Sukses

Merasa Tak Puas Vonis Ratu Atut, KPK Isyaratkan Banding

KPK menilai perbuatan Ratu Atut yang menyuap Akil Mochtar telah menciderai demokrasi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan mengajukan atas vonis Ratu Atut. Wanita yang bernama lengkap Ratu Atust Chosiyah ini divonis pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Merasa tak puasa atas vonis itu, KPK mengisyaratkan akan mengajukan ‎banding melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas vonis itu. "Saya kira akan banding dan pantas untuk dibanding," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqaddas di Jakarta, Senin (1/9/2014).

Bekas Ketua Komisi Yudisial (KY) itu mengungkapkan, Atut terbukti melakukan ‎suap Rp 1 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak 2013. Perbuatan itu, kata Busyro, telah menciderai demokrasi di Indonesia.

"Kasus ini telah menodai demokrasi dan MK serta melukai rakyat setempat," kata Busyro.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun kepada Ratu Atut Chosiyah. Tak cuma itu, Majelis juga menjatuhkan denda Rp 200 juta subsider pidana kurungan 5 bulan.

Atut dinyatakan terbukti bersalah secara bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan melakukan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar. Uang itu diberikan terkait pengurusan sengketa ‎Pilkada Kabupaten Lebak 2013.

Atut dinilai terbukti melanggar dakwaan primer, yakni melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa yang menuntut Atut dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta‎ subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Ketua DPP Partai Golkar Bidang Pemberdayaan Perempuan tersebut dengan pidana tambahan, yakni berupa pencabutan hak-hak politiknya untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini