Sukses

Raih Bonus Demografi di Masa Pandemi Covid-19 Usia Produktif Harus Berkualitas

Pandemi Coronavirus Disease atau Covid-19 diindikasikan dapat berimplikasi luas terhadap pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi.

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Coronavirus Disease atau Covid-19 diindikasikan dapat berimplikasi luas terhadap pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi. Usaha pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi yang mengandalkan kelompok usia produktif bisa saja terbentur pada kenyataan meningkatnya jumlah pengangguran, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun apakah dampak pandemi ini benar-benar mempengaruhi keberhasilan Indonesia dalam meraih manfaat bonus demografi baik dari segi kuantitas maupun kualitas?

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan Indonesia sudah diprediksi bisa memasuki angka sampai 46 (dependency ratio). Artinya setiap 100 penduduk yang usia produktif hanya menanggung 46 (penduduk) yang tidak produktif. 

“Ini yang luar biasa oleh karena itu syarat untuk bisa memetik Bonus Demografi itu dari segi kuantitas itu kita memasuki dan tentu ini tidak akan mudah diganggu gugat karena syarat kuantitas ini ditempuh dengan sangat panjang sehingga pengaruh Covid ini tidak akan merubah dengan serta merta ini secara totalitas itu tidak secara kuantitas itu tidak akan berpengaruh secara signifikan,” jelas Hasto Wardoyo pada acara Webinar “Tantangan Kependudukan di Tengah Pandemi Covid-19: Pekerja Migran Indonesia Pulang Kampung” melalui virtual meeting di aplikasi Webex yang juga disiarkan langsung di Youtube dan Facebook BKKBNOfficial (28/05).

Hasto menjelaskan bahwa untuk memetik Bonus Demografi harus memenuhi dua syarat yaitu tidak hanya dari segi kuantitas namun juga kualitas. 

Menurutnya dari segi kuantitas untuk memetik Bonus Demografi memang tidak perlu dikhawatirkan karena melalui proses yang sangat panjang dari hasil penurunan angka fertilitas dari tahun 1970 sebesar 5,6 menjadi 2,4 hingga kini. Yang perlu dikhawatirkan adalah segi kualitas SDM penduduk Indonesia itu sendiri, apalagi di masa pandemi Covid 19 ini yang diproyeksikan dapat menyebabkan peningkatan Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD). 

KTD tersebut bisa menimbulkan berbagai permasalahan seperti stunting, angka kematian ibu dan bayi, serta permasalahan lainnya di masa yang akan mendatang. Sehingga bisa mengganggu kualitas SDM penduduk Indonesia untuk memetik Bonus Demografi tersebut.

Selain itu, ketika isu pulangnya para pekerja migran Indonesia (PMI) merebak juga menambah kepanikan masyarakat di tengah pandemi. Konsep “virus tidak bergerak, tetapi manusia yang memindahkan virus” memperlihatkan mobilitas penduduk sebagai faktor kunci tersebarnya Covid-19.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dampak Pandemi di Sektor Ketenagakerjaan

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat terdapat 100.094 pekerja migran Indonesia yang berasal dari 83 negara pulang ke tanah air dalam tiga bulan terakhir. BP2MI juga memprediksi, 37.075 PMI akan kembali ke tanah air pada bulan April-Mei 2020. Apabila mengacu pada provinsi asal PMI, kepulangan PMI tersebut akan mengarah ke enam provinsi utama daerah asal PMI, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lampung dan Sumatera Utara. 

“Ada 63,4 juta penduduk yang relatif muda (usianya). tetapi ingat syarat secara kualitatif mereka ini harus sehat secara reproduktif. Kemudian mereka pendidikannya harus cukup juga punya ketrampilan yang baik. Kemudian mereka juga harus mempunyai pekerjaan yang bagus. Oleh karena itu baru ada harapan untuk memetik Bonus Demografi. Jadi kalau dari pekerja migran kalau jumlahnya sekitar 260 ribu dan mayoritas pendidikannya di bawah SMP dan mayoritas perempuan, mungkin kalau dia kembali ke Indonesia kemudian mewarnai akan untuk memetik Bonus Demografi maka akan menjadi pemberat bukan menjadi daya ungkit,” tambah hasto.

Dalam paparannya, Peneliti LIPI Prof. (Riset) Dr. Aswatini menyebutkan bahwa karakteristik PMI 2 kali lipatnya adalah perempuan yang umumnya bekerja sebagai ART dan caregivers. Sebanyak 66.7 persen berpendidikan SD dan SLTP dan bekerja pada sektor informal.

Di dalam negeri, pandemi Covid-19 secara langsung telah berimbas pada aspek ketenagakerjaan Indonesia. Kementerian Tenaga Kerja dan BPJS mencatat ada sekitar 2,8 juta pekerja di berbagai sektor yang terdampak langsung akibat Covid- 19. Mereka terdiri dari 1,7 juta pekerja formal dirumahkan, 749,4 ribu di-PHK dan 282 pekerja informal yang usahanya terganggu. 

Dilansir dari Katadata.co.id, CORE Indonesia memperkirakan tingkat pengangguran terbuka pada kuartal II-2020 mencapai 8,2 persen dengan skenario ringan, 9,79 persen pada skenario sedang dan 11,49 persen skenario berat. Sementara, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memproyeksi angka pengangguran Indonesia pada tahun 2020 sebesar 7,5 persen, naik dari 2019 yang hanya sebesar 5,3 persen.

Dalam rapat kabinet terbatas pada tanggal 11 Mei 2020, Presiden menyebutkan sekitar 34.000 PMI akan habis masa kontraknya dan akan pulang ke Indonesia pada periode bulan Mei-Juni 2020 dengan rincian sekitar 8.900 orang berasal dari Provinsi Jawa Timur, 7.400 orang dari Jawa Tengah, 5.800 dari Jawa Barat, 4.200 orang dari Nusa Tenggara Barat, 2.800 orang dari Sumatera Utara, 1.800 orang dari Lampung dan 500 orang dari Bali. Kedatangan PMI ini akan terus berlanjut, bahkan diperkirakan Indonesia akan menyambut kepulangan PMI sebanyak 260.000 orang sampai dengan akhir tahun ini. 

Kedatangan PMI yang dalam jumlah besar tersebut berpotensi besar menjadi sumber penyebaran Covid-19 yang baru apabila tidak ditangani dengan baik dengan menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang benar. 

 

3 dari 3 halaman

Tantangan Pekerja Migran Indonesia

Dalam kesempatan yang sama Dr. Salut Muhidin, Dosen Senior Macquarie University, Sydney, Australia mengatakan dampak yang besar akan terjadi kepada PMI dengan pendapatan kecil.

“Pulang karena pemutusan hubungan tanpa pesangon, atau tidak ada kejelasan hubungan kerja pasca pandemi. Jika berhasil melalui masa sulit distress keuangan akan berkurang. Jika situasi terus terpuruk, akan berdampak besar pada keharmonisan dalam rumah tangga. Hubungan antar pasutri dan juga dengan anggota lainnya, termasuk gizi dan pendidikan anak," ujarnya.

Pandemi Covid-19 menempatkan banyak negara ke dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Selain karena jumlah korban yang masih terus menanjak grafiknya, ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, dampak yang ditimbulkan oleh pandemi menyerang berbagai aspek kehidupan. Hal yang paling nyata dari imbas pandemi adalah ratusan juta orang di dunia berisiko jatuh ke garis kemiskinan seiring dengan anjloknya perekonomian. 

Webinar “Tantangan Kependudukan di Tengah Pandemi Covid-19: Pekerja Migran Indonesia Pulang Kampung” hasil kerjasama BKKBN, LIPI dan IPADI diselenggarakan melalui aplikasi Webex dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube dan Facebook BKKBNOfficial pada Kamis, 28 Mei 2020. 

Hadir sebagai pembicara dalam webinar adalah dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), Kepala BKKBN: “Implikasi Pandemi Covid-19 terhadap Bonus Demografi”; Prof. (Riset) Dr. Aswatini, Peneliti LIPI: “Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Risiko Penularan Covid-19”; dan Dr. Salut Muhidin, Dosen Senior Macquarie University, Sydney, Australia: “Antara Pulang Kampung, Keluarga dan Covid-19: Perspektif Pekerja Migran Indonesia”. 

Total peserta yang mendaftar sejumlah 2.372 orang dan peserta yang berhasil masuk ke dalam ruang Webinar aplikasi Webex sebanyak 1.022. Di kanal youtube BKKBN official sebanyak 170 orang, kanal FB BKKBNOfficial sebanyak 360 orang. Maka total peserta yang identifikasi aktif mengikuti webinar ini hingga selesai adalah sebanyak 1.228 orang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini