Sukses

Inflasi Tinggi, Bos BRI Beberkan Skenario Jika Suku Bunga Tembus 7,5 Persen

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Sunarso berharap, bank sentral AS atau the Fed tidak terus dongrak suku bunga.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Sunarso menjabarkan skenario jika suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tembus 7,5 persen.

Pada kondisi itu, Sunarso mengatakan non performing loan (NPL) perbankan bakal tertekan. Teranyar, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps atau 0,35 persen menjadi 5,75 persen.

Adapun tren kenaikan suku bunga ini mengikuti kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang menaikan suku bunga untuk mengatasi inflasi AS. Untuk mempertahankan nilai tukar Rupiah, maka BI ikut menaikkan suku bunga.

Sebagai gambaran, Sunarso menjabarkan sebuah rumus, di mana suku bunga BI umumnya akan selisih 2 bps saat suku bunga The Fed berada pada level tertentu. Misalnya, saat ini suku bunga The Fed berada pada posisi 4,5 persen, jika ditambah 2 bps, maka suku bunga BI bisa menuju 6,5 persen.

"Kalau BI rate nya sekarang 6,5 mungkin sudah mulai agak panas. Tapi nanti kalau BI rate-naya sampai ke 7,5, ada masalah lain yaitu NPL. Kita berdoa saja jangan sampai fed rate-nya naik terus kemudian mendorong BI menjaga +2 sampai tembus di 7,5. Kalau sampai tembus di 7,5 persoalannya menjadi lain, menjadi ada masalah inflasi belum tentu terkendali, sementara NPL nya sudah hampir pasti,” kata Sunarso.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BRI Catat Restrukturisasi Kredit kepada Hampir 4 Juta Nasabah

Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) telah melakukan restrukturisasi sejumlah utang akibat covid-19, sesuai dengan POJK nomor 11 tentang restrukturisasi kredit terdampak covid-19. Direktur Utama BRI, Sunarso mengatakan, akumulasi kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 256,3 triliun, meliputi hampir 4 juta nasabah, utamanya UMKM.

"Atas kebijakan OJK itu, kita jalankan dengan baik, dengan hati-hati, sekarang outstandingnya sudah turun tinggal Rp 116 triliun dari 1,39 juta debitur,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI, Selasa (24/1/2023).

Artinya, angka restrukturisasi mengalami penurunan Rp 139,92 triliun. Dari angka tersebut, telah dilakukan pembayaran Rp 91,6 triliun yang berasal dari 2.124.602 nasabah. Rinciannya, 43,29 persen atau senilai Rp 43,24 triliun lunas putus. Kemudian 41,71 persen atau Rp 37,27 triliun lunas dan ambil lagi.

Sisanya, 14,99 persen atau 11,08 triliun turun pokok. Kemudian lepas restrukturisasi oleh 174.565 nasabah senilai Rp 35,6 triliun. Sisanya, terdapat 311.313 nasabah dengan total utang Rp 12,75 triliun dinyatakan benar-benar tidak bisa membayar.

"Yang benar-benar tidak bisa diselamatkan itu hanya Rp 12,749 triliun. Selebihnya bisa membayar Rp 91,6 triliun dan lepas restrukturisasi artinya dia sehat kembali itu Rp 35,6 triliun,” ungkap Sunarso.

Selain restrukturisasi POJK 11, BRI juga menjalankan PMK 85/138/50 dan Permenko 8 mengenai subsidi bunga UMKM. Pada 2020, BRI telah memberikan subsidi bunga Rp 5,51 triliun krpda 8,91 juta debitur. Lalu pada 2021 sebesar Rp 3,21 triliun yang disalurkan kepada 7,51 debitur.

 

3 dari 3 halaman

Kredit yang Dijamin Lembaga Asuransi Penjaminan

Kemudian juga ada PMK 71 dan PMK 28/22 yang intinya adalah pemerintah mendorong bank untuk menyalurkan kredit kepada UMKM. Kredit-kredit itu dijamin oleh lembaga asuransi penjaminan, preminya dibayar pemerintah.

"Untuk tahun 2020-2021 (PMK 71) itu kita menyalurkan kredit yang dijamin oleh asuransi penjaminan Rp 27,34 triliun. Kemudian KMK PEN Generasi 2 (PMK 28/2022) mencapai Rp 2,86 triliun,” beber Sunarso.

Kemudian merujuk Permenko Nomor 15, BRI telah menyalurkan KUR super mikro senilai Rp 22,42 triliun kepada 2,55 debitur. Demikian juga ada Permenkop Nomor 6 mengenai bantuan produktif usaha mikro (BPUM), di mana BRI berhasil menyalurkan Rp 12,43 triliun dengan pencairan Rp 10,79 triliun pada 2021.

"Ada juga pinjaman kredit korporasi padat karya dan berorientasi ekspor dijamin oleh lembaga penjaminan, tapi ini jalannya kurang lancar, jadi hanya Rp 582 miliar saja,” pungkas Sunarso.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.