Sukses

5 Pernyataan Keluarga Usai Tewasnya Mahasiswa STIP Jakarta Diduga Dianiaya Senior

Pihak keluarga mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran atau mahasiswa STIP Jakarta yang tewas usai diduga dianiaya oleh seniornya di kampus angkat bicara.

Liputan6.com, Jakarta - Pihak keluarga mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran atau mahasiswa STIP Jakarta yang tewas usai diduga dianiaya oleh seniornya di kampus angkat bicara.

Pihak keluarga meminta STIP Jakarta bertanggungjawab atas meninggalnya mahasiswa junior tingkat satu Putu Satria Ananta Rustika (19) yang meninggal dunia tersebut.

Korban mahasiswa STIP Jakarta meninggal diduga akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya pada Jumat 3 April 2024.

"Saya mau tuntut yang mukul itu dan pihak sekolah, karena anak saya sebelumnya sehat-sehat aja," kata Nyoman Budi Arto selaku Paman dari P kepada wartawan, Sabtu 4 Mei 2024.

Budi mengaku mendapatkan informasi kematian P pada Jumat pukul 09.00 WIB. Keluarga dikabarkan oleh pihak kampus.

"Di kabarin kemarin jam 9 pagi sama pihak kampus," ujar Budi.

Sementara itu, jenazah Putu Satria Ananta Rustika (P) dimakamkan dengan secara adat Bali dan dibawa usai autopsi dari RS Polri Kramat Jati ke kampung halamannya.

"Jadi rencananya almarhum langsung dibawa ke Bali besok, cuma karena ada prosesi ngaben ya untuk minggu depan acara internal keluarga," ucap kuasa hukum keluarga, Tumbur Aritonang di RS Polri Kramatjati, Sabtu 4 Mei 2024.

Namun, kata Tumbur, dirinya perlu berkordinasi terlebih dahulu dengan penyidik kepolisian seraya dengan hasil visum yang nantinya diserahkan oleh pihak kepolisian juga keterangan dari pihak keluarga korban.

"Kalau bisa didahulukan dulu biar lebih cepet gitu kan, biar keluarga bisa mengadakan acara di Bali proses pemakaman," ucap Tumbur.

Berikut sederet pernyataan pihak keluarga usai kasus tewasnya mahasiswa STIP Jakarta diduga akibat dianiaya senior dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Ungkap Akan Tuntut Pihak Sekolah

Pihak keluarga meminta Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta bertanggungjawab atas kematian P (19) seorang mahasiswa tingkat satu di kampus tersebut. Korban tewas diduga akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya pada Jumat 3 Mei 2024.

"Saya mau tuntut yang mukul itu dan pihak sekolah, karena anak saya sebelumnya sehat-sehat aja," kata Nyoman Budi Arto selaku Paman dari P kepada wartawan, Sabtu 14 Mei 2024.

Budi mengaku mendapatkan informasi kematian P pada Jumat pukul 09.00 WIB. Keluarga dikabarkan oleh pihak kampus.

"Di kabarin kemarin jam 9 pagi sama pihak kampus," ujar dia.

Budi menyampaikan, P diduga kuat menjadi korban kekerasan senior di kampus. Hal itu diketahui dari rekan-rekan P. Menurut keterangan, korban sebelumnya digiring oleh senior ke arah toilet.

"Di bawa ke toilet terus langsung dihajar sama seniornya sampai pingsan. Saya tanya temannnya saya cocokin yang di berita polisi ya sama kaya gitu," terang dia.

Atas hal itu, Budi meminta pertanggungjawaban kampus. Dia juga menutut pelaku agar mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

"Dihukum berat dihukum setimpal-timpalnya. Saya punya anak digituin, seandainya juga dia punya anak digituin juga gimana. Saya akan tuntut, pihak kampus juga akan saya tuntut," papar Budi.

 

3 dari 6 halaman

2. Jenazah Dimakamkan Secara Adat di Bali

Mahasiswa STIP Jakarta inisial P bakal dimakamkan dengan secara adat Bali. Rencananya, korban akan bakal diberangkatkan ke kampung halamannya Minggu (5/5/2024).

P merupakan taruna tingkat satu yang menjadi korban diduga penganiayaan oleh seniornya tingkat dua hingga menyebabkan tewas.

"Jadi rencananya almarhum langsung dibawa ke Bali besok, cuma karena ada prosesi ngaben ya untuk minggu depan acara internal keluarga," ucap kuasa hukum keluarga, Tumbur Aritonang di RS Polri Kramatjati, Sabtu 4 Mei 2024.

Namun, kata Tumbur, dirinya perlu berkordinasi terlebih dahulu dengan penyidik kepolisian seraya dengan hasil visum yang nantinya diserahkan oleh pihak kepolisian juga keterangan dari pihak keluarga korban.

"Kalau bisa didahulukan dulu biar lebih cepet gitu kan, biar keluarga bisa mengadakan acara di bali proses pemakaman," jelas dia.

Terkait dengan kematian P, pihak keluarga telah mendapatkan kabar dari kampus bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia. Almarhum sempat di bawa ke RS Tarumajaya guna penanganan awal, lalu dipindah ke RS Polri Kramatjati guna dilaksanakan autopsi.

Tumbur mengatakan, proses autopsi sudah berjalan sejak pagi tadi dan hingga saat ini masih berproses.

"Tadi saya dapat informasi jam 9, selesai mungkin jam 3," tutup Budi.

Pihak keluarga korban berharap akan kasus ini dapat diungkapkan secara terbuka dan pelaku dapat diberikan ganjaran hukuman yang setimpal.

 

4 dari 6 halaman

3. Pihak Keluarga Temukan Banyak Luka di Tubuh Jenazah

Mahasiswa STIP Jakarta Putu Satria Ananta Rustika (19) alias P, diduga jadi korban penganiayaan oleh senior tingkat dua di salah satu toilet kampus. Akibat penganiayaan tersebut, korban mengalami luka lebam hampir di seluruh tubuhnya.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum keluarga korban, Tumbur Aritonang yang melihat potongan video pada tubuh Putu.

"Jadi kami tadi ngobrol sama tante korban ditunjukin juga tadi ada video. Kalau secara kasat mata memang ada luka lebam di sini, di tangan, di perut hampir sekujur tubuhlah," kata Tumbur.

Menurut dia, luka yang didapatkan oleh Putu adalah akibat adanya dugaan tindak kekerasan. Terlebih menyebabkan korban meninggal dunia. Padahal pelaku sewaktu masih bersekolah dikenal sebagai mahasiswa yang rajin dan berprestasi.

"Pihak keluarga menyampaikan ke saya almarhum berprestasi, pinter, baik, enggak aneh-aneh, enggak ada musuh," ucap Tumbur.

 

5 dari 6 halaman

4. Minta Saksi Dilindungi

Tumbur kemudian menyebut pihak keluarga meminta tidak ada pihak yang mengintervensi kasus penganiayaan tersebut. Mereka juga meminta agar pihak kampus melindungi saksi-saksi yang mengetahui peristiwa penganiayaan hingga menewaskan Putu.

"Saya lebih khawatir ke saksi ya, jadi tarunanya yang memang tahu, yang memang melihat, tolong dijaga sama STIP. Dia pasti takutlah," kata Tumbur.

Sejumlah saksi itu dianggap Tumbur yang mengetahui secara persis kejadiannya. Bahkan, kata dia, berdasarkan rekaman CCTV yang telah diamankan oleh pihak kepolisian, terlihat secara jelas pihak-pihak mana saja yang ada di lokasi penganiayaan.

"Jadi tahulah siapa yang mukul, berapa orang, siapa, digotongnya," ucap dia.

Pihak keluarga juga berpesan kepada kampus STIP Jakarta agar profesional untuk mengungkapkan kasus itu secara gamblang. Tidak menutup-nutupi, sehingga tidak ada kejadian serupa di kemudian hari.

"Saya juga minta tadi, 'tolong pak yang kira-kira tau dilindungilah'. Dia pasti sangguplah. Jadi kalau memang STIP secara profesional dan itikad baik membantu, saya rasa keluarga enggak sampai situ (menuntut)," ujar Tumbur.

 

6 dari 6 halaman

5. Sebut Terduga Pelaku Penganiayaan hingga Tewas Lebih dari Satu Orang

Tumbur mengatakan, menurut pihak keluarga, terduga pelaku tidak sendirian pada saat melakukan penganiayaan.

"Kalau pun ada 1 atau 4 (pelaku), kalau pun dia gak mukul tapi ada disitu, megangin misal, seharusnya dia jadi tersangka. Enggak bisa dia beralibi seperti, saya cuma lihat doang, saya enggak mukul atau saya cuma pegangin doang," ungkap dia.

Tumbur beralasan pada saat penganiayaan Putu terjadi terdapat orang lain yang keluar masuk kamar mandi. Hal itu berdasarkan informasi yang diterimanya.

"Kami minta tolong diusut secara tuntas karena keluarga gak yakin ini 1 lawan 1, 1 pelaku melawan almarhum Putu itu gak yakin. Siapa saja orang yang ada di dalam saat kejadian, pas sudah kejadian siapa yang keluar, itu yang kalau yang saya dengar infonya ada 4 orang, cuman saya belum pastikan berapa orang total pelakunya," papar dia.

Oleh karenanya, pihak keluarga berharap agar kepolisian yang menangani kasus tersebut dapat menjerat orang yang terlibat dalam kasus penganiayaan berhujung tewasnya salah seorang taruna angkatan satu itu.

Sebab orang yang turut melihat atau pun membantu dikatakannya juga dapat dijerat hukuman seperti tersangka.

"Ada pelaku satu kakak tingkat dua, baru dia sih (yang dinyatakan sebagai pelaku oleh polisi), cuma pada dasarnya kami, saya mewakili pihak keluarga gak yakin itu satu orang," pungkas Tumbur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.