Sukses

7 Respons Mulai Umat Hindu, Menteri, hingga Ketua MPR soal Rencana KUA Jadi Tempat Pernikahan Semua Agama

Belum lama ini, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, Kantor Urusan Agama (KUA) akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, Kantor Urusan Agama (KUA) akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama.

Menurut Yaqut, dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, diharapkan data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.

Namun rupanya, hal itu menuai beragam tanggapan pro dan kontra. Salah satunya, umat Hindu yang menyambut baik rencana Menag Yaqut untuk menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan semua agama tersebut.

"Umat Hindu seluruh Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Gus Men (Menag Yaqut). Umat mengapresiasi rencana ini, karena bisa dapat memberikan kemudahan," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) I Nengah Duija, dikutip dari laman Kemenag, Selasa 27 Februari 2024.

I Nengah Duija mengatakan, kemudahan yang dapat dirasakan oleh umat Hindu, khususnya terkait dengan pencatatan nikah.

Namun, Wakil Ketua MPR RI yang juga politikus senior PKS Hidayat Nur Wahid mengkritik rencana Menag Yaqut.

HNW sapaan akrabnya, menjelaskan rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

"Usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam. Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas," kata HNW dalam keterangannya.

"Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI," sambung dia.

Berikut sederet respons sejumlah pihak soal rencana Menag Yaqut menyebut KUA akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

1. Guru Besar UIN Jakarta Sebut Sangat Rasional

Kementerian Agama hendak menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pelayanan pencatatan perkawinan semua agama. Hal itu menuai banyak sorotan.

Menanggapi hal itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, mengatakan, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.

"Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung," kata Tholabi seperti dikutip Senin 26 Februari 2024.

Dia mencatat, konsolidasi aturan melalui berbagai aspek, baik regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) harus dimatangkan.

Misalnya, dari sisi regulasi, eksplisit maupun implisit masih menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk Muslim dan pencatatan perkawinan bagi non Muslim.

"Soal regulasi membutuhkan energi yang tidak ringan. Seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA)," urai Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini.

Tholabi mengingatkan, gagasan terkait dipastikan berdampak pada persinggungan dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antar instansi.

"Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan," kata dia.

Di bagian lainnya, Tholabi juga memotret tentang satuan kerja yang membidangi masalah Kantor Urusan Agama (KUA), yakni Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Menurut dia, perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial.

"Saya kira, jika urusan internal organisasi di Kementerian Agama tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja," ungkap Tholabi.

Di aspek lainnya, Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) ini juga menyebutkan soal kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi pelayanan yang prima kepada masyarakat.

"SDM adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan," pungkas Tholabi.

 

3 dari 8 halaman

2. Umat Hindu Dukung Rencana Menag Yaqut

Umat Hindu menyambut baik rencana Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pernikahan semua agama. Hal ini dikemukakan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu (Dirjen Bimas Hindu) I Nengah Duija, di Jakarta.

"Umat Hindu seluruh Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Gus Men (Menag Yaqut). Umat mengapresiasi rencana ini, karena bisa dapat memberikan kemudahan," tutur I Nengah Duija, dikutip dari laman Kemenag, Selasa 27 Februari 2024.

Kemudahan yang dapat dirasakan oleh umat Hindu, menurut I Nengah Duija, khususnya terkait dengan pencatatan nikah.

"Kami (nantinya) menjadi sangat mudah dalam proses pencatatan perkawinan. Setelah upacara keagamaan, catatan pernikahan dilakukan di KUA yang nanti terkoneksi dengan Dukcapil sehingga amat memudahkan," tutur I Nengah Duija.

Sebagai tindak lanjut atas arahan Menag tersebut, saat ini ia bersama Dirjen-dirjen Bimbingan Masyarakat lainnya juga sedang mengkaji berbagai peraturan terkait.

"Mudah-mudahan program ini cepat bisa direalisasikan dan dinikmati umat Hindu di Indonesia," ucap dia.

 

4 dari 8 halaman

3. Menko PMK Dukung Usulan KUA Jadi Tempat Pernikahan Semua Agama

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendukung penuh usulan Kementerian Agama yang akan menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama.

"Pak Menteri Agama, kan sudah beri penjelasan dan saya dukung penuh itu. Namanya saja KUA, Kantor Urusan Agama bukan Kantor Urusan Agama tertentu. KUA bukan KUI, karena itu kalau semua agama mendapatkan pelayanan yang sama di satu kantor, itu saya kira bagus," ujar Muhadjir dilansir dari Antara, Rabu 28 Februari 2024.

Muhadjir mengatakan, pelaksanaan nikah di KUA dapat dilaksanakan sesuai aturan masing-masing agama. Bahkan, dirinya mendorong agar KUA memiliki tempat yang representatif untuk menyelenggarakan resepsi.

"Di beberapa daerah saya lihat juga sudah ada aulanya, untuk acara resepsinya di samping gedung misalnya. Saya kira lebih praktis, lebih simpel," tandas Muhadjir.

 

5 dari 8 halaman

4. Persiapan Kemenag, Persilahkan Siapa Saja Berkomentar

Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyiapkan transformasi Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi pusat layanan lintas agama. Hal itu bertujuan untuk memperluas akses layanan bagi seluruh umat beragama.

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Zainal Mustamin mengatakan, pihaknya telah memetakan 40 layanan keagamaan yang potensial untuk disediakan di KUA. 40 jenis layanan ini masih potensial dan perlu didiskusikan lebih lanjut dengan Ditjen Bimas selain Islam untuk memilih layanan yang benar-benar dapat diimplementasikan di KUA.

Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto menambahkan, ada sejumlah layanan lintas agama yang dapat segera dijalankan di KUA. Misalnya, bimbingan perkawinan dan konsultasi keluarga bagi Non Muslim.

"Ada beberapa layanan yang dapat segera dilaksanakan di masyarakat, yakni bimbingan perkawinan bagi pemeluk agama Non Islam dan konsultasi keluarga bagi pemeluk aga Non Islam, yang dilakukan oleh masing-masing penyuluh agama," imbuhnya, Jumat 1 Maret 2024.

Agus Suryo berharap, program transformasi KUA ini dapat meningkatkan toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. KUA akan menjadi tempat yang nyaman bagi semua masyarakat untuk mendapat layanan keagamaan yang dibutuhkan.

Sementara itu, gagasan menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat layanan semua agama menuai pro kontra dari sejumlah pihak.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Men menegaskan, gagasan ini bertujuan memberikan kemudahan masyarakat mengakses layanan yang diberikan pemerintah, terutama bagi masyarakat dengan keterbatasan akses.

"Intinya, Kemenag berkeinginan menjadikan KUA sebagai pusat layanan semua agama untuk mempermudah masyarakat yang selama ini punya keterbasan memperoleh akses," ujar Gusmen, di Jakarta, Kamis 29 Februari 2024.

"Bayangkan, saudara kita non muslim selama ini melakukan pencatatan nikahnya itu di Dukcapil, bagaimana jika tinggal jauh dan harus datang ke ibu kota kabupaten atau kota untuk mencatatkan pernikahan, bayangkan berapa waktu dan biaya yang dibutuhkan. Nah, kita bantu dengan KUA yang kita jadikan hub (pusat pelayanan) atas pencatatan nikah. Artinya KUA jadi hub untuk dukcapil," sambung dia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Yaqut menilai perlu ada perubahan UU No 24 tahun 2014 tentang administrasi kependudukan yang salah satunya terkait pencatatan nikah.

"Kalau bisa itu jauh lebih bagus. Namun jika perubahan UU tersebut sulit dilakukan, nanti kita akan menawarkan MoU dengan Kemendagri untuk menjadikan KUA sebagai pusat pecatatan nikah," ucap Menag Yaqut.

Meski demikian, Gus Men menekankan bahwa layanan KUA tidak terbatas pada layanan pernikahan.

"Tapi intinya, layanan untuk umat beragama itu kan tak hanya pernikahan, banyak layanan lain yang bisa didapatkan umat nanti di KUA," kata Menag Yaqut.

Terkait pro kontra atas gagasan ini, Menag mengatakan bahwa setiap orang bisa dan boleh berpendapat. Namun, gagasan ini dibuat untuk mengakomodir keperluan masyarakat sehingga mempermudah pemerintah memberi pelayanan kepada mereka.

"Ini adalah gagasan yang kita berikan agar warga negara mendapat kemudahan terhadap pelayanan dari negara. Kedua, warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama apapun latar belakangnya," jelas Menag Yaqut.

 

6 dari 8 halaman

5. Kemenkumham Siap Bantu Kemenag

Direktur Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Dhahana Putra menilai, rencana merevitalisasi Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi sentra pelayanan semua agama mempermudah akses layanan publik.

Menurutnya, wacana KUA yang diproyeksikan sebagai tempat pencatatan maupun pelaksanaan pernikahan bagi semua agama merupakan terobosan yang positif dari Kementerian Agama.

"Merevitalisasi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan maupun pelaksanaan pernikahan tentu merupakan terobosan yang patut diapresiasi, karena selain mempermudah akses juga membuat KUA semakin inklusif dalam memberikan layanan kepada publik," kata Dhahana dilansir dari Antara, Minggu 3 Maret 2024.

Meski demikian, menurut Dhahana, rencana KUA jadi tempat pernikahan semua agama memerlukan kajian yang komprehensif dari aspek regulasi, birokrasi, hingga sosiologis.

Dhahana mencontohkan dari aspek birokrasi, misalnya, pencatatan pernikahan bagi masyarakat yang memeluk agama Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu serta penghayat kepercayaan dilakukan di dinas kependudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil).

Karena itu, kata dia, Kemenkumham siap menjadi mitra diskusi untuk membuat regulasi terkait KUA menjadi sentra pelayanan semua agama.

"Bilamana diperlukan untuk revisi sejumlah regulasi guna merevitalisasi KUA, kami di Direktorat Jenderal HAM siap untuk menjadi partner dialog," ujarnya.

Ia mengakui, Direktorat Jenderal HAM tengah menyiapkan parameter HAM di dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Indikator-indikator yang digunakan dalam parameter HAM di antaranya terkait dengan inklusivitas, kesetaraan, dan non-diskriminasi serta aksesibilitas pelayanan.

Dhahana juga menggarisbawahi, pentingnya membangun komunikasi yang intensif dengan para pemangku kepentingan, sehingga tidak memunculkan kekeliruan persepsi di masyarakat.

"Yang juga tidak kalah penting, dalam pembahasan revitalisasi KUA itu mungkin juga perlu mendengarkan aspirasi stakeholders terkait khususnya organisasi-organisasi keagamaan," tambah Dhahana.

 

7 dari 8 halaman

6. Kata Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS

Wakil Ketua MPR RI yang juga politikus senior PKS Hidayat Nur Wahid, mengkritik rencana Menteri Agama yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).

HNW sapaan akrabnya, menjelaskan rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

"Usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam. Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas," kata HNW dalam keterangannya, Selasa 27 Februari 2024.

"Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua Agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI," sambung dia.

Dia menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan Penghulu yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.

Adapun bagi non Muslim, lanjutnya, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil (Capil), dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.

"Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing," kata dia.

HNW menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Ia merasa heran lantaran usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam.

"Sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bikas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk Masyarakan Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam," ujar HNW.

HNW menilai, KUA identik dengan Umat Islam, sehingga akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.

"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dan sebagainya, bukan justru merubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA," kata dia.

"Saya dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus pada maksimalisasi peran dari Bimas Islam khususnya KUA," pungkasnya.

 

8 dari 8 halaman

7. Dukungan dari Ketua MPR

Dukungan senada juga muncul dari Ketua MPR RI Bambang Susatyo.

Dalam keterangan tertulisnya Bambang Susatyo atau Bamsoet meminta Kemenag untuk mengoptimalkan rencana pengembangan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama tersebut, utamanya dalam hal integrasi data-data pernikahan dan perceraian agar bisa dilakukan dengan lebih baik.

Ia juga mengapresiasi Kemenag yang mengupayakan kemudahan akses bagi seluruh umat beragama di Indonesia melalui keberadaan KUA.

"Semoga KUA dapat sepenuhnya sebagai pusat layanan keagamaan lintas agama," tulis Bamsoet

Lebih lanjut, Bambang meminta Kemenag untuk berkoordinasi dengan seluruh pemuka agama di Indonesia terkait rencana tersebut.

"Agar ke depannya bisa dilakukan penyesuaian fungsi KUA tanpa harus mengganggu ketentuan yang berlaku di masing-masing agama," pesan Bamsoet

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.