Sukses

Upaya Mitigasi Bencana Menghadapi Pandemi Covid-19

Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir yang membawa dampak pada berbagai sektor kehidupan, mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, hingga masyarakat. Berbagai upaya dan terobosan telah dilakukan pemerintah untuk meminimalisasi dampak.

Liputan6.com, Yogyakarta - Beberapa studi menunjukkan dampak negatif  dari pandemi Covid-19 melahirkan perilaku individu yang tidak sehat, seperti kecemasan, kemarahan, kesedihan, efikasi diri lemah, mudah tersulut emosi, kecanduan gawai semakin marak, dan lain-lain. Sehingga, Indonesia perlu kebijakan mitigasi bencana yang tengah menghadapi pandemi Covid-19.

"Perilaku ini terjadi tidak hanya terjadi di lingkungan kecil keluarga dan interaksi personal, namun juga mencakup komunitas yang lebih besar seperti tempat kerja, sekolah, dan masyarakat umum," kata Dosen Fakultas Psikologi UGM, Diana Setiyawati dalam rilis yang diterima Senin (10/1/2022). 

Diana mengatakan belajar dari pandemi Flu Spanyol, bayi-bayi yang dikandung dan dilahirkan pada masa pandemi ditemukan mengalami risiko kesehatan dan disabilitas yang lebih tinggi. Sebab, bayi-bayi tersebut melalui tahap perkembangan krusialnya ketika sistem kesehatan sedang difokuskan pada penanggulangan pandemi. 

Oleh karena itu, dalam situasi ini, kajian psikologi menjadi penting untuk dilakukan secara mendalam dan cermat untuk memberikan masukan analisis situasi dan mitigasi dampak jangka menengah dan jangka panjang pandemi Covid-19. Sebagai langkah antisipasi, Diana dan tim dari Fakultas Psikologi UGM yaitu Indrayanti, Elga Andriana,  Hanifah Nurul Fatimah, Haiyun Nisa, Harlina Nurtjahyanti, dan Annisa Reginasari merumuskan rekomendasi kebijakan dalam sebuah policy brief.

Menurutnya, policy brief ini untuk mendukung upaya mitigasi dampak menengah dan panjang dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Rekomendasi disusun menggunakan pendekatan rentang perkembangan manusia yang berinteraksi dengan tiga sektor penting dalam sistem sosial yaitu keluarga, sekolah, dan tempat kerja.

Rekomendasi kebijakan jangka menengah disusun untuk keluarga, pendidikan, tempat kerja dan masyarakat. Untuk keluarga, orangtua diharapkan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pengasuhan lima tahun pertama maksimal bagi anak yang lahir di masa pandemi. Selain itu, juga memiliki keterampilan mendampingi anak dalam mengakses konten digital sehingga proses penggunaannya menjadi tepat sasaran.

"Lalu dalam sistem pendidikan perlu dilakukan penyusunan ragam kurikulum yang sesuai untuk metode pembelajaran jarak jauh, tatap muka maupun bauran antara keduanya. Hal ini tentunya perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas guru sehingga mampu merancang pembelajaran dengan tepat," katanya.

Berikutnya, di tempat kerja penting untuk menyusun rancangan pedoman bekerja di era kenormalan baru. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mewujudkan lingkungan kerja yang sehat dan tercapainya kesejahteraan psikologis para pekerja.

Selanjutnya, pada tataran masyarakat umum perlu identifikasi potensi antargenerasi yang dapat meningkatkan kesehatan fisik dan jiwa seluruh komponen yang terlibat, baik anak, remaja, dewasa atau lansia agar menjadi lebih berdaya dalam menghadapi pandemi.

Sementara itu, rekomendasi jangka panjang yang ditawarkan adalah melakukan penguatan sistem pelayanan kesehatan jiwa di layanan primer yaitu puskesmas. Di samping itu juga penguatan sistem kesehatan jiwa berbasis sekolah.

"Penyusunan program kebijakan dan strategi yang mendukung kebutuhan yang berbeda dari para pekerja dan adanya program mentoring psikologis sebagai upaya family learning bagi orangtua yang bekerja sehingga dapat berperan dengan maksimal," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.