Sukses

Kisah Perjuangan Wahyudi, Jalan Kaki 36 Hari Sampai Lumpuh Demi Free Cargo Literacy

Wahyudi bersama tiga rekannya melakukan kampanye dengan berjalan kaki selama 36 hari agar kebijakan Free Cargo Literacy kembali diberlakukan.

Liputan6.com, Wonogiri Wahyudi (43) pria asal Wonogiri ini menjadi salah satu pegiat literasi di kota kelahirannya tersebut. Kepada Liputan6.com dirinya bercerita kisah perjalanannya ketika melakukan kampanye agar kebijakan Free Cargo Literacy tidak dihapus.

Wahyudi yang sejak 2015 mendirikan taman baca 'Rumah Baca Sang Petualang' di Dusun Tlogo Bandung, Desa Tirtosuworo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri.

Bagaimana sekolah-sekolah di daerahnya memang jauh dari kota besar,  sehingga dengan adanya rumah baca itu sangat membantu anak-anak sekolah di sana.

Meski denga biaya operasional dari kantong pribadinya, Wahyudi mengaku senang hati menjadi pegiat literasi untuk mengajarkan anak-anak di daerahnya untuk gemar membaca.

"Respons dan peminat anak-anak sekolah setiap hari sabtu belajar komputer. Khusus komputer bayarnya pakai sampah, bekas botol, koran dan bungkus kopi," katanya di Wonogiri, Rabu (30/11/2022).

 

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Diminati Anak-anak

Wahyudi melanjutkan, upayanya dalam mencerdaskan anak-anak di daerah pedalaman itu terkendala biaya pengiriman buku-buku yang dikirim oleh para relawan khususnya dari luar daerah. 

Maka, berbekal alasan itu Wahyudi bersama tiga rekannya melakukan kampanye dengan berjalan kaki selama kurang lebih 36 hari agar kebijakan Free Cargo Literacy kembali diberlakukan.

"Ketika jalan mau ke Jakarta menuntut kebijakan Free Cargo Literacy itu, saya sempat lumpuh di daerah Pemalang. Dua hari pemulihan di sana, dan didorong kursi roda sampai Cirebon," ujar dia.

Tak hanya perjuangan hingga sempet lumpuh, dia bahkan sempat ada dinamika selama perjalanan dengan rekannya. Hal itu semata-mata agar kebijakan yang pernah diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) setiap tanggal 17 per bulan pengiriman gratis untuk paket-paket buku untuk kebutuhan literasi itu berlaku lagi.

"Kebijakan belum ada payung hukum, jadi kebijakan itu sekarang gak diberlakukan. Kami merasa keberatan karena pengiriman buku dari relawan itu jauh dari luar kota," ucap Wahyudi.

 

3 dari 3 halaman

Program Jualan Pinjamkan Buku

Meski kampanyenya tersebut hingga hari ini belum kembali diberlakukan, dia terus menghidupkan program di taman bacanya. Seperti endog dadar pustaka jualan telor ceplok menggunakan sambil membawa buku.

"Anak-anak sambil pesen telur matang sambil baca buku yang kami bawa. Program ini untuk menjangkau anak-anak yang jauh dari taman baca," tutur dia.

Tak hanya itu, anak-anak di sekitar taman baca rumah baca sang petualang itu sangat diminati siswa sekolah dasar dan sekolah menengah. Bahkan, banyak dari siswa yang sering meminjam buku dari rumah baca sang petualang itu.

"Anak-anak yang menonjol prestasinya sering meminjam buku di sini. Buku paling banyak dicari biasanya buku dongeng, buku pelajaran, komik, novel," kata dia.

Sementara itu dalam beberapa waktu belakangan, Wahyudi menyebut aksi literasinya mulai mendapat tantangan dengan masuk ya akses internet ke desa. Tak sedikit anak yang lebih memilih bermain gawai daripada membaca buku di rumah baca sang petualang.

"Saingannya sekarang dengan akses internet dan anak-anak banyak yang sudah menggunakan handphone. Di sini kita lengkapi akses bermain agar mereka tak bosan," ucapnya.

Saat ini, Wahyudi mengaku bersama empat rekannya mengurus rumah baca sang petualang, di mana sebelumnya banyak yang membantunya. Dengan alasan sudah menikah sebagian rekannya memutuskan untuk tidak aktif di ruang literasi yang ia bangun dari biaya sendiri itu.

"Sekarang tinggal berempat. Dulu banyak, dengan gaji Rp500 ribu sejak awal membangun taman baca ini saya cicil beli buku dan peralatan lainnya," ujarnya.

Perjuangan dalam membangun taman baca di lingkungan pedesaan dengan kebijakan Free Cargo Literacy yang tidak mempunyai payung hukum tak lantas membuatnya patah semangat.

Ia masih tetap berdiri menjalankan rumah baca sang petualang dengan uang pribadi yang ia miliki. "Donatur kalau kirim bantuan buku dari luar kota biayanya mahal sekali. Semoga kebijakan dari pak Jokowi itu bisa segera diberlakukan lagi," katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.