Sukses

Fenomena Tren Lepas Hijab, Bagaimana Perspektif Islam?

Anak pesohor tanah air buka hijab. Jangan buru-buru buka hijab, ini alasan yang harus dipertimbangkan.

Liputan6.com, Jakarta - Baru baru ini, anak pesohor tanah air yang juga tokoh politik memutuskan untuk lepas hijab. Perempuan ini jadi sorotan lantaran keputusannya yang menuai pro dan kontra di kalangan warganet.

Perempuan ini sedang kuliah di Newcastle University, Inggris ini mengumumkan akan buka hijab.

Dalam unggahan di Instagram centang birunya, wanita ini menyebut keputusannya tak lagi memakai hijab adalah hasil pertimbangan dan diskusi yang sangat panjang dengan keluarganya.

Tren buka hijab merupakan fenomena yang semakin diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir di kalangan masyarakat muslim, terutama di dunia maya dan media sosial.

Ada berbagai alasan yang mendasari keputusan seseorang untuk membuka hijab, termasuk perubahan pandangan terhadap identitas, kebebasan berekspresi, dan penyesuaian terhadap budaya atau lingkungan yang lebih liberal.

Fenomena ini juga bisa dipengaruhi oleh tekanan sosial, pengaruh budaya populer, dan pertimbangan pribadi yang kompleks.

Bagi sebagian perempuan, memutuskan untuk membuka hijab mungkin merupakan bagian dari proses pencarian identitas diri yang lebih personal dan otonom. Mereka mungkin merasa bahwa hijab tidak lagi mencerminkan nilai-nilai atau identitas mereka, dan mereka ingin mengekspresikan diri dengan cara yang lebih bebas dan individual.

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Banyak Wanita Cantik Umbar Kecantikannya

 

Mengutip voa-Islam.com, semakin banyak wanita cantik yang mengumbar kecantikannya, semakin membuat perempuan yang lain haus akan pengakuan yang serupa.

Tren riasan rambut, tren riasan wajah, tren model baju yang terus bertambah dan berganti membuat para perempuan menjadi semakin penasaran. Belum lagi ditambah dengan para selebritas yang mengenakannya dan membuat semua hal itu semakin menggemparkan.

Itu masih dari segi penampilan. Ada lagi yang alasannya karena merasa belum siap untuk menjadi baik secara sempurna. Belum siap untuk tidak ikut tren joget di TikTok misalnya. Apalagi zaman sekarang ada yang namanya “dance cover K-Pop” yang mana hal ini juga memiliki pengaruh. Ketika seseorang menari di depan umum entah itu di sosial media atau secara langsung, jika mereka masih mengenakan kerudung, maka tentu saja akan menjadi pembicaraan khalayak.

Walaupun banyak juga yang tetap melakukan tarian tersebut dengan tetap memakai kerudung namun tetap saja, pandangan orang-orang terhadap yang berkerudung dengan yang tidak berkerudung berbeda. Yang berkerudung cenderung akan mendapatkan tekanan dan kritikan yang lebih banyak. Mereka jadi merasa tidak nyaman karena tidak bebas. Akhirnya mereka menyerah dengan kerudung mereka.

3 dari 4 halaman

Seharusnya yang Paling Utama Takut Allah SWT

Padahal, dibandingkan itu semua, seharusnya perintah Allah dan ketakutan kita terhadap Allahlah yang paling utama.

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR. Al-Ahzab: 59).

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat ayat 56).

Media sosial memiliki peran paling penting di fenomena ini. Orang-orang biasanya cenderung lebih banyak berekspresi ketika mereka bermain media sosial. Ekspresi-ekspresi inilah yang secara tidak langsung membuat kita berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di mata orang lain bahkan sampai ada yang memalsukannya demi sebuah pengakuan.

Media sosial bukanlah kehidupan nyata. Seperti contoh, ada orang yang membangun pribadinya bak orang yang kaya dengan memamerkan barang-barang jenama di sosial media, padahal sebenarnya, barang-barang jenama yang dia kenakan adalah barang-barang pinjaman dari temannya. Tidak sedikit pula yang mengenakan barang palsu. Namun siapa peduli, jika ribuan pujian bisa diraih.

Siapa pun bisa memiliki rasa iri melihat tipuan itu. Lalu, rasa iri yang timbul ini akan merambah ke rasa rendah diri. Rasa rendah ini pula akan menimbulkan rasa cemas. Lalu, rasa cemas ini akan memutuskan tindakannya, seperti melakukan segala cara agar mendapatkan reaksi yang serupa. Itulah mengapa kasus kejahatan seperti korupsi, mencuri, menjadi simpanan, prostitusi, marak di berbagai negara. Karena terlalu banyak hajat duniawi demi eksistensi yang perlu dipenuhi namun kemampuan finansial masih jauh dari kata mampu.

4 dari 4 halaman

Hidup Kok Berdasarkan Tren

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepadaNya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran ayat 102).

Mengikuti apa-apa yang sedang tren itu boleh-boleh saja. Asal tahu batasannya, jangan sampai dijadikan sebagai acuan hidup.

Allah membimbing kita lewat Al-Qur’an dan Sunnah. Jika mau mengikuti tren, maka perhatikan Al-Qur’an dan Sunnah-nya dulu. Sesuai, tidak? Melanggar, tidak? Karena bagaimana pun, kita adalah manusia yang memiliki rasa ingin diakui dan mempertahankan diri. Di dalam Islam disebut dengan “Gharizah Baqa’”.

Jika ingin berpakaian seperti yang sedang tren, lebih baik dipertimbangkan dulu. Apakah benar-benar perlu?

Seperti yang dijelaskan oleh surat Adz-Dzariyat sebelumnya bahwa kita diciptakan oleh Allah semata-mata hanya untuk beribadah kepadanya, maka dedikasihkan hidup kita sebagaimana semestinya. Wallahua’lam

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.