Sukses

Prasasti Laskar Putri Indonesia Surakarta Simpan Kisah Para Pejuang Perempuan Solo

Laskar Putri Indonesia Surakarta merupakan pejuang perempuan yang sebagian besar anggotanya adalah pelajar di Kota Solo.

Liputan6.com, Solo - Terdapat sebuah tugu berukuran cukup besar di Jalan Mayor Sunaryo, Kedung Lumbu, Solo. Pada tugu tersebut tertulis ratusan nama.

Terdapat tulisan Prasasti Laskar Putri Indonesia Surakarta pada tugu tersebut. Tak banyak yang memperhatikan keberadaan tugu ini, padahal tugu ini merupakan monumen bukti peringatan yang sangat penting bagi Kota Solo.

Mengutip dari surakarta.go.id, prasasti ini diresmikan pada 1 Maret 1989 oleh Prof DR Haryati Soebadio, Menteri Sosial pada saat itu. Monumen ini dibangun untuk mengenang perjuangan Laskar Putri Indonesia Surakarta.

Laskar Putri Indonesia Surakarta merupakan pejuang perempuan yang sebagian besar anggotanya adalah pelajar di Kota Solo. Mereka terbentuk pada 11 Oktober 1945 karena dorongan patriotisme dan nasionalisme untuk mempertahankan kemerdekaan.

Meski usia mereka masih sangat muda, mereka ikut berperang melawan Belanda dengan mengangkat senjata untuk mempertahankan cita-cita luhur kemerdekaan. Anggota Laskar Putri Indonesia Surakarta rata-rata berusia 16 tahun ke atas.

Tangan para perempuan pelajar itu mungkin tak sekuat tangan prajurit pria. Namun, semua anggotanya justru sangat mahir menembak, berperang, bongkar pasang senjata, dan mengatur strategi.

Mereka dilatih layaknya latihan militer di asrama. Kerasnya latihan militer dengan segala keterbatasan persenjataan harus dilalui oleh semua anggota Laskar Putri Indonesia Surakarta.

Saat Belanda menyerbu pasukan mereka, hujan tembakan dari senjata otomatis milik pasukan Belanda menembus truk yang membawa Laskar Putri Indonesia Surakarta. Banyak dari mereka yang terluka. 

Meski demikian, mereka tetap tak gentar untuk mempertahankan Kota Solo yang ingin dikuasai Belanda saat itu. Mereka terbagi dalam beberapa kompi dan seksi, mulai dari kompi tempur hingga kompi yang membantu dapur umum di luar kota.

Sebagian dari mereka ditugaskan untuk membawa nasi dan lauk untuk diberikan ke pejuang-pejuang Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Perjuangan mereka juga tak kalah berbahaya saat bertugas sebagai penyusup di garis depan.

Mereka bertugas menyusupkan senjata dan granat di dalam kain sarung untuk para pejuang di garis depan. Sebagai perempuan, mereka menyamar sedemikian rupa agar tak diketahui Belanda sambil membawa senjata dan granat yang disembunyikan.

Selain itu, mereka juga mendapat tugas dari TKR untuk melakukan penyisiran bagi pendatang baru di Solo, baik dari jalur bus maupun kereta api. Tugas ini bertujuan untuk mencari para penyusup yang bekerja untuk kepentingan Belanda.

Selama bergabung di Laskar Putri Indonesia Surakarta, mereka tinggal di asrama yang bermarkas di Kompleks Balai Prajurit Batangan (Kedunglumbu) Solo. Area medan tempurnya pun tak hanya di Kota Solo, melainkan hingga ke kawasan Boyolali, Salatiga, Mranggen, Demak, Semarang, dan Yogyakarta.

Peran perempuan Solo yang sangat luar biasa dan berani ini kemudian diabadikan melalui sebuah tugu. Prasasti Laskar Putri Indonesia Surakarta yang masih berdiri kokoh menjadi pengingat keberanian para putri asal Solo yang berani dan tangguh.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini