Sukses

Jerat Maut Ungkap Jejak Pelaku Bidik Harimau Sumatera

Kepala BBKSDA Riau Suharyono menemukan kejanggalan karena jerat yang dipasang E tidak melintang di permukaan tanah. Jerat ini punya ketinggian selutut hingga pinggang manusia.

Liputan6.com, Pekanbaru - Penyelidikan terhadap pria berinisial E yang memasang jerat sehingga menyebabkan harimau Sumatera betina mati di Kabupaten Kuansing akhirnya tetap dipegang Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KHLK) Wilayah II Sumatera.

Penyelidikan tidak jadi dilimpahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Namun, kepolisian tetap diminta mengawal kasus tersebut sampai E ditetapkan sebagai tersangka dan didudukkan di kursi pesakitan.

Hanya saja, sejak diserahkan BBKSDA pada Senin, 1 Oktober 2018, status E masih saksi. Penetapan tersangka belum dilakukan karena alat bukti terus dikumpulkan.

"Belum tersangka, tapi akan dituntaskan karena menyebabkan kematian pada harimau, satwa dilindungi pemerintah," kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono, Kamis (4/10/2018).

Suharyono mengaku, sudah berbincang dengan E usai kematian satwa belang di perbatasan Desa Muara Lembu dan Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi, pada Rabu, 26 September 2018.

E mengaku memasang jerat itu untuk berburu babi. Meski demikian, Suharyono menemukan kejanggalan karena jerat yang dipasang E tidak melintang di permukaan tanah. Jerat ini punya ketinggian selutut hingga pinggang manusia.

"Tali yang digunakan juga tidak biasa, nilon besar. Jadi, dugaannya memang untuk harimau," kata Suharyono.

Di samping itu, tambah Suharyono, E sudah mengetahui adanya keberadaan harimau Sumatera di kawasan itu dan tidak memberitahukan ke petugas. E juga tahu perlintasannya dan memasang jeratnya di sana.

"Ada tiga jerat yang dipasang, satunya mengenai harimau yang mati itu. Semuanya sudah dibersihkan," kata Suharyono.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jejak Harimau Jantan

Menurut Suharyono, lokasi itu tidak hanya didiami satu harimau. Diduga ada juga pejantan, karena tidak mungkin harimau betina hamil tanpa ada pasangannya.

"Ya pasti ada, tapi harimau jantan itu wilayah jelajahnya lebih luas dan teritorial," jelas Suharyono.

Untuk E, jika ditetapkan tersangka, Suharyono menyebut bisa dikenai Pasal 21 Undang-Undang Nomor 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

"Penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta," tegas Suharyono.

Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Gidion Arif Setiawan menyatakan, kasus ini merupakan atensi pihaknya dan terus memantau perkembangan dari Balai Gakkum LHK.

"Penanganan perkara kita lakukan bersama-sama. Nanti kita lihat hasil pemeriksaan," ucap Arif.

Sebelumnya, harimau betina ditemukan tak bernyawa pada Rabu siang, 26 September 2018, di tepi jurang. Laporan adanya harimau terjerat diterima Selasa siang, 25 September 2018.

Petugas menemukan harimau itu sudah mati dengan posisi menggantung. Di bagian perutnya masih terbelit erat tali jerat yang membuat bagian pinggangnya menyempit.

Datuk Belang ini dibawa ke Pekanbaru dan dibedah sebelum dikuburkan. Empat dokter hewan yang membedah menemukan dua janin di perut harimau ini. Satu janin berjenis kelamin jantan dan satu lagi betina.

Dokter juga menyimpulkan satwa ini akan melahirkan 14 hari ke depan kalau tidak mati. Harimau ini diperkirakan masih muda dan merupakan kehamilan pertama, melihat dari struktur rahim dan susunan giginya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.