Sukses

Korupsi Pengadaan Tanah, Wakil Bupati Pelalawan Segera Diadili

Kejati Riau segera menyeret Wakil Bupati Pelalawan Marwan Ibrahim ke meja hijau terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi Riau segera menyeret Wakil Bupati Pelalawan Marwan Ibrahim ke meja hijau terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan perkantoran Bhakti Praja yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 38 miliar.

Kasipenkum Kejati Riau, Mukhzan megatakan berkas perkara tersangka Marwan telah dilimpahkan jaksa penuntut umum pada Jumat 3 Oktober lalu berdasarkan surat pelimpahan perkara No : B-1478/N.4.23/FT.1/10/2014.

"Pelimpahan perkara ini berkaitan dengan perbuatan tersangka saat menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Palalawan," kata Mukhzan dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/10/2014).

Dalam kasus ini kata Mukhzan, tersangka Marwan tidak sendiri. Dia melakukan korupsi bersama-sama dengan orang lain, yakni Syahrizal Hamid, Al Azmi, Lahmudin, T Alfian Helmi, serta H Rahmad yang masing-masing telah telah diputus pengadilan dalam berkas terpisah.

"Mereka terkait tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dalam kegiatan pengadaan tanah untuk perluasan perkantoran Bhakti Praja, tahun anggaran 2002, 2008, dan 2009," ujar dia.

Dijelaskannya, saat Marwan menjabat Sekda Kabupaten Pelalawan tahun 2002, tersangka menyetujui pembayaran uang sebanyak Rp 500 juta kepada saksi Syahrizal Hamid yang digunakan untuk membeli tanah PT Khatulistiwa untuk perkantoran Pemerintah Kabupaten Pelalawan.

"Tahun 2009, saat kembali menjabat Sekda Kabupaten Pelalawan dan selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah, Marwan tidak melaksanakan tupoksinya untuk perluasan perkantoran Bhakti Praja yang dilaksanakan oleh DPKKD," ungkapnya.

Selain itu, tersangka diduga menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar sesuai bukti kuitansi tertanggal 19 Juni 2008, yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Pelalawan tahun anggaran 2008. Uang sejumlah Rp 1.115.000.000 diberikan tanpa kuitansi yang diterima dari saksi Al. Azmi, atas pengadaan perluasan tanah perkantoran Bakti Praja itu.

"Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 38.087.293.600," kata dia.

Atas perbuatan tersebut, tersangka dijerat Pasal 2 juncto Pasal 3 juncto Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 11 juncto Pasal 12 huruf a dan b juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Tersangka juga telah dijeloskan kepenjara sejak 28 Agustus sampai dengen 16 September 2014, sesuai dengan pertimbangan obyektif dan subyektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP, Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

"Penahanan ini karea dikhawatirkan tersangka melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, mengulangi tindak pidana, dan atau mempersulit persidangan," tandas Mukhzan. (Edo)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.