Sukses

5 Fakta yang Diungkap Komnas HAM soal Kasus Brigadir J

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengaku bertemu dengan Ferdy Sambo pada awal kasus penembakan Brigadir J.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyampaikan sejumlah perkembangan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengaku bertemu dengan Irjen Ferdy Sambo pada awal kasus penembakan Brigadir J. Menurutnya, dalam pertemuan itu Ferdy Sambo hanya menangis.

"Yang pertama-tama saya mau men-state apa yang diucapkan oleh Pak Mahfud, Prof Mahfud, apakah betul saya bertemu sama Sambo. Betul," kata Anam dalam rapat bersama Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 22 Agustus 2022.

Menurut Anam, Ferdy Sambo cuma menangis saat bertemu dengannya. Di situ, kata dia, belum jelas apa sebenarnya kejadian yang terjadi.

Pertemuan dengan Ferdy Sambo juga dilaporkan kepada Menko Polhukam Mahfud Md. Anam lalu bertanya ke Mahfud apakah masih percaya kepadanya atau tidak.

Selain itu, Anam memastikan, telah terjadi obstruction of justice atau penghalang-halangan penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Salah satu alasan kuat yang mendukung perihal itu adalah hilangnya ponsel milik Brigadir J yang belum ditemukan hingga kini.

Perkembangan terbaru, Komnas HAM pun memutuskan untuk menghentikan investigasi terkait kasus kematian Brigadir J.

Berikut sederet fakta terkini yang diungkapkan Komnas HAM terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat dihimpun Liputan6.com:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Sebut Ferdy Sambo Hanya Bisa Nangis Saat Diperiksa

Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengaku sudah bertemu dengan Irjen Ferdy Sambo pada awal kasus penembakan Brigadir J. Menurutnya, dalam pertemuan itu Ferdy Sambo hanya menangis.

"Yang pertama-tama saya mau men-state apa yang diucapkan oleh Pak Mahfud, Prof Mahfud, apakah betul saya bertemu sama Sambo. Betul," kata Anam dalam rapat bersama Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 22 Agustus 2022.

Anam mengungkapkan, Ferdy Sambo cuma menangis saat bertemu dengannya. Di situ, belum jelas apa sebenarnya kejadian yang terjadi.

"Ketemu cuma nangis-nangis. Saya nggak tahu apa yang terjadi. Terus balik dari Propam saya laporkan ke Pak Taufan (Ketua Komnas HAM) bahwa ini ternyata Pak Sambo cuma nangis-nangis saja. Itu yang terjadi," ujar dia.

Pertemuan dengan Ferdy Sambo juga ia laporkan kepada Menko Polhukam Mahfud Md. Anam lalu bertanya ke Mahfud apakah masih percaya kepadanya atau tidak.

"Ketika ketemu sama Prof Mahfud saya juga bilang demikian seperti persis yang tadi dibilang Pak Prof Mahfud, cuma kurang lengkap. Kurang lengkapnya terus saya tantang begini, 'Prof Mahfud, dengan kejadian kayak begini Prof Mahfud masih percaya pada saya'. 'Oh percaya saya sama Mas Anam percaya'. 'Kalau percaya tolong hormati saya'," ujarnya.

Dirinya lalu membeberkan alasan bisa bertemu Ferdy Sambo. Menurutnya, ia memang kerap menginformasikan kepada bagian Propam Polri jika ada sebuah kasus.

"Kenapa saya bisa bertemu dengan Pak Sambo, karena memang biasanya sayalah hampir banyak kasus yang saya kirim surat ke Propam maupun ke Bid Propam di polda-polda dan sebagainya itu, dan saya memang sebelum berangkat juga bilang ke Pak Taufan," tutur Anam.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 6 halaman

2. Klaim Dapatkan Foto Jenazah Brigadir J di TKP Pasca Pembunuhan

Kemudian, Anam menyatakan, pihaknya terus mencari jejak digital untuk mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat (Brigadir J).

Dia pun mengungkapkan, dari pencarian tersebut, pihaknya berhasil menemukan foto jenazah Brigadir j setelah dihabisi.

"Kami dapatkan rekam jekak digital foto tanggal 8 di TKP," kata Anam.

"Foto di TKP pasca kejadian. Pada posisi jenazah yang masih ada di tempatnya, di posisi Duren Tiga," sambungnya.

Meski demikian, Anam menegaskan, tidak bisa membuka foto tersebut dalam rapat Komisi III DPR, namun akan diberikan pada Polri untuk penyelidikan.

"Tidak bisa dibuka di sini maaf, biar tidak menggangu proses penyelidikan. Ini nanti akan kami rekomendasikan," kata dia.

 

4 dari 6 halaman

3. Pastikan Ada Obstruction of Justice, Termasuk Hilangnya Ponsel Brigadir J

Anam memastikan, telah terjadi obstruction of justice atau penghalang-halangan penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat (Brigadir J).

Salah satu alasan kuat yang mendukung perihal itu, menurut Anam disebabkan hilangnya ponsel milik Brigadir J yang belum ditemukan hingga kini.

"Saya menekankan Obstruction of Justice itu karena ketika kita mendapat banyak data, banyak keterangan khususnya data digital itu yang paling kentara banget adalah rekam jejak digital, tidak hanya hapenya (ponsel) yang hilang tapi percakapan jejak digitalnya juga enggak ada," kata Anam.

Anam merinci, terdapat tiga grup WhatsApp hilang karena ponsel yang berganti. Kemudian, grup itu bisa muncul kembali namun dengan rangkaian pesan yang hilang sebanyak 10 pesan komunikasi terbaru.

"Jadi menurut kami sangat penting untuk dilacak. Berikutnya juga soal fisik hapenya yang juga hilang, tidak hanya hapenya Yoshua karena sampai sekarang hapenya Yoshua juga belum ketemu," terang Anam.

Anam memastikan, dari keterangan yang diperoleh Komnas HAM di Jambi, tempat keluarga Almarhum Brigadir J tinggal, ponsel Brigadir J yang diserahkan dari polisi berbeda dengan yang diyakini keluarga adalah milik J.

"Jadi bukan model begini, hape (handphone) Josua itu ada Samsung, ada hape China dan modelnya bukan seperti ini dan seolah-olah (hape yang diterima keluarga J) adalah hape Yoshua yang tidak bisa dibuka, hapenya Yoshua ke mana? yang Samsung 8 itu, sampai detik ini juga kami tidak tahu. Padahal TKP sudah rusak dan yang paling penting rekam jejak digitalnya seperti apa?," ucap Anam.

 

5 dari 6 halaman

4. Sebut Temukan Jejak Digital Perintah Penghilangan Barang Bukti

Anam mengungkapkan, telah mengantongi bukti penting dalam pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Kata dia, bukti itu adalah jejak digital adanya perintah untuk menghilangkan barang bukti setelah Brigadir J dibunuh.

"Kami juga mendapatkan perintah untuk terkait barang bukti supaya dihilangkan-dihilangkan jejaknya, jadi jelas digital itu kami mendapatkan itu," kata Anam.

Atas dasar itu, Komnas HAM meyakini adanya upaya merintangi proses hukum sejak awal. Anam menyebut, hal itu menjadi penyebab pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J terhambat.

"Itulah kami meyakini walaupun ini belum belum simpulkan, meyakini adanya obstruction of justice jadi ya menghalangi merekayasa, membuat cerita dan lain sebagainya yang itu membuat kenapa proses ini menghalangi hambatan dibuat terang benderang," tuturnya.

"Tapi ketika kita mendapatkan berbagai rekam jejak digital itu, itu memudahkan kita semua sebenarnya untuk mulai membangun kembali fakta-fakta dan terangnya peristiwa," sambung Anam.

Anam lalu melanjutkan soal Polri telah mendapatkan rekaman CCTV terkait pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Menurutnya, itu adalah CCTV di pos keamanan, bukan rekaman gambar di dalam rumah dinas tersebut.

"Di dalam rumah ada CCTV yang penting, tapi itu tidak berfungsi karena decodernya berdasarkan foto yang kami dapatkan juga, itu sudah berantakan," tandas Anam.

 

6 dari 6 halaman

5. Putuskan Hentikan Investigasi Kasus Brigadir J

Meski begitu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, bahwa pihaknya telah memutuskan untuk memberhentikan melakukan investigasi terkait kasus kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

"Kami dari internal sepakat bahwa kita (Komnas HAM-red) tidak akan melanjutkan investigasi lagi," ujar Taufan Damanik.

Taufan Damanik menjelaskan, alasan Komnas HAM mengentikan investigasi tragedi berdarah Brigadir J, lantaran saat ini Polri telah berjalan dengan sesuai dengan koridornya dalam mengungkap kasus ini.

"Kenapa, karena memang arah dari penyidikan kasus itu sudah on the track. Kalau di awal saya katakan nakal," pungkas Taufan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.