Sukses

Cegah Sampah Makanan Berakhir di TPA Lewat Program Kompos Kolektif

Sampah makanan masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia. Menjadikannya sebagai kompos bisa jadi salah satu solusi

Liputan6.com, Jakarta - Sampah makanan di Indonesia masih jadi pekerjaan rumah bersama. Solusi ditawarkan oleh Bank DBS Indonesia yang menggandeng Kebun Kumara untuk menjalankan Kompos Kolektif.

Program itu bertujuan mengolah kembali sampah makanan menjadi pupuk kompos sehingga tidak berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Kompos Kolektif berlangsung sejak Juni 2022 sebagai bagian dari kampanye Towards Zero Food Waste yang diprakarsai sejak 2020. Kampanye itu untuk membangkitkan kesadaran publik tentang masalah sampah makanan.

Co-founder Kebun Kumara Siti Soraya Cassandra menyatakan pengolahan itu merupakan bagian dari gaya hidup berkelanjutan dan selaras dengan alam. Sampah makanan, kata dia, akan diolah menjadi pupuk kompos menggunakan teknik biokonversi sampah dari Black Soldier Fly (BSF). Larvanya disediakan oleh Magalarva. 

Program terbuka untuk masyarakat umum. Dengan membayar Rp100 ribu per bulan, sampah rumah tangga para pelanggan akan diangkut dari rumah sebanyak empat kali. Mereka juga akan mendapatkan kantong sampah beserta laporannya, hingga media tanam dari kompos hasil olahan sampah makanan yang dikirimkan setiap tiga bulan sekali.

"Pada program Kompos Kolektif, kami mengajak masyarakat untuk dapat memilah sampah organik dan anorganik dimulai dari rumah masing-masing, serta memberikan edukasi bagaimana mengolahnya menjadi kompos. Kami berharap lebih banyak masyarakat yang berkontribusi mengurangi sampah makanan ke TPA," kata Soraya dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com, Jumat, 5 Agustus 2022.

Program akan berlangsung hingga Desember 2022. Head of Group Strategic Marketing & Communications, PT Bank DBS Indonesia Mona Monika menyebut bahwa dengan program itu, mereka menargetkan pada tahun ini bisa mencapai 26 ton food impact. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kerja Bersama

Mona menekankan bahwa penanggulangan sampah makanan di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama dan membutuhkan aksi nyata. Pihaknya sejak 2020 menggelar berbagai kampanye untuk mengedukasi bahaya sampah makanan lewat program Makan Tanpa Sisa. Program itu diklaim berhasil menyelamatkan sekitar 43 ton food impact.

"Kini, kami ingin memperluas jangkauan serta edukasi untuk mengolah sampah makanan menjadi kompos.  Selain itu, bekerja sama dengan wirausaha sosial seperti Kebun Kumara juga merupakan fokus dari pilar keberlanjutan yang sama. Kami juga mengajak karyawan Bank DBS Indonesia berpartisipasi dalam program ini sehingga dapat memperluas dampak positif yang dihasilkan," ia menjelaskan. 

Merujuk data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), sampah makanan menyumbang hingga 41,1 persen dari 28,6 juta ton sampah di Indonesia. Sementara, Kebun Kumara mendapati sampah makanan saat ini menyumbang sebesar 60 persen dari total 7,8 ribu ton sampah yang ada di Jakarta.

Tumpukan sampah makanan yang tidak terkelola dengan baik tersebut akan menghasilkan gas metana. Gas emisi rumah kaca itu 21 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan gas karbondioksida, yang mengancam kesehatan masyarakat serta berdampak buruk pada pemanasan global. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Ganti Prasmanan

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan bahwa sampah makanan juga menjadi ancaman atas ketahanan pangan nasional. Menurut dia, Indonesia membuang sekitar 20--48 juta ton sampah makanan pada 2019.

"Yang merupakan porsi yang sama untuk makanan bagi sekitar 61-121 orang setiap tahun," katanya dalam High Level Seminar: Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com.

"Kita perlu mengatur kembali makanan kita yang hilang dan terbuang," ia mengingatkan.

Salah satu upaya yang direkomendasikannya adalah dengan mengubah ukuran piring. Cara lainnya adalah dengan mengubah makanan prasmanan menjadi menu yang ditentukan. Ia menyebut, langkah kecil ini bisa berdampak cukup besar dalam mendukung upaya menghadirkan ketahanan pangan.

"Saya pikir ini bijaksana akan menyebabkan dampak yang signifikan," ujarnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Penguatan Pertanian

Langkah yang tak kalah penting, kata Airlangga, adalah memperkuat pertanian dalam negeri. Lahan dikelola dengan optimal untuk ditanam bahan pangan lokal, seperti sagu, sorgum, singkong, dan buah-buah lokal.

"Kemudian untuk membangun ketahanan pangan dalam jangka panjang, kita membutuhkan penguatan yang komprehensif dari seluruh produksi pertanian kita dari hulu hingga hilir," kata dia.

Dia menyatakan setiap negara perlu menyediakan dan menyiapkan cadangan pangan minimum yang tidak hanya untuk di dalam negeri, tetapi juga negara lain. Karena itu, Airlangga mengajak negara-negara di dunia perlu mempercepat dan memperkuat kolaborasi global untuk mengatasi tantangan yang ada dalam ketahanan pangan.

"Negara-negara perlu bekerja sama untuk saling menyiapkan cadangan pasokan pangan, sehingga kita dapat bertukar ketika sangat membutuhkan," ujarnya.

Sementara, finalis MasterChef Singapura Ilya Nur Fadhly membagikan tips penting terkait menekan sampah makanan adalah dengan tidak lapar mata. Ia menyebut, tidak membeli makanan berlebihan mampu membangkitkan inovasi dalam menggunakan beragam teknik agar bisa memanfaatkan semua bahan makanan yang ada.

Ia juga berusaha tak menyisakan makanan saat makan di luar bersama keluarga. Ilya memastikan setiap butir nasi atau makanan apapun yang dipesan selalu dihabiskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.