Liputan6.com, Jakarta - Fenomena alam yang tak biasa terjadi di Indonesia. Di tengah prediksi musim kemarau 2025 yang dimulai April hingga Juni, beberapa wilayah justru diguyur hujan deras di bulan Mei. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun memberikan penjelasan terkait anomali cuaca ini. Hujan deras yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia di bulan Mei, yang seharusnya sudah memasuki musim kemarau, menimbulkan pertanyaan besar. BMKG memberikan penjelasan ilmiah terkait fenomena ini.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramadhani, menjelaskan bahwa bulan Mei masih merupakan masa peralihan musim atau pancaroba. "Bulan Mei ini secara umum masih berada dalam masa peralihan musim dari hujan ke kemarau. Ditandai dengan cuaca panas pada pagi dan siang hari serta potensi hujan di sore atau malam hari," jelas Andri dikutip, Jumat (9/5/2025).
Baca Juga
Kejadian hujan deras di tengah musim kemarau ini, menurut BMKG, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah dinamika atmosfer yang kompleks. Selain itu, keberadaan bibit siklon 92S yang terpantau sejak 2 Mei 2025 juga berperan penting dalam memicu hujan lebat di beberapa daerah, khususnya di Jabodetabek.
Advertisement
Dinamika Atmosfer dan Bibit Siklon 92S
Andri menambahkan, bibit siklon 92S yang bergerak ke arah barat dan barat daya memicu pertemuan massa udara (konvergensi). Pertemuan massa udara ini, ditambah dengan faktor angin, menyebabkan intensitas hujan yang tinggi di beberapa wilayah. "Yang paling dominan adalah keberadaan bibit siklon 92S yang mulai terpantau sejak 2 Mei 2025 pukul 13.00 WIB di sekitar perairan Jawa Tengah," tambah Andri.
Selain itu, faktor angin yang membawa massa udara lembap juga berkontribusi pada tingginya curah hujan. Bahkan, petir juga ikut berperan dalam meningkatkan intensitas hujan di sejumlah pulau di Jawa. Kondisi ini juga berdampak pada peningkatan kecepatan angin dan gelombang laut di Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Bali.
BMKG mencatat, pada 4 Mei 2025 pukul 07.00 WIB, bibit siklon 92S sudah tidak terpantau secara aktif. Namun, pola tekanan rendah yang sebelumnya terisolasi dengan sistem tersebut masih terdeteksi. BMKG terus memantau perkembangannya dan menganalisis potensi dampaknya terhadap pola cuaca dalam beberapa hari ke depan.
Advertisement
Waspada Bencana Hidrometeorologi
Meskipun bibit siklon 92S sudah tidak aktif, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi. Bencana ini dapat terjadi akibat peningkatan intensitas hujan di musim kemarau, seperti banjir, angin puting beliung, angin kencang disertai petir, dan tanah longsor.
Sebagai contoh, hujan lebat di beberapa wilayah DKI Jakarta pada periode tersebut menyebabkan banjir di 6 RT di Jakarta Selatan. Satu ruas jalan di Mampang bahkan tidak dapat dilalui akibat banjir tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.
BMKG menekankan pentingnya untuk selalu memantau informasi cuaca terkini dari sumber terpercaya, seperti BMKG, untuk mengantisipasi dampak dari anomali cuaca ini. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang mungkin terjadi.
"BMKG terus memantau perkembangan sistem ini dan menganalisis potensi dampaknya terhadap pola cuaca dalam beberapa hari kedepannya," pungkas Andri.
Infografis
Advertisement