Sukses

Perludem: Komunikasi Publik KPU Pada Tahapan Pilkada Buruk

Menurut Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, KPU harus berada di baris terdepan pada penyelenggaraan Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, kemampuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat buruk dalam membangun komunikasi publik terkait proses tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, penyelenggara pemilu terlihat di belakang pemerintah pada masa Pilkada 2020.

"Komunikasi publik KPU yang bagi saya sangat buruk. Karena di tengah situasi pandemi ini kan mengubah kita dalam banyak hal untuk berkomunikasi, berinteraksi. Tetapi ternyata dalam sejauh ini pengamatan kami pemerintah itu seolah-olah berada jauh lebih di depan ketimbang penyelenggara Pemilu," kata Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini dalam diskusi Pilkada di Tengah Pandemi, Sabtu (26/9/2020). 

Semestinya, lanjut Titi, KPU harus berada di baris terdepan pada penyelenggaraan Pilkada. KPU harus bisa mempertahankan posisi tersebut sebagai penyelenggara pemilu.

"Jadi salah satu yang menjadi catatan dalam praktik Pemilu di dunia internasional adalah kemampuan membangun komunikasi publik yang jelas dan transparan soal bagaimana perkembangan dan keamanan kesehatan tahapan dan seterusnya," tuturnya.

Dia pun mengkritik KPU soal protokol kesehatan. Harusnya, lanjut Titi, KPU introspeksi diri. Karena bila tidak publik akan mempertanyakan fungsi KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Lalu keberlakuan protokol kesehatan, KPU harus introspeksi diri. Kalau ini dibiarkan nanti publik justru bisa mempertanyakan eksistensi KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang dibentuk konstitusi," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Akses Informasi Digital

Selain itu, kata Titi, KPU perlu memikirkan akses pemberian informasi digital dalam proses penyelenggaran Pilkada 2020.

Tujuannya untuk masyarakat kelompok rentan seperti masyarakat adat, kelompok miskin, perempuan yang mungkin terdomestikasi, penyandang disabilitas, dan seterusnya.

"Itu yang saya kira juga harus kita pikirkan di antara banyak narasi-narasi soal digital. Karena memang tidak semua bisa dijangkau dengan digital kalau sekedar hanya mengandalkan digital. Yang paling diuntungkan itu adalah petahana, karena yang paling punya modalitas ya petahana sebenarnya," tandas Titi.

 

Reporter: M Genantan Saputra

Sumber: Merdeka 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.