Sukses

Teks Khutbah Jumat Pemilu 2024: Hukum Praktik Politik Uang dalam Islam

Praktik politik uang atau dikenal money politic masih menjadi masalah serius dalam pemilu Indonesia. Cara seperti ini dapat merusak demokrasi dan integritas pemilu.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2024 tidak lama lagi akan bergulir. Berdasarkan jadwal, pesta demokrasi lima tahunan itu akan berlangsung pada 14 Februari 2024.

Jika menilik beberapa pengalaman pemilu sebelumnya, praktik politik uang masih banyak terjadi. Tidak menutup kemungkinan praktik pemberian uang atau materi untuk memengaruhi suara pemilih ini terjadi pada Pemilu 2024.

Praktik politik uang atau dikenal money politic masih menjadi masalah serius dalam pemilu Indonesia. Cara seperti ini dapat merusak demokrasi dan integritas pemilu.

Oleh karenanya, redaksi mengangkat teks khutbah Jumat tentang hukum praktik politik uang dalam Islam. Materi khutbah Jumat ini dapat digunakan khatib untuk disampaikan kepada muslim secara luas.

Naskah khutbah Jumat ini dinukil dari NU Online yang disusun oleh Zainuddin Lubis, pegiat kajian keislaman. Semoga bermanfaat.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ عَظِيْمِ الْعَطَاءِ، اَلْوَاهِبِ الْمُتَفَضِّـلِ عَلَى عِبَادِهِ بِنِعْمَةِ الأَبْنَاءِ، سُبْحَانَهُ أَمَرَ بِتَرْبِيَتِهِمْ وَرِعَايَتِهِمْ كَيْ يَكُوْنُوا أَتقِيَاءَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا. أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Dalam sebuah hasil penelitian disebutkan bahwa praktik politik uang telah menjadi hal yang umum dalam pemilihan umum di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun lokal. Secara sederhana, definisi politik uang atau yang sering disebut money politic adalah praktik pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihannya dalam pemilu.

Perlu kita sadari bahwa praktik ini dapat merusak demokrasi karena dapat menghilangkan pilihan bebas pemilih dan mendorong penyalahgunaan kekuasaan. Lebih jauh lagi, praktik ini juga mendorong prilaku korupsi karena adanya biaya politik yang tinggi. Pasalnya, calon peserta pemilu atau pilkada harus mengeluarkan biaya puluhan hingga ratusan milyar untuk memenangkan pemilihan. Biaya ini dapat digunakan untuk membayar tim kampanye, iklan, dan menyogok pemilih untuk meraup suara pemilih.

Untuk menutupi biaya politik yang tinggi, calon peserta pemilu atau pilkada yang melakukan politik uang akan cenderung untuk melakukan korupsi setelah terpilih. Logika sederhananya, seorang yang menggelontorkan modal di awal yang besar, pasti ingin modal kembali. Dengan gaji yang sedikit, maka solusinya adalah dengan korupsi. Korupsi dapat dilakukan dengan cara menyalahgunakan jabatan atau kewenangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Sejatinya, di Indonesia, larangan politik uang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 523 ayat 1,2, dan 3 dan juga pada Pasal 515 dalam UU Pemilu tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Sementara itu dalam Islam, praktik politik uang hukumnya adalah haram. Hal ini karena praktik tersebut termasuk dalam kategori risywah, yaitu pemberian sesuatu kepada seseorang dengan tujuan agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam Al-Baqarah [2] ayat 188, Allah berfirman terkait larangan memakan harta dengan cara yang haram.

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Hadirin Jamaah Jumat yang mulia

Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan salah satu yang terlarang, dan sering dilakukan dalam masyarakat, adalah menyuap atau menyogok. Penyogok menurunkan keinginannya kepada yang berwewenang memutuskan sesuatu, tetapi secara sembunyi-sembunyi dan dengan tujuan mengambil sesuatu secara tidak sah.

Allah melarang praktik menyogok ini, karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran. Tindakan suap dapat menyebabkan orang yang berwenang mengambil keputusan yang tidak adil dan tidak jujur, karena mereka telah dipengaruhi oleh suap yang diterimanya. Hal ini dapat merugikan pihak lain yang seharusnya mendapatkan haknya.

Begitupun dalam hadits, Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah telah melaknat penyuap dan penerima suap. Laknat adalah kutukan dari Allah swt, yang berarti pelakunya akan mendapatkan siksa dan murka dari Allah swt.

عن عبد الله بن عمرو قال لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

Artinya; "Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap." [HR Tirmidzi dan Abu Dawud]

Lebih jauh, dalam hadits tersebut, Rasulullah saw tidak hanya melaknat penyuap dan penerima suap, tetapi juga melaknat orang yang menjadi perantara antara keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa suap menyuap adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah swt dan Rasul-Nya.

 

 
3 dari 4 halaman

Lanjutan Khutbah I

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2000 mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa segala bentuk suap, termasuk politik uang hukumnya adalah haram. Dalam fatwa yang dikeluarkan pada tanggal 28 Juli 2000, MUI merinci bahwa politik uang termasuk dalam kategori risywah, yaitu pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan atau tindakannya. Risywah hukumnya adalah haram, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadits.

Dalam fatwa tersebut, MUI juga mengimbau kepada semua pihak untuk bersama-sama memerangi praktik suap dan politik uang demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pun MUI menghimbau semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktik hal-hal tersebut.

Oleh karena itu, umat Islam harus menghindari praktik politik uang. Baik pemberi maupun penerima uang politik sama-sama berdosa. Sejatinya, dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan praktik politik uang dapat dihilangkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya, agar iklim demokrasi Indonesia kian sehat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

4 dari 4 halaman

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.