Sukses

Kasus Bakamla, Erwin Sya'af Arief Didakwa Ikut Suap Eks Anggota DPR Fayakhun Andriadi

Suap itu dimaksudkan agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa mendakwa Managing Director PT Rohde dan Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief telah ikut memberi suap kepada Anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi terkait pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla.

Sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor ini sempat ditunda pekan lalu karena Erwin menjalani perawatan di Rumah Sakit MMC untuk mengobati penyempitan pembuluh darah. 

"Terdakwa Erwin Sya'af Arief, sebagai orang yang turut serta melakukan, yakni bersama-sama dengan Fahmi Darmawansyah dan korporasi PT Merial Esa, telah memberi atau menjanjikan sesuatu, berupa uang dengan jumlah seluruhnya sebesar USD 11.480 dari PT Merial Esa, perusahaan milik Fahmi Darmawansyah kepada Fayakhun Andriadi selaku Anggota Komisi I DPR RI periode 2014-2019," jelas jaksa, Kresno Anto Wibowo, Senin (29/7/2019).

Uang suap tersebut dimaksudkan agar Fayakhun Andriadi mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan 2016. Proyek ini akan dikerjakan PT Merial Esa selaku agen dari PT Rohde and Schwarz Indonesia.

Pada April 2016, Erwin Sya'af Arief menghubungi Fayakhun untuk mengupayakan agar proyek satelit monitoring di Bakamla dapat dianggarkan dalam APBN Perubahan tahun 2016.

Jaksa menyampaikan, pada 29 April 2016, Erwin meneruskan informasi dari Fayakhun bahwa anggota Komisi I DPR memberikan respons positif atas pengajuan tambahan anggaran Bakamla sebesar Rp 3 triliun dalam usulan APBN-P 2016. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dapat Untung

Pada usulan itu, sudah dimasukkan proyek satelit monitoring dan drone. Menurut Fayakhun, dari tambahan anggaran tersebut, nilai proyek satelit monitoring dan drone dicantumkan sebesar Rp 850 miliar.

"Setelah mendapat kepastian dari Fayakhun bahwa proyek tersebut dianggarkan dalam APBN-P tahun 2016, terdakwa selaku perantara mendapatkan keuntungan dengan dilakukan pemesanan (Purchase Order) satelit monitoring produk Rohde & Schwarz pada tanggal 25 Juli 2016 oleh PT Merial Esa kepada PT Rohde & Schwarz Indonesia dengan nilai kontrak sebesar 11.250.000 Euro, padahal harga barang sebenarnya hanyalah 8.000.000 Euro," kata JPU.

"Sehingga terdapat selisih yang nantinya akan dinikmati untuk keuntungan pribadi terdakwa. Terhadap barang tersebut selanjutnya dilakukan pembayaran uang muka (down payment) oleh PT Merial Esa pada tanggal 20 September 2016 sebesar 1.750.000 Euro, padahal yang dibayarkan terdakwa ke Rohde & Schwarz Asia Pasifc hanyalah sebesar 1.600.000 Euro," lanjut dia.

Dari selisih keuntungan itu, Erwin mendapat bagian sebesar 35.000 Euro.

Atas perbuatannya, Erwin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.