Sukses

Kendaraan Listrik Bisa Menghemat Devisa hingga Rp 798 Triliun

Rencana pemerintah untuk mengembangkan kendaraan listrik di dalam negeri rupanya diklaim dapat menghemat devisa. Jika ekosistem elektrifikasi berhasil dilaksanakan, maka penghematan devisa diperkirakan mencapai sekitar Rp 798 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah untuk mengembangkan kendaraan listrik di dalam negeri rupanya diklaim dapat menghemat devisa. Jika ekosistem elektrifikasi berhasil dilaksanakan, maka penghematan devisa diperkirakan mencapai sekitar Rp 798 triliun.

Hal ini dikatakan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Besaran angka diperoleh, lantaran kendaraan listrik dapat menekan pemakaian BBM. Serta mengurangi ketergantungan pada impor BBM, dengan efisiensi sebesar itu.

Makanya sebagai regulator, Pemerintah mengaku siapkan fasilitas insentif fiskal dan infrastruktur. Tak lain, agar akselerasi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia berjalan kencang. Untuk itu dibutuhkan harmonisasi regulasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan.

Jokowi meminta agar perencanaan pengembangan kendaraan listrik dilakukan secara terpadu. Juga saling terintegrasi antar kementerian, lembaga, dan swasta. “Baik dari sisi risetnya, inovasinya, anggarannya, sampai dengan penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan. Kita memiliki nikel, kobalt, dan mangan. Itu menjadi sangat penting sekali dalam menyiapkan baterai untuk kendaraan listrik. Sehingga strategi bisnis negara ini harus mulai diatur,” terang Presiden dalam rilis resmi.

Terkait fasilitas fiskal, Menperin mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. “Setelah disepakati dan sesuai arahan ratas, selanjutnya dikoordinasikan dengan Menko Perekonomian dan Kemaritiman untuk persiapan Perpresnya. Kemudian, Menkeu akan berkonsultasi dengan Komisi XI DPR,” papar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, usai mengikuti rapat terbatas program kendaraan listrik di kantor Presiden.

Namun realisasi Perpres itu molor. Padahal Menperin menjanjikan akhir 2018 bisa selesai dan langsung tancap gas. Penyusunan dan formulasi Perpres kini masih berlangsung. Regulasi ini penting, sebagai payung hukum pelaku indsutri. Jadi, di dalamnya terkandung persyaratan mengatur siapa saja yang berhak menggunakan fasilitas insentif. Berupa fiskal dan nonfiskal dengan mempertimbangkan TKDN.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Dalam implementasinya nanti, pada tahap awal, diberlakukan dengan bea masuk 0%. Lalu ada penurunan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor listrik.“Jadi, langkah strategis sudah disiapkan secara bertahap. Sehingga kita bisa melompat untuk menuju produksi mobil atau sepeda motor listrik. Harapannya yang berdaya saing pasar domestik maupun ekspor,” imbuhnya.

Lagi-lagi benang merahnya pada kendaraan listrik. Jika aturan selesai dan diterapkan, upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) bukan wacana lagi. Pemerintah mematok reduksi gas buang sebesar 29% pada 2030. Dan salah satu fokus lainnya, memacu produksi kendaraan Carbon Emission Vehicle (LCEV). Termasuk di dalamnya kendaraan listrik. “Target kami pada 2025, populasi mobil listrik diperkirakan tembus 20%. Angkanya sekitar 400.000 unit dari total 2 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri,” pungkasnya. 

Sumber: Oto.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.