Sukses

4 Kabar Terkini Mantan Bendum PBNU Mardani Maming Setelah Resmi Ditahan KPK

Dan selama 20 hari ke depan, mantan Bendum PBNU Mardani Maming akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Liputan6.com, Jakarta Bendahara Umum PBNU Mardani Maming kini resmi menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya dia sempat buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) lantaran dua kali mangkir penuhi panggilan lembaga antirasuah tersebut.

Ada pun penahanan terhadap Maming dilakukan pada Kamis, 28 Juli kemarin usai dirinya menjalani pemeriksaan dengan didampingi kuasa hukumnya.

Dan selama 20 hari ke depan, mantan Bendum PBNU tersebut akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis, 28 Juli 2022.

Untuk diketahui, mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut telah berstatus sebagai tersangka atas kasus gratifikasi dan dugaan korupsi terkait pemberian izin usaha pertambangan.

Atas perbuatannya, Maming dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mantan Bupati Tanah Bumbu ini, sebelumnya sempat melakukan perlawanan dipersidangan terkait status tersangkanya. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh Hakim Pengadilan Jakarta Selatan.

Berikut kabar terkini dari mantan Bendahara Umum PBNU, Mardani Maming setelah resmi ditahan KPK:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Ditahan di Rutan KPK hingga 16 Agustus 2022

Sebagai informasi, Maming ditahan untuk 20 hari pertama. Pria yang menjabat sebagai bendahara umum PBNU ini akan mendekam di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur hingga 16 Agustus 2022 untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi bukti awalan yang cukup untuk menaikkan status pria yang menjabat sebagai ketua HIPMI itu sebagai tersangka.

"KPK sudah mengantongi bukti yang cukup," jelas Alex.

Sebelumnya diberitakan, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan bahwa Mardani Maming sudah memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka. Hal itu dilakukan hari Kamis sekitar pukul 14.00 WIB.

"Informasi yang kami terima benar, tersangka MM telah datang kegedung Merah Putih KPK, didampingi Penasihat Hukumnya,” tulis Ali lewat pesan singkat diterima, Kamis, 28 Juli kemarin.

Ali menjelaskan, Maming memenuhi panggilan, setelah sebelumnya KPK menetapkan status buron. Karenanya, lanjut Ali, KPK menghormati sikap kooperatif Maming.

"Tentu kami hargai kedatangan DPO KPK dimaksud," jelas Ali.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

2. Konstruksi Kasus Suap yang Menjerat Mardani

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bagaimana mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pemberian izin tambang dan miliaran uang yang diduga masuk ke kantongnya.

Menurut Alex, dugaan kasus ini berawal dari pemberian izin usaha pertambangan operasional produksi (IUP OP) kepada pihak swasta yaitu PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara), saat Mardanai Maming tengah menjadi Bupati Tanah Bumbu pada 2010. Padahal, IUP OP yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan adalah milik PT BKPL.

"Henry Soetio selaku pengendali PT PCN bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL,” kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis malam, 28 Juli 2022.

Alex menyebut, demi memperoleh IUP OP milik PT BKPL, Henry diduga mendekati dan meminta bantuan Mardani. Lalu pada tahun 2011, Mardani diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang kala itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Tanah Bumbu.

"MM (Mardani Maming) diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio," urai Alex.

Alex melanjutkan, surat keputusan yang diharapkan Henry akhirnya terbit pada Juni 2012. Melalui surat itu, PT PCN memiliki izin usaha pertambangan di tempat yang sebelumnya milik PT BKPL.

Namun surat validasi yang ditandatangani Mardani diduga menabrak sejumlah aturan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.

 

4 dari 5 halaman

3. Diduga Kantongi Rp 104,3 Miliar dari Kasus Suap Izin Pertambangan

Alex juga menjelaskan bagaimana Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka dan uang miliaran rupiah yang diduga masuk ke kantongnya. Mardani Maming diduga mengantongi uang Rp 104,3 miliar dari kasus tersebut.

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis malam, 28 Juli. 

Alex menjelaskan, kasus ini berawal dari pemberian izin usaha pertambangan operasional produksi (IUP OP) kepada pihak swasta yaitu PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara), saat Mardani Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu pada 2010. Padahal, IUP OP yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ini adalah milik PT BKPL.

Alex menyebut, demi memperoleh IUP OP milik PT BKPL, Henry diduga mendekati dan meminta bantuan Mardani. Lalu pada tahun 2011, Mardani diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang kala itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Tanah Bumbu.

kongkalikong Mardani dan Henry merambah ke ranah pelabuhan di Tanah Bumbu. Mardani diduga meminta Henry mengajukan pengurusan perizinan pengelolaan oprasional pelabuhan.

Pengelolaan pelabuhan diduga akan dimonopoli oleh perusahaan fiktif PT Angsana Terminal Utama (ATU) milik Mardani yang dikelola oleh keluarganya, mulai dari pemegang saham dan susunan direksinya.

"Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM (Mardani Maming) untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu," beber Alex.

PT ATU pada 2012 memulai oprasionalnya di pelabuhan. Sumber dananya diperoleh dari Henry yang seolah melakukan perjanjian kerja sama bisnis.

"Aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM (Mardani Maming)," katanya.

 

5 dari 5 halaman

4. Penyuap Mardani Maning Meninggal

Penyuap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan dikabarkan telah meninggal dunia.

"Dalam paparan ekspose itu ternyata pemberinya, Hendry Sutiyo (pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara atau PCN) itu sudah meninggal, jadi pemberinya sudah meninggal," ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Juli 2022.

Alex mengatakan, meski pemberinya sudah meninggal, KPK yakin tetap mampu mengusut tuntas perkara tersebut. Alex menyatakan, tim penyidik KPK sudah mengantongi bukti dugaan perbuatan pidana Maming.

"Dan perkara ini sebetulnya ada irisan dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menyangkut kepala dinas pertambangan dan energi," kata Alex.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.