Sukses

Laode: Banyak Kesalahan Fatal di UU KPK

Menurut Laode, kesalahan ketik tersebut menunjukkan bahwa UU KPK hasil revisi dibuat secara terburu-buru.

 

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan UU KPK hasil revisi karena banyak kesalahan di dalamnya. Kesalahan itu misalnya terkait dalam isi undang-undang yang masih ditemui beberapa kata yang salah ketik atau typo.

"Itulah sebenarnya yang mengakibatkan KPK sangat ragu gitu bagaimana mau menjalankan tugasnya sedangkan dasar hukumnya sendiri banyak sekali kesalahan-kesalahan," tutur Komisioner KPK Laode M Syarif di Gedung ACLC, Kuningan, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Menurut Laode, kesalahan ketik tersebut menunjukkan bahwa UU itu dibuat secara terburu-buru. Terlebih lagi, UU KPK itu juga menutup diri dari adanya koreksi dari pihak luar. Termasuk pihak yang akan dijadikan sebagai objek hukumnya, yakni KPK sendiri.

Lebih jauh, Laode mempertanyakan perbaikan dalam kesalahan ketik itu apakah membutuhkan persetujuan antara parlemen dengan presiden.

"Itu kan bukan sudah berbeda kan bukan parlemen yang dulu apakah parlemen yang sekarang terikat dengan kesalahan yang dibuat sebelumnya sehingga ini semua membuat ketidakjelasan dan kerancuan," ucapnya.

"Banyak sekali kesalahan-kesalahan (di UU KPK)dan kesalahannya itu bukan kesalahan minor ini kesalahan kesalahan fatal," imbuh Laode.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Minta Ditunda

Untuk itu, Laode berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunda berlakunya UU KPK hasil revisi.

Dia menilai, berlakunya undang-undang tersebut akan mengganggu kerja lembaga antikorupsi itu ke dapan.

"Ada lebih 26 kelemahan KPK dan itu tidak sesuai dengan konferensi pers yang dikatakan oleh Pak Presiden bahwa akan memperkuat KPK," kata Laode di Gedung ACLC, Kuningan, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Menurut dia, kelemahan paling krusial dalam UU tersebut ialah mengenai kapasitas pimpinan KPK yang bukan lagi sebagai penyidik. Ditambah lagi, kewenangan sebagai pimpinan tertinggi juga dihilangkan dalam UU KPK hasil revisi tersebut.

  2 dari 3 halaman Juga Terkait Dewan Pengawas  Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)Dia mengatakan, pelemahan KPK oleh UU itu juga tercermin dengan keberadaan Dewan Pengawas KPK. Menurut dia, dewan pengawas ini akan menimbulkan kerancuan dalam hal komando di tubuh KPK.

"Yang utama karena satu bahwa dewan pengawas juga bukan penegak hukum tetapi dia mengotorisasi penggeledahan, penyitaan bahkan penyadapan, itu pasti akan menjadi akan ditentang dipraperadilan akan banyak bagaimana seorang bukan penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum," ujar Laode.

"Nah ini betul-betul akan sangat mempengaruhi kerja-kerja KPK ke depan," ia melanjutkan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.