Sukses

Rusak Gunung Karang Bogor, 4 Bos Tambang Ilegal Terancam 15 Tahun Penjara

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menegaskan, para pelaku apalagi pemodal tambang ilegal di Bogor ini merupakan pelaku kejahatan.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pertambangan batu kapur ilegal di Kalanunggal, Kabupaten Bogor, segera masuk ke persidangan. Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyerahkan berkas perkara dan tersangka IE (45), YY (40), JN (45) dan HS (40) beserta barang bukti berupa 6 alat berat ekscavator kepada Kejaksaan Negeri Cibinong pada 2 Desember 2020.

Pada 30 November 2020, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menyatakan berkas perkara tersebut telah lengkap.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menegaskan, para pelaku apalagi pemodal tambang ilegal ini merupakan pelaku kejahatan. Mereka harus dihukum dan didenda seberat-beratnya.

Menurutnya, mereka mencari keuntungan dengan merusak lingkungan dan kawasan hutan, mengancam kehidupan dan keselamatan masyarakat. Apabila tambang ilegal ini tidak dihentikan, masyarakat akan terus menderita dan negara rugi.

"Kami akan terus menindaklanjuti laporan masyarakat dan menindak kejahatan lingkungan dan kehutanan. Sekali lagi saya tegaskan bahwa pelaku apalagi pemodal harus dihukum seberat-beratnya karena kejahatan lingkungan dan kehutanan adalah kejahatan luar biasa," terang Ridho dalam keterangan tertulis, Minggu (6/12/2020).

Ridho mengaku Ditjen Gakkum sudah melakukan lebih dari 1.400 operasi penindakan pemulihan lingkungan dan kawasan.

Sementara itu, Yazid Nurhuda Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, menambahkan, pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan harus ditindak tegas.

Sebab, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas mereka sangat masif, sehingga merugikan masyarakat sekitar.

"Penegakan hukum di kawasan ini diharapkan memberi efek jera terhadap pelaku lainnya serta dapat menghidupkan kembali kawasan wisata bentangan alam karst dan tentunya ekonomi masyarakat sekitar,” Kata Yazid.

Untuk itu, empat orang tersangka yang diketahui sebagai pemilik dan penyewa alat berat ekscavator dijerat dengan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Jo. Pasal 17 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KLHK Kembangkan Penyidikan

Penyidik KLHK akan mengembangkan penyidikan ini terkait dengan tindak pidana berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mereka membawa alat berat yang digunakan untuk kegiatan pertambangan tanpa izin di kawasan Hutan Produksi Gunung Karang, Desa Klapanuggal, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Per harinya mereka mengambil batu kapur 10-30 truk. Harga per truk Rp 180.000 dan untuk pengambilan batu kapur dengan jumlah besar harganya Rp 230.000 per truk.

Pengungkapan kasus pertambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi Gunung Karang ini berawal dari pengaduan masyarakat. Eksploitasi besar-besaran di kawasan hutan lindung menyebabkan kerusakan alam dan ekosistem.

Dahulunya, kawasan itu merupakan daerah kunjungan wisata Gua Lalai. Maraknya kegiatan galian batu kapur, obyek wisata Gua Lalai menjadi rusak dan sepi pengunjung.

Menindaklanjuti hal itu, Tim Ditjen Gakkum KLHK bersama-sama dengan Bareskrim Polri, Brimob Polda Jabar, dan Denpom III/1 Bogor pada 30–31 Agustus 2020, melalui operasi gabungan menyegel lahan seluas 263 hektar dan mengamankan barang bukti berupa 14 ekskavator dan 4 dump truck.

Perhutani sebagai pengelola kawasan telah berupaya menghentikan penambangan ilegal itu dengan memasang plang larangan, patroli rutin, memberikan surat peringatan dan memberitahukan bahwa kegiatan tersebut ilegal. Namun, hal itu tetap tidak ditanggapi oleh mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.