Sukses

Kasus Covid-19 di Indonesia Naik Lagi, Waspada Varian Arcturus Meski Sudah Vaksin

Naiknya kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan virus berbahaya tersebut masih ada dan masih terus berpotensi menginfeksi siapa pun.

 

Liputan6.com, Jakarta - Naiknya kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan virus berbahaya tersebut masih ada dan masih terus berpotensi menginfeksi siapa pun, meski pandemi sudah terkendali. Hal itu diungkapkan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama.

"Kita tidak perlu menjadi panik karena memang pada dasarnya, Covid-19 masih ada. Bahkan (status) pandemi belum dicabut," kata Prof Tjandra, Rabu (12/4/2023).

Data Covid-19 di Indonesia per Rabu, 12 April 2023, menunjukkan ada kenaikan sebanyak 987 kasus positif dalam sehari, sementara angka kesembuhan hanya 346 orang, dan yang meninggal karena Covid-19 tefcatat ada 11 orang. Padahal untuk beberapa waktu lalu, Indonesia berhasil mempertahankan kasus positif harian di bawah 200 kasus. 

Namun saat ini tren kembali bergerak naik dari yang semula 300-an kasus per hari menjadi nyaris mendekati 1.000 kasus dalam satu hari. Angka kematian harian yang juga sudah lama di bawah lima kasus kematian ikut berada di atas 10 kasus dan kembali memberikan duka yang mendalam. 

Hal ini menjadi pengingat, katanya, meski terkendali atau pandemi akan dicabut nantinya, Covid-19 masih akan ada. Penambahan pasien yang sakit ataupun meninggal akibat Covid-19 juga masih akan ada, sama seperti kematian akibat penyakit menular lainnya. 

"Hanya saja kalau sudah tidak pandemi, maka angka kasus dan kematian akan terkontrol jauh lebih baik," ucapnya.

Menurutnya pemerintah perlu melakukan tiga upaya utama untuk menganalisa alasan kasus meningkat, supaya tren kenaikan yang signifikan tidak terjadi dan bisa diantisipasi. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain adalah peningkatan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) supaya dapat diketahui secara persis pola varian yang ada di Indonesia. 

Ia menyarankan agar penyelidikan epidemiologi (PE) diperdalam pada kasus-kasus yang ada. Selain itu, tentu cakupan vaksinasi booster tetap harus terus ditingkatkan, baik bagi kelompok rentan dan juga masyarakat luas. 

Prof Tjandra menyoroti beberapa negara memang sedang mengalami kenaikan kasus Covid-19 akibat varian baru XBB.1.16 atau Arcturus.

WHO bahkan mengatakan bahwa varian ini memang perlu diwaspadai.

"XBB.1.16 atau Arcturus is the next Omicron variant to watch (XBB.1.16 atau Arcturus adalah varian Omicron selanjutnya yang harus diperhatikan)," ujarnya. 

Sebab secara umum ada tiga kemungkinan dari varian baru Covid-19, pertama base scenario dimana berbagai varian yang ada sekarang ini, kedua best scenario atau kalau nanti ada varian baru yang lebih lemah. Sementara yang ketiga worst scenario atau bila ada varian baru yang lebih ganas. 

"Untuk kita anggota masyarakat biasa maka kita jelas tidak perlu panik. Kita tetap perlu waspada, yang belum dibooster segeralah mendapatkannya, dan kita jaga pola hidup sehat yang selama ini sudah kita kerjakan, serta ikutilah informasi kesehatan yang valid," katanya.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tetap Waspada Meski Sudah Vaksin

Sementara itu, Epidemiolog Dicky Budiman, mengatakan masyarakat harus tetap mewaspadai Covid-19 meski sudah divaksin, apalagi ada subvarian Arcturus.

"Masyarakat perlu waspadai Covid-19 subvarian Arcturus meskipun sudah di vaksin karena subvarian ini lebih efektif," katanya beberapa waktu lalu.

Dicky mengatakan subvarian XBB.1.16 (nama resmi subvarian Arcturus) merupakan turunan dari subvarian Omicron, namun subvarian ini lebih efektif karena terdapat mutasi spike protein yang menyebabkan virus lebih mudah menerobos masuk ke dalam sistem imun tubuh manusia. Sebelumnya di India terdapat lonjakan kasus Covid-19 yang diakibatkan oleh infeksi subvarian Arcturus sebanyak 6.155 kasus baru dalam 24 jam dengan jumlah total kasus aktif sebanyak 31.194 kasus per Sabtu (8/4/2023).

Dia juga mengatakan kondisi India hampir mirip dengan Indonesia dimana banyak masyarakat hidup di pemukiman padat penduduk yang tercampur antara masyarakat yang sudah dan belum divaksinasi.

"Kalau begitu kan ada herd immunity (kekebalan kelompok), tapi kok masih bisa tembus dan mengakibatkan banyak kematian? Ini kan harus dicurigai," kata peneliti di Universitas Griffith, Australia tersebut.

Dia mengatakan masyarakat harus mencurigai subvarian Arcturus apakah subvarian tersebut begitu efektif sehingga mampu menembus herd immunity masyarakat India ataupun terdapat pemicu lain seperti kualitas udara dan sanitasi yang buruk serta penyakit komorbid yang ada di India. Sejauh ini terdapat isu yang mengatakan subvarian Arcturus memiliki kekebalan tertentu terhadap beberapa jenis vaksin, namun isu tersebut ditepis oleh dr. Dicky karena belum ada penelitian lebih lanjut terkait hal itu.

Setidaknya tercatat 22 negara yang melaporkan kepada WHO (World Health Organization) yang melaporkan adanya infeksi Covid-19 subvarian Arcturus termasuk diantaranya Singapura dan Malaysia sebagai negara tetangga Indonesia.

"Bukan berarti Indonesia bebas, masalah klasiknya kan ada pada lemahnya pendeteksian. Bedanya sekarang herd immunity masyarakat Indonesia sudah membaik," kata Dicky.

Dicky mengingatkan agar tetap menjaga protokol kesehatan meski PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) telah dicabut, namun protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker, serta tidak berkerumun juga harus menjadi perilaku baru bagi masyarakat. Vaksinasi juga akan meringankan dari risiko subvarian Arcturus. Meskipun tidak sepenuhnya membuat kebal, setidaknya bisa menghindarkan dari risiko kematian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.