Sukses

Tesla Harus Bayar Kompensasi Rp 1,9 Triliun kepada Mantan Karyawan, Ini Penyebabnya

Tesla menggunakan arbitrase wajib agar karyawan mau menyelesaikan perselisihan secara kekeluargaan daripada di pengadilan publik.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan San Fransisco jatuhkan hukuman kepada Tesla harus bayar denda sekitar USD 137 juta atau Rp 1,9 triliiun (asumsi kurs Rp 14.239 terhadap dolar AS) kepada mantan karyawannya, Owen Diaz.

Pada Senin, 5 Oktober 2021, Pengacara mengatakan Diaz alami rasisme saat bekerja. Putusan hakim ini lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan pengacara.

Dana kompensasi yang diminta sebelumnya sebesar USD 130 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun sebagai ganti rugi dan USD 6,9 juta atau sekitar Rp 98,2 miliar) untuk penderitaan emosional.

Diaz merupakan mantan pekerja kontrak di perusahaan kendaraan listrik Elon Musk. Perusahaan merekrut Diaz melalui agen kepegawaian pada 2015. Diaz menuturkan, selama bekerja dia dihadapkan pada lingkungan kerja yang tidak bersahabat.

Rekan-rekannya menggunakan julukan yang tidak pantas karena warna kulit.  Bahkan tinggalkan grafiti rasis di toilet atau gambar rasis di ruang kerjanya.

Menurut tim kuasa hukum Diaz, J.Bernard Alexander, Alexander Marrison, dan Fehr LLP di Los Angeles dan Larry Organ dari California Civil Rights Lawa Group di San Anselmo, kasus tersebut hanya dapat dilanjutkan jika pekerja belum menandatangani salah satu dari kewajiban Tesla untuk karyawan yaitu perjanjian arbitrase.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Akibat Perjanjian Arbitrase

Tesla menggunakan arbitrase wajib agar karyawan mau menyelesaikan perselisihan secara kekeluargaan daripada di pengadilan publik.

Dengan arbitrase, Tesla jarang menghadapi kerugian yang signifikan atau hanya berupa tindakan korektif yang mendalam setelah arbiter menyelesaikan perselisihan.

Walaupun Tesla harus tetap membayar USD 1 juta atau sekitar Rp 14,2 miliar sebagai ganti rugi kepada mantan pekerja sebagaimana tertuang dalam perjanjian arbitrase. Pekerja lain di Tesla, Melvin Berry juga mengalami rasis hingga bermusuhan di tempat kerja.

Sebuah gugatan Vaughn versus Tesla Inc tertunda di Alameda Country di California. Yang mana menuduh lingkungan kerja Tesla penuh dengan diskriminasi rasis dan pelecehan.

"Kami dapat menempatkan hakim di posisi klien kami. Jadi ketika Tesla datang ke pengadilan dan mencoba mengatakan mereka tidak mentoleransi dan sudah memenuhi tugas mereka. Hakim justru tersinggung karena perlakukan itu sebenarnya tidak bertanggung jawab,” kata Alexander dilansir dari laman CNBC, Rabu (6/10/2021).

3 dari 5 halaman

Efek Perjanjian bagi Karyawan

Seorang aktivis pemegang saham, Nia Impact Capital, mendesak dewan Tesla mempelajari efek arbitrase wajib pada karyawan dan budaya masing-masing karyawan.

Secara khusus, dana dampak yang berbasis di Oakland prihatin arbitrase wajib dapat memungkinkan dan

menyembunyikan pelecehan seksual serta diskriminasi rasis dari pemangku kepentingan di Tesla. Pada akhirnya hanya merugikan karyawan, mengurangi semangat dan produktivitas, serta membebani laba.

"Penggunaan persyaratan arbitrase wajib membatasi pemulihan karyawan untuk setiap kesalahan, menghalangi karyawan untuk menuntut di pengadilan ketika terjadi diskriminasi dan pelecehan, serta harus merahasiakan fakta yang mendasari pelanggaran atau hasil kasus. Dengan begitu mencegah para karyawan untuk mengetahui dan bertindak berdasarkan keprihatian bersama,” tulis Nia Impact Capital dalam proposal pemegang saham baru-baru ini.

4 dari 5 halaman

Pro Kontra

Firma penasihat, Institutional Shareholder Service, setuju dengan Proposal Nia dan menjadikannya sebagai rekomendasi bagi para pemegang saham.

Institutional Shareholder Service mencatat Tesla telah menghadapi banyak tuduhan serius terkait pelecehan, diskriminasi seksual serta rasisme selama bertahun-tahun.

Tahun ini adalah tahun kedua berturut-turut Nia Impact Capital ajukan proposal serupa. Seperti tahun lalu, pada 2021 dewan Tesla masih menyarankan kepada pemegang saham untuk menentang pelaporan dampak arbitrase wajib pada karyawan.

Rapat umum pemegang saham tahunan Tesla dijadwalkan berlangsung pada 7 Oktober 2021. Rapat akan diselengarakan di pabrik perakitan kendaraan baru Tesla yang masih dalam tahap pembangunan luar di Austin,Texas.

Tesla tidak segera menanggapi permasalahan ini.

5 dari 5 halaman

Tanggapan Tesla

Perusahaan mengeluarkan unggahan blog pada Senin malam, 4 Oktober 2021 untuk dibaca masyarakat umum.

Dalam blog tertulis masalah ini telah disebarluaskan secara internal kepada karyawan oleh Tesla VP of People Valerie Capers Workman. Mengutip CNBC, unggahan tersebut juga seakan meremehkan tingkat keparahan diskriminasi rasis yang dijelaskan Diaz.

"Selain Pak Diaz, tiga saksi lainnya yang datang di persidangan bukan karyawan kontrak Tesla. Para saksi sering mendengar hinaan rasial termasuk kata hinaan di lantai pabrik Fremont. Walaupun mereka semua tidak setuju penggunaan kata-kata hinaan tidak sesuai apabila digunakan di tempat kerja. Para pekerja berusaha menggunakan bahasa seramah mungkin oleh rekan-rekan Afrika-Amerika," isi surat pekerjaan.

Tesla telah membuat perubahan sejak 2016 ketika Diaz terakhir bekerja di perusahaan Elon Musk. Tesla telah menambahkan tim Divesity, Equity &Inclusion lalu menukar "Anti-Handbook Handbook" dengan Employee Handbook yang lebih sederhana.

Handbook berisi kebijakan SDM yang dikumpulkan menjadi satu. Pernyataan Workman tidak terperinci apakah atau kapan Tesla berencana lakukan pengajuan banding.

 

Reporter: Ayesha Puri

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.