Sukses

Polisi Periksa Pihak Imigrasi Terkait Kasus Hilangnya Red Notice Djoko Tjandra

Selain itu, lanjut Ferdy, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Djoko Tjandra terkait kasus pemalsuan dokumen.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait kasus hilangnya status red notice Djoko Tjandra di Interpol.

"Pihak Dirjen Imigrasi Kemenkumham pada pukul 10.00 WIB di Subdit 5, diperiksa sebagai saksi terkait pencabutan red notice saudara Djoko Soegiarto Tjandra," tutur Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo saat dikonfirmasi, Rabu (19/8/2020).

Selain itu, lanjut Ferdy, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Djoko Tjandra terkait kasus pemalsuan dokumen.

"Djoko Soegiarto Tjandra pada pukul 10.00 WIB di Subdit 5, sebagai tersangka pada kasus 263 ayat 2 KUHP," jelas dia.

Belum selesai menjalani masa pidana atas kasus hak tagih atau cessie Bank Bali di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali harus berhadapan dengan hukum.

Tak tanggung-tanggung, polisi menyematkan Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam dua perkara berbeda sekaligus. Penetapan tersangka Djoko Tjandra diumumkan di Bareskrim Polri, Jumat 14 Agustus 2020.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menerangkan, Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Mabes Polri dan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri sepakat menetapkan JST (Joko Soegiarto Tjandra) sebagai tersangka.

Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan red notice untuk dirinya sendiri.

"Selaku pemberi ini menetapkan tersangka saudara JST (Joko Soegiarto Tjandra) dan TS di Pasal 5 ayat 1 Pasal 13 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 yaitu pemberi dan penerima gratifikasi," kata Argo, Jumat 14 Agustus 2020.

Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri juga mentapkan tersangka di kasus surat jalan palsu untuk dirinya.

"JST dikenakan Pasal 263 ayat 1 dan 2, Pasal 426, Pasal 221 KUHP dengan ancaman 5 tahun," ujar dia

Sehingga, Argo menyatakan, ada tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus surat jalan palsu, yakni PU (Brigjen Prasetijo Utomo), A (Anita Kolopaking), dan JST (Joko Soegiarto Tjandra) alias Djoko Tjandra.

Brigjen Prasetijo dipersangkakan dengan tiga pasal berlapis, yakni Pasal 263 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatuan E KUHP, Pasal 426 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 Ayat 1 KUHP. Sedangkan, Anita Kolopaking dipersangkakan telah melanggar Pasal 263 Ayat 2 KUHP, dan Pasal 223 KUHP.

Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terhadap terpidana korupsi, Joko Soegiarto Tjandra alias JST alias Djoko Tjandra.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peran PU dan TS

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, dua tersangka berinisial PU dan NB berperan sebagai penerima suap. Sementara dua tersangka berinisial JST alias Djoko Tjandra dan TS berperan sebagai pemberi suap.

"PU dan NB selaku penerima kita tetapkan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-Undang nomor 20 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi dan junto Pasal 5 KUHP," ujar Argo, Jumat 14 Agustus 2020.

Berdasarkan sumber terpercaya, dua tersangka penerima suap adalah anggota polisi berpangkat jenderal. Keduanya yakni mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kadiv Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Kedua perwira tinggi Polri itu diduga menerima suap untuk pengurusan surat jalan dan penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Sementara pemberi suap adalah JST alias Djoko Tjandra dan seorang pengusaha bernama Tommy Sumardi alias TS.

"Selaku pemberi ini menetapkan tersangka saudara JST dan TS di Pasal 5 ayat 1 Pasal 13 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 yaitu pemberi dan penerima gratifikasi," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.