Sukses

Oknum Perwira Polisi Usir Wartawan, AJI Gorontalo Lontarkan Kecaman

Tindakan penghalang-halangan terjadi saat jurnalis Tribun, Antara, dan Dulohupa melakukan peliputan terkait kasus meninggalnya salah satu mahasiswa baru IAIN Sultan Amai Gorontalo

Liputan6.com, Gorontalo - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo mengecam tindakan penghalang-halangan kerja jurnalistik yang dilakukan oknum polisi Polda Gorontalo, Selasa (3/10/2023) lalu

Tindakan penghalang-halangan terjadi saat jurnalis Tribun, Antara, dan Dulohupa melakukan peliputan terkait kasus meninggalnya salah satu mahasiswa baru IAIN Sultan Amai Gorontalo, yang hendak dilaporkan pihak keluarga bersama kuasa hukumnya ke Polda Gorontalo.

Saat sedang mengambil foto dan video, sejumlah jurnalis tiba-tiba dilarang mengambil gambar atau melakukan peliputan di dalam kantor SPKT Polda Gorontalo.

Karena perlakuan tersebut, para jurnalis memutuskan untuk tidak lagi merekam atau mengambil gambar dan memilih keluar dari ruang SPKT. Mereka terpaksa duduk di luar gedung sembari menunggu keluarga korban melapor.

Beberapa saat, kemudian setelah kuasa hukum keluarga korban keluar ruangan SPKT, para wartawan kembali melakukan wawancara. Saat wawancara, tiba-tiba oknum perwira Polisi tersebut, kembali melarang wartawan merekam dan meminta rekaman tersebut dihapus.

Wartawan dilarang mengambil gambar dengan latar gedung SPKT. Oknum tersebut meminta kepada para wartawan agar melakukan wawancara di tempat lain, serta diminta tidak mengambil tulisan atau gedung SPKT.

Alasannya karena ia khawatir nanti akan terjadi kesalahpahaman publik dalam memahami berita. Alasan lain yang diberikan oleh oknum polisi tersebut, yaitu laporan dari warga yang sedang diliput jurnalis itu belum jelas.

Wawan Akuba, Ketua AJI Gorontalo mengecam tindakan tersebut. Menurutnya, kebebasan pers tidak dibatasi oleh kejelasan laporan. Jurnalis berhak untuk meliput suatu peristiwa, baik itu peristiwa yang jelas maupun peristiwa yang belum jelas.

Selain itu, tindakan oknum polisi tersebut juga bersifat intimidasi. Oknum polisi tersebut jelas melarang jurnalis untuk mengambil gambar atau merekam di area SPKT dengan nada yang arogan.

"Hal ini dapat menimbulkan rasa takut dan khawatir bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya," kata Wawan.

Simak juga video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Desakan AJI Gorontalo

Oleh karena itu, AJI mendesak Kapolda Gorontalo untuk mengambil tindakan tegas terhadap oknum polisi tersebut. Kapolda Gorontalo harus memberikan sanksi kepada oknum polisi itu agar tindakan serupa tidak terulang kembali.

"Memeriksa oknum polisi tersebut untuk mengetahui motif dari tindakannya. Memberikan sanksi kepada oknum polisi tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku," tegas Wawan.

Selain itu, AJI Gorontalo menyatakan, tindakan polisi menghalangi jurnalis saat meliput adalah tindakan keliru. Tindakan tersebut melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28F ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 4 ayat (1).

"Kebebasan pers adalah hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Hal ini termasuk hak untuk mengambil gambar atau merekam aktivitas di tempat umum, termasuk di SPKT Polda Gorontalo," tegasnya.

Sesuai aturan, mengusir wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Dalam pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers di mana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.