Sukses

Ada KKN di Kasus Korupsi Tower PLN, Kejagung: Indikasinya ke Penetapan Harga

Kuntadi belum merinci lebih jauh terkait temuan tersebut dalam kasus korupsi PT PLN. Namun yang pasti, ada upaya penetapan harga satuan dalam proyek transmisi sehingga tercium praktik rasuah.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus adanya kolusi dan nepotisme dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN. Praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) itu terindikasi berkaitan dengan penetapan harga.

“Ya indikasinya kan dalam hal penentuan harganya. Ke arah sana,” tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi kepada Liputan6.com di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Pada Senin, 1 Januari 2023, Kejagung melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi atau dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN. Mereka adalah K selaku Manajer Teknis pada Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri, dan C selaku Staf pada Direktorat Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains Industri. 

“Ini kan dalam hal menentukan harga, jadi PLN ini dikunci harganya,” jelas dia.

Kuntadi belum merinci lebih jauh terkait temuan tersebut dalam kasus korupsi PT PLN. Namun yang pasti, ada upaya penetapan harga satuan dalam proyek transmisi sehingga tercium praktik rasuah.

“Ya itu nanti tindak lanjutnya, makanya dari situ kan. Kita cek bagaimana cara penetapan harga dan lain sebagainya,” Kuntadi menandaskan.Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan masih mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN. Meski enggan membeberkan lebih jauh, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menegaskan proses penegakan hukum akan jalan terus.

"Oh masih jalan, masih on the track," tutur Kuntadi kepada Liputan6.com di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).

Pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi PLN sejauh ini terpantau belum lagi terekspose. Disinggung hal tersebut, Kuntadi mengisyaratkan agar publik sedikit bersabar.

"Nanti," kata Kuntadi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tetapkan Tersangka

Sebelumnya, Kejagung telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN pada 2016 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Pada perkara ini, PT PLN pada 2016 memiliki proyek pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.

Namun dalam pelaksanaannya, Kejaksaan Agung meyakini telah terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Hal itu terbukti dari dokumen perencanaan pengadaan yang tidak dibuat, juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya pembangunan harus menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah ada.

Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, sebab Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

Selanjutnya, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak yaitu Oktober 2016 sampai Oktober 2017 dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

 

 

 

3 dari 3 halaman

Temukan Tambahan Alokasi

Lalu pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

PT PLN (persero) dan pihak penyedia juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.

Hasilnya, Kejaksaan Agung menemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum.

Penyidik pun langsung melakukan serangkaian tindakan, mulai dari penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik Direktur PT Bukaka, Saptiastuti Hapsari.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.