Sukses

Menerka Jejak Sejarah Ribuan Koleksi Museum Sang Nila Utama Riau

Ribuan koleksi Museum Sang Nila Utama Riau belum terdeskripsi dengan baik sehingga butuh penelitian untuk mengetahui sejarah peninggalan suatu benda.

Liputan6.com, Pekanbaru - Dari museum bisa belajar sejarah dan melihat bukti jejak orang terdahulu. Dari tempat ini juga bisa diketahui perkembangan sebuah peradaban dari masa ke masa, bagaimana orang dahulu menjalankan hidup.

Di Riau sendiri, ada sebuah museum dikelola dinas kebudayaan setempat. Terletak di jantung Kota Pekanbaru, persisnya di pinggir Jalan Jenderal Sudirman di depan gedung DPRD Riau, ada 4 ribu koleksi benda sejarah di sana.

Bernama Sang Nila Utama, sekilas gedung dua lantai ini cukup representatif sebagai wadah koleksi peninggalan bersejarah. Namun, ada beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan pemerintah setempat.

Salah satunya, kata kurator museum sekaligus koordinator pemandu pengunjung, Endrizal, masih ada 3 ribu koleksi lebih belum terdeskripsi dengan baik. Sejauh ini hanya sebatas penelitian awal tanpa tindakan lebih lanjut.

"Dari deskripsi, kita akan tahu perjalanan sejarah dari sebuah koleksi benda ataupun peninggalan sejarah. Saat ini baru seribu koleh yang terdeskripsi dengan baik," kata pria 57 tahun dipanggil Atuk ini, Kamis siang, 10 Okotober 2019.

Atuk menerangkan, sejatinya setiap peninggalan harus disurvei dan diteliti lokasi penemuannya. Dari sana akan ketahuan ada atau tidaknya sebuah peradaban pada zaman dahulu.

Di samping deskripsi, Atuk menyebut koleksi di Museum Sang Nila Utama masih kurang. Hal ini melihat perkembangan museum di berbagai daerah yang pernah dikunjunginya.

"Harapannya bisa ditambah koleksi di museum ini," ucap pria yang sudah 27 tahun bekerja sebagai kurator ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jenis Koleksi

Dia menjelaskan, Museum Sang Nila Utama selalu ramai dikunjungi, khususnya bagi anak sekolah. Tiap harinya, kecuali hari libur, murid ataupun pelajar datang melihat benda sejarah peninggalan Melayu ataupun kerajaan Sriwijaya di Riau.

Peninggalan Sriwijaya di museum bisa dilihat dari replika Candi Muara Takus. Kemudian kerajaan Melayu bisa dilihat dengan replika Istana Siak hingga peninggalan busana Melayu sejak dahulu.

"Kalau candi itu termasuk koleksi dari sisi bangunan bersejarah. Kan ada 10 jenis benda yang bisa dikoleksi museum," katanya.

Dari sisi arkeologi, museum punya koleksi bernama batu keong atau siput. Sejatinya, batu ini berasal dari bongkahan kayu tercampur zat besi dan silikon lalu mengeras karena pengaruh panas bumi.

Bongkahan kayu ini lalu mengeras layaknya batu dan disebut-sebut sudah berusia 5 juta tahun. Batu ini diklaim terbentuk ketika Pulau Jawa dan Sumatra masih bersatu pada zaman dahulu.

"Sudah ada arkeolog yang meneliti, batu ini ditemukan di Kecamatan XIII Koto Kampar," sebut Atuk.

Selain itu, adapula keramik atau guci peninggalan Kerajaan Melayu Malaka. Keramik ini ditemukan di dasar laut Selat Melaka di sebuah bangkai kapal yang diklaim sebagai armada perang orang Melayu saat itu.

"Berikutnya ada koleksi etnografi atau menggambarkan peradaban orang Riau pada zaman dahulu. Salah satunya alat digunakan masyarakat Sakai dan tidak diproduksi lagi," ucap Atuk.

3 dari 3 halaman

Perlu Tata Letak Bagus

Menurut Atuk, pandangan pengunjung terhadap koleksi beragam. Dengan kata lain, tidak ada koleksi yang dijadikan masterpiece oleh pihak museum sehingga diperlakukan dan dijaga secara istimewa.

"Karena museum di Riau ini sangat umum, yang namanya koleksi sejarah tentu istimewa semua," sebut Atuk.

Dengan gedung cukup representatif sekarang, bukan berarti Atuk tidak mengharapkan perbaikan. Dia ingin pemerintah setempat memperhatikan lagi kemajuan museum dari segi sarana dan prasarana.

Begitu juga halnya dengan infrastruktur serta tempat koleksi disimpan. Atuk ingin museum ini diperluas lagi ataupun ditambah gedung penyimpan koleksi.

"Berikutnya dari sisi pencahayaan dan tata letak koleksi, ini masih sangat perlu diperhatikan," terang Atuk.

Dia menjelaskan, tidak semua koleksi ditampilkan di ruang utama. Hal itu mengingat bentuk dan jenis koleksi yang terkadang tidak bisa dilihat semua umur.

"Ada tengkorak misalnya, dari zaman penjajahan dulu. Anak-anak bisanya takut, jadi diletakkan di ruang lain, masih bisa dilihat," terang Atuk.

 

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.