Sukses

Tipikor Polri Tangkap Direktur Mega Daya Survei Indonesia terkait Korupsi Bank Jateng

Bareskrim Polri menangkap tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit proyek di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng Cabang Jakarta pada Tahun 2018 sampai dengan 2019. Identitasnya adalah Giki Argadiraksa selaku Direktur PT Mega Daya Survei Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menangkap tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit proyek di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng Cabang Jakarta pada Tahun 2018 sampai dengan 2019. Identitasnya adalah Giki Argadiraksa selaku Direktur PT Mega Daya Survei Indonesia.

"Perkara aquo merupakan pengembangan dari terpidana BINA Mardjani selaku Pimpinan Bank Jateng Cabang Jakarta yang telah divonis oleh PN Tipidkor Jakarta selama 7 tahun penjara dan saat ini masih dalam proses banding dari pihak Kejaksaan Agung RI," tutur Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam keterangannya, Jumat (25/11/2022).

Menurut Cahyono, Giki Argadiraksa telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron sejak 31 Oktober 2022. Penyidik kemudian menerbitkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprin.Kap/04/XI/2022/Tipidkor, tanggal 24 November 2022.

"Terhadap tersangka Giki Argadiraksa telah dilakukan penahanan di Rutan Cabang Bareskrim Polri selama 20 hari ke depan sejak tanggal 25 November 2022," jelas dia.

Adapun kronologi singkat dalam perkara tersebut yakni Giki Argadiraksa selaku Direktur PT Mega Daya Survey Indonesia pada tahun 2018-2019 telah mengajukan tujuh fasilitas Kredit Proyek pada BPD Jateng Cabang Jakarta. Atas pengajuan tersebut telah disetujui oleh BPD Jateng CabangJakarta dengan total sebesar Rp 57 miliar.

Rincian proyek tersebut adalah pengajuan kredit proyek tahun 2018 sebesar Rp 35 miliar untuk pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa pulverizer di Bukit Asam, pekerjaan coating kabel tahan api di Bukit Asam, pemasangan bronjong penahan tanah di Bukit Asam, fire protection area gudang di Bukit Asam, dan pengadaan serta pemasangan full pipa pulverizer di Bukit Asam.

Kemudian pengajuan kredit proyek tahun 2019 sebesar Rp 22 miliar untuk pekerjaan proyek pengadaan dan pemasangan 1 set crusher di PLTU Teluk Sirih, dan pengerjaan motor fan di PLTU Tarahan.

"Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan Jaminan Asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral," ujar Cahyono.

Dalam proses pemberian kredit tersebut, nyatanya telah terjadi perbuatan melawan hukum atau persayaratan tidak terpenuhi dan komimen fee sebesar 1persen dari nilai pencairan kredit serta jaminan atau SPK fiktif. Terhadap seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi Kolektibilitas 5 atau Macet, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 62.216.924.108.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aset Recovery

Untuk jumlah asset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp 5.764.266.105. Pada tanggal 11 Oktober 2022, terhadap tersangka telah dilakukan pemanggilan pertama untuk proses penyidikan lanjutan, tetapi malah tidak hadir alias mangkir.

Kemudian pada 26 Oktober 2022, terhadap tersangka telah dilakukan pemanggilan kedua untuk proses penyidikan lanjutan dan tetap juga tidak hadir. Atas dasar itu, pada 31 Oktober 2022 Dittipidkor Bareskrim Polri menerbitkan DPO atas namatersangka Giki Argadiraksa.

"Pada tanggal 24 November 2022 sekitar jam 20.00 WIB, terhadap tersangka Giki Argadiraksa telah berhasil ditangkap di Toll JORR KM 39,200 dari arah Bandung menuju Jakarta oleh penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri, yang dibantu oleh petugas PJR Polda Metro Jaya," kata Cahyono.

Lebih lanjut, penyidik juga telah melakukan penahanan terhadap tersangka Welly Bordus Bambang selaku Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia), yang mana keduanya merupakan pengembangan dari tersangka Bina Marjani.

"Saat ini penyidik masih mendalami perkara TPPU atas perkara aquo," Cahyono menandaskan.

Tersangka dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.