Sukses

7 Kasus Korupsi Besar yang Ditangani Rizka Anungnata, Penyidik KPK Tersingkir karena Tes Wawasan Kebangsaan

Rizka tak lulus TWK dan dibebastugaskan melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri. Rizka yang bekerja di Kedeputian Penindakan harus menyerahkan tugas dan tanggungjawabnya kepada Deputi Peni

Liputan6.com, Jakarta - Rizka Anungnata, merupakan salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Rizka mau tak mau harus melepas sementara waktu penanganan kasus-kasus besar yang kini dia tangani bersama tim penyidik lainnya.

Rizka tak lulus TWK dan dibebastugaskan melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri. Dalam SK tersebut meminta kepada 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK agar menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada pimpinan masing-masing.

Rizka yang bekerja di Kedeputian Penindakan harus menyerahkan tugas dan tanggungjawabnya kepada Deputi Penindakan Irjen Pol Karyoto. Untuk sementara waktu, Rizka tak bisa ikut mencari keterangan dan alat bukti tambahan lainnya dalam kasus-kasus yang dia tangani bersama tim penyidik lainnya.

Teranyar, kasus yang tengah dia tangani adalah dugaan suap terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan suap berkaitan dengan penanganan perkara di KPK yang menjerat mantan penyidik KPK asal Polri, Stepanus Robin Pattuju.

Berikut deretan kasus besar yang pernah dan masih ditangani penyidik Rizka: 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Kasus Korupsi Simulator SIM

Saat kasus simulator SIM ini berjalan, Rizka masih dalam proses pengunduran diri ke Polri. Rizka berasal dari Akademi Kepolisian (Akpol) 1999, dan masuk ke KPK pada 2011. Tahun 2012 Rizka memutuskan ingin mengabdikan diri di KPK. Dia mengajukan surat pengunduran diri ke Polri.

Dalam proses pengunduran diri tersebut, Rizka turut serta menangani kasus yang menjerat Kakorlantas saat itu, Irjen Djoko Soesilo pada tahun 2012. Penanganan kasus ini dikepalai oleh Kasatgas Penyidik Novel Baswedan.

Dalam proyek simulator SIM sebesar Rp 196,8 miliar ini, diduga terdapat kerugian negara mencapai Rp 121 miliar.

Djoko Soesilo divonis 10 tahun penjara oleh Pegadilan Tipikor, Jakarta Pusat dalam perkara ini. Djoko dianggap secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pengadaan simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Tak terima divonis 10 tahun, Djoko Soesilo mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi DKI memperberat vonis Djoko dari 10 tahun menjadi 18 tahun. Vonis PT DKI ini diperkuat oleh Majelis Hakim Kasasi MA yang menyatakan Djoko tetap menjalani pidana 18 tahun penjara.

Adalah almarhum Hakim Kasasi Artidjo Alkostar yang memperkuat vonis 18 tahun Djoko Soesilo.

3 dari 8 halaman

Suap Eks Ketua MK Akil Mochtar

Saat menangani kasus suap terhadap Hakim MK Akil Mochtar, Rizka masih anggota satgas yang dipimpin Novel Baswedan.

Akil Mochtar harus menjalani pidana selama seumur hidup lantaran terbukti menerima suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus sengketa Pilkada di MK.

Salah satu pihak yang menyuap Akil Mochtar adalah Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang juga suami dari Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany. Wawan menyuap Akil berkaitan dengan sengketa Pilkada Lebak Banten.

4 dari 8 halaman

Korupsi Pengadaan E-KTP

Sejak awal pengusutan kasus megakorupsi e-KTP hingga menyeret Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, Rizka mengaku kerap menemani Novel Baswedan dalam bekerja. Dalam beberapa kesempatan perbincangan Liputan6.com dengannya, Rizka selalu menyatakan penanganan kasus di KPK bukan pekerjaan individual, melainkan kerjasama sebuah tim.

"Iya bersama, kami tim, kami bekerja sebagai tim. Karena sejatinya memang kita bergerak bersama-sama sebagai satu kesatuan tim," kata dia.

Kasus megakorupsi e-KTP ini disinyalir merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Sementara proyek ini senilai Rp 5,9 triliun. Dalam perkara ini, setidaknya 7 orang sudah dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Mereka adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto juga divonis 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.

Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari divonis 8 tahun penjara dalam tingkat kasasi.

Namun dalam perjalannya, MA menyunat vonis Irman dan Sugiharto. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Sementara Sugiharto dari 15 tahun menjadi 10 tahun. 

5 dari 8 halaman

Kasus Suap Terhadap Sekretaris MA Nurhadi

Rizka juga salah satu penyidik yang menangani kasus mafia hukum di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Sekretaris MA Nurhadi. Dari awal kasus hingga pengembangannya dan menyeret nama Nurhadi, Rizka mengaku dia dan tim penyidik lainnya yang mengusut.

Dalam kasus Nurhadi ini, KPK turut menjerat menantu Nurhadi Rezky Herbiono. Nurhadi dan Rezky menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Kasus ini hasil pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp 50 juta yang diserahkan oleh pengusaha Doddy Ariyanto Supeno kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.

Nurhadi dan menantunya, Rezky Harbiono divonis 6 tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.

 

6 dari 8 halaman

Kasus Suap Benur Edhy Prabowo

Saat kasus suap ekspor benih bening lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini mencuat, Rizka sudah mendapat kesempatan menjadi Kasatgas. Sejak 2016, Rizka diberikan kesempatan memimpin operasi dan penanganan kasus.

Rizka mengaku dirinya dan tim penyelidik lainnya yang menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno Hatta. Edhy ditangkap usai lawatannya ke Amerika Serikat.

"Kasus benur, saya dan tim penyelidik yang menangkap di Bandara Soetta," kata Rizka.

Kasus Edhy ini masih bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Rizka mengatakan, jika dirinya masih memiliki kewenangan dalam penyidikan, menurut Rizka masih ada potensi muncul para pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban untuk dijadikan tersangka.

"Di (kasus) benur saja, itu kan penyuapnya baru satu tuh (yang jadi tersangka), si Suharjito, sementara masih ada 42 perusahaan lain yang menyuap, harapannya dari pengadilan nanti ketika dia divonis penerimanya Edhy, Edhy Prabowo itu menerima dari berbagai macam pemberi, perusahaan-perusahaan itu, ya itu insyaAllah pasti naik (ke penyidikan), ya kan, 42 perusahaan," kata Rizka.

7 dari 8 halaman

Kasus OTT Harun Masiku

Rizka juga merupakan Kasatgas yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan ke lembaga antirasuah melalui OTT. Namun nahas, saat operasi senyap ini, Rizka dan tim penyelidik lainnya harus kehilangan calon anggota legislatif Fraksi PDIP Harun Masiku.

Padahal, saat itu buruannya, Harun Masiku sudah terdeteksi keberadaannya. Namun Rizka tak mengungkap di mana keberadaan Harun Masiku saat itu. Kini Harun Masiku menjadi buronan KPK. Lembaga antirasuah juga sudah berkirim surat ke Interpol agar mengeluarkan red notice terhadap Harun Masiku.

"Kasus OTT-nya Harun Masiku, tapi saya bukan penyidiknya, saya penyelidik yang OTT-nya. Saya dan tim yang berjuang menjadikan Harun Masiku sebagai tersangka," kata dia.

Dalam kasus ini, Harun Masiku hingga kini masih menjadi buronan. KPK sudah berkirim surat ke Interpol agar menerbitkan red notice terhadap Harun Masiku. KPK juga mengaku sudah menerima informasi soal keberadaan Harun Masiku di Indonesia.

8 dari 8 halaman

Kasus Penanganan Perkara di KPK

Rizka Anung juga salah satu penyidik yang mengungkap kasus suap terhadap penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju. Dalam kasus ini juga menjerat Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

"Terakhir itu kasus yang melibatkan Wali Kota Tanjungbalai dan Stepanus Robin Pattuju," kata dia.

Dalam akun Twitter pribadi Novel Baswedan menyebutkan jika yang mengungkap kasus ini adalah penyidik Ambarita Damanik, Rizka Anungnata, Yudi Purnomo Harap, dan Novel sendiri. Namun sayang, keempatnya merupakan penyidik yang tak lulus TWK dan tak diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada 1 Juni 2021 kemarin.

Dalam kasus yang menjerat Robin dan Syahrial ini, terseret juga nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Lili disebut berkomunikasi dengan Syahrial saat berkas kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Tanjungbalai berada di atas meja kerjanya. Namun Lili pernah membantahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.