Sukses

DPR: UMKM Penerima KUR Butuh Pendampingan dan Pembinaan

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan penerima KUR membutuhkan pembinaan supaya usahanya bisa naik kelas dan berdaya saing.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan masih banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengalami stagnasi. Menurutnya, wirausaha mikro perlu ditopang dengan pembinaan, sehingga usahanya bisa naik kelas dan berdaya saing. Hal ini juga menjadi semangat RUU Kewirausahaan Nasional yang tengah dibahas di DPR.

“Mereka membutuhkan pendampingan bukan hanya pembukuannya, terutama pembinaan dalam segi manajemen,” ungkap Andreas di sela-sela kunjungan kerja Komisi XI ke nasabah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, baru-baru ini.

Ia memaparkan pembinaan menjadi alasan penting dalam meningkatkan daya saing dan terwujudnya usaha yang berkelanjutan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha, Kecil dan Menengah, sekitar 70-80 persen pelaku usaha mikro dan UKM mengalami kegagalan, lantaran tidak adanya pendampingan, baik dari pemasaran hingga kemitraan.

“Perbankan bisa berbuat banyak, karena bisa mempertemukan pelaku usaha dari industri hilir sampai ke hulunya. Misalnya, industri ikan bandeng yang kita tinjau, jadi mulai dari bahan baku sampai kepada pembeli atau offtaker-nya,” papar Andreas.

Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, dalam hal ini perbankan mempunyai peran penting dalam mewujudkan supply chain atau rantai pasok industri dari hulu ke hilir. Sementara itu dari sisi pembiayaan, diharapkan pendampingan bisa dilakukan secara langsung sehingga dana KUR bisa tepat sasaran.

“Kita juga harapkan bunga KUR yang mencapai 7 persen dengan harapan dana KUR bisa tepat sasaran, bukan hanya yang sudah besar saja, terutama KUR mikro itu bisa mewujudkan terciptanya usaha-usaha baru,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Harry Poernomo. Ia mengatakan sektor KUR harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Seperti pelatihan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi untuk menekan biaya produksi.

“Usaha mikro ini tidak hanya butuh dukungan permodalan, tetapi juga teknologi inovasi tata kelola dan dukungan teknis dari bank-bank sebagai kreditur, karena mempunyai akses langsung ke sektor ekonomi riil,” imbuh Harry.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini