Sukses

Keroyokan Jaga Eksistensi Mangrove di Indonesia Sambil Perangi Perubahan Iklim

Selain sebagai benteng memerangi perubahan iklim, kehadiran mangrove juga bisa mendorong ekonomi masyarakat setempat.

Liputan6.com, Jakarta - Nyaring suara menjaga ekosistem mangrove atau bakau tak bisa hanya dilakukan satu-dua pihak. Aksi "keroyokan" perlu digalakkan mengingat setiap tahunnya lahan mangrove di Indonesia berkurang, walau usaha penanaman terus dilakukan.

Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sri Handayaningsih, mengatakan terdapat empat isu strategis soal upaya konservasi mangrove, yakni degradasi bakau, mitigasi bencana, adaptasi perubahan iklim, dan kesejahteraan masyarakat.

Ia menyambung, hutan mangrove dalam kondisi baik di Indonesia tercatat seluas 2.673.583,14 hektare, sementara yang berada dalam kondisi kritis 637.624,31 hektare. Lima kawasan kritis tertingginya ditempati Riau, Bangka Belitung, Papua, Sumatra Utara, dan Kepulauan Riau.

Kus Prisetiahadi selaku Asisten Deputi Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), pun menyebut empat ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove. Pertama, alih fungsi lahan jadi industri, pemukiman, dan tambak.

Kemudian, adanya pencemaran limbah domestik dan limbah berbahaya lain, disusul penebangan liar dan eksploitasi berlebihan, serta meningkatkan laju abrasi. Berbagai pihak kemudian melancarkan strategi dalam menjaga maupun menyelematkan hutan mangrove.

Budi Wardhana, Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), menyebut, strategi pihaknya adalah memanfaatkan one map mangrove untuk jadi pedoman dasar dalam memahami kriteria kerusakan dan arahan pemulihan. Juga, menetapkan kegiatan penunjang pelestarian.

Kemudian, edukasi pengelolaan dan perlindungan mangrove memanfaatkan rantai kerja sama dengan pemerintah, pihak swasta, akademisi, masyarakat, dan organisasi non-profit. Di samping, tetap mengupayakan sinergi rehabilitasi mangrove.

"Kami juga melakukan pendekatan rehabilitasi mangrove berbasis pembangunan pedesaan melalui Desa Peduli Mangrove (DPM)," katanya dalam virtual media gathering, Kamis (11/2/2021), menambahkan bahwa ide besarnya terdiri dari empat poin.

Pertama, melakukan penyiapan, pendampingan, dan penguatan kelembagaan masyarakat. Lalu, pelaksanaan rehabilitasi mangrove padat karya yang disusul integrasi dengan pembangunan desa. Terakhir, revitalisasi ekonomi mendukung kawasan pedesaan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peran Mangrove dalam Memerangi Perubahan Iklim

Hutan mangrove sendiri punya banyak manfaat, dan salah satunya merupakan benteng melawan perubahan iklim. Kus menjelaskan, langkah konservasi bakau bisa mengurangi 10--31 persen estimasi emisi tahunan dari sektor penggunaan lahan di Indonesia.

Hutan mangrove juga menyimpan karbon 800--1.200 ton karbon per hektare, di mana 80 persen karbon tersimpan di dalam tanah. Pelepasan emisi ke udara pada hutan bakau lebih kecil ketimbang hutan di daratan. Kemudian, pelindung daratan dari naiknya permukaan air laut, angin kencang, dan ombak besar akibat perubahan iklim.

Di samping, Kus menambahkan, ada nilai ekonomi karbon di mangrove. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2018, nilai simpan karbon tercatat sekitar 891 karbon per hektare setara 2,9 gigaton karbon untuk seluruh tumbuhan bakau di Indonesia.

Muhammad Ilman, Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), menambahkan bahwa pohon mangrove juga mengurangi limbah plastik. "Secara alami mangrove menjebak sedimen. Juga, efektif dalam menjebak limbah plastik di perairan dan akhirnya tersimpan dalam sedimen," katanya.

Maka dari itu, pembabatan lahan mangrove akan melepas kembali sampah plastik yang sudah tersimpan.

3 dari 4 halaman

Keterlibatan Masyarakat

Munhamir, pelestari mangrove asal Semarang bercerita bahwa bersama warga Kelurahan Mangunharjo, dirinya telah memulai beberapa upaya pelestarian mangrove. Dimulai dari menggugah kesadaran publik, mereka kemudian menanam mangrove di sekitar bibir pantai.

Pihaknya juga mendorong praktik budi daya ikan ramah lingkungan. Juga, mengaktifkan kembali tambak-tambak lama dengan teknologi semi intensif dan skala rumah tangga secara berkelanjutan. Di samping, memperkuat kapasitas masyarakat dalam melestarikan mangrove.

Kemudian, dilakukannya penguatan ekonomi masyarakat melalui koperasi. Dalam melakukan ragam upaya, Munhamir menyebut, mereka bersinergi dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, pihak swasta, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ia juga mencatat pentingnya mengetahui penyebab kerusakan mangrove.

"Jadi, bukan hanya soal pemilihan bibit (bakau)," katanya menambahkan jika berhasil diidentifikasi restorasi bisa berjalan beriringan. Kerusakan mangrove dan hilangnya berbagai jenis bakau pun disoroti Muhammad Yusuf, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP.

"Makanya harus ada semacam botanical garden. Koleksi mangrove nantinya bisa ditemukan di Brebes (Mega Mangrove Centre) yang merupakan pusat penelitian dan pendidikan mangrove," tuturnya.

Sri juga mencatat kemungkinan munculnya hama sebagai penyebab kerusakan bakau. "Ini (hama) cenderung tidak terekam, padahal justru memengaruhi kerusakan mangrove," imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.