limit) 0,5 persen.

Liputan6.com, Surabaya - Salah satu anggota penyusun buku pulau Giliyang, Arman Mustafa mengisahkan tentang asal usul ditemukannya pulau oksigen yang dijadikan wisata kesehatan di Sumenep.

Belasan tahun silam, tim dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menemukan jika kandungan oksigen di pulau Giliyang mencapai 20,9 persen dengan LEL (Level Explosif Limit) 0,5 persen.

"Kandungan di atas ambang batas normal dan bermanfaat bagi kesehatan bagi makhluk hidup yang menghirupnya," ujarnya,  Minggu (12/2/2023).

Temuan itu ternyata menarik banyak wisatawan dan peneliti untuk mendatangi pulau kecil tersebut. Tak ayal, turis dari dalam negeri dan mancanegara pun menyerbu pulau mini dengan penduduk kurang lebih 4.500 jiwa itu.

"Wisatawan yang ingin berkunjung ke pulau itu bisa datang dengan menggunakan taksi laut dengan waktu tempuh 30 sampai 40 menit. Mereka bisa naik dari Pelabutan Penyeberangan Dungkek, yang berjarak 30 kilometer dari pusat kota Sumenep," ucap Arman.

Ongkosnya pun tidak mahal. Pengunjung hanya mengeluarkan ongkos taksi laut sebesar Rp 10 ribu untuk menumpang perahu berkapasitas antara 20-50 orang bergantung ukuran angkutannya.

"Giliyang memiliki dua dermaga yaitu di Pantai Ropet, Desa Banraas di ujung timur pulau yang dikhususkan bagi perahu nelayan. Satu lagi, dermaga penumpang di Desa Bancamara, di ujung barat pulau," ujar Arman.

Untuk menunjang pariwisata, kata Arman, Pemkab Sumenep telah membangun jalan di sepanjang pulau itu. Selain itu, sejak November 2017 PT Perusahaan Listrik Negara juga telah memasang pembangkit listrik berkekuatan 3x500 kilowatt.

"Ini untuk membantu menerangi Pulau Oksigen yang selama puluhan tahun mengandalkan pembangkit swadaya berupa ribuan generator set yang dipasang sendiri oleh warga," ucap Arman.

Giliyang adalah sebuah pulau kecil di tengah 17 ribu pulau di kawasan Nusantara yang didatangi banyak kalangan, suku, dan bahkan bangsa hanya untuk menghirup oksigen di pulau mini itu.

"Giliyang sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Dungkek. Pulau ini diyakini mulai dihuni sejak masa pemerintahan Sultan Abdurrahman (1811-1854)," ujar Arman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jadi Desa Banraas

Dalam bukunya berjudul Giliyang Salah Satu Pulau Wisata Sehat (2014), Arman menyatakan seorang keluarga pelaut dari Makassar bernama Daeng Masalle.

"Kita dapat info itu dari keturunan Daeng Masalle yang pertama kali tiba melalui pantai Leguna," ucap Arman.

Pantai Leguna tersebut saat ini menjadi Desa Banraas. Satu diantara dua desa di Giliyang. Mengenai asal usul nama Giliyang, menurut Arman berasal dari kata Gili (pulau) dan Iyang (sesepuh). Meski ia sendiri tidak menampik jika ada versi lain.

"Malah ada yang mengatakan jika Daeng Masalle itu tiba di Giliyang sekitar 1920-an. Ini mungkin perlu dikaji lagi, karena yang menceritakan pada kami itu keturunan Masalle yang kedelapan. Ia juga menyebut tahun kedatangan leluhurnya itu. Yaitu tahun 1818," ujar Arman.

Setelah Masalle, banyak keluarganya yang dari Makassar ikut hijrah melalui Desa Bancamara. Mereka terus menetap turun-temurun dan berasimilasi dengan warga lokal.

"Sisa-sisa sejarahnya masih ada salah satunya berupa pagar Batu tempo dulu," ucap Arman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.