Sukses

Distorsi Kognitif Artinya Apa? Ini Jenis, Penyebab, dan Cara Mengatasi

Distorsi kognitif artinya sering kali terjadi akibat perasaan negatif.

Liputan6.com, Jakarta - Distorsi kognitif artinya menurut pandangan psikologi adalah kesalahan dalam proses berpikir yang dapat menyebabkan pola pikir yang tidak rasional. Melansir dari Binus University, distorsi kognitif adalah gejala psikologis yang dapat membuat seseorang meyakini hal-hal negatif mengenai diri sendiri dan lingkungannya.

Hal ini sering dipicu oleh perasaan negatif seperti depresi dan rasa cemas, yang menghambat kemampuan individu untuk berpikir secara rasional.

Penyebab distorsi kognitif adalah meliputi perasaan negatif, depresi, dan rasa cemas yang membuat seseorang sulit untuk berpikir secara rasional, dikutip dari Binus University. Faktor-faktor psikologis ini dapat memicu pola pikir yang terdistorsi dan mengarah pada persepsi yang tidak akurat terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Meskipun distorsi kognitif artinya sering kali terjadi akibat perasaan negatif, namun menurut The British Journal of Medical Psychology, pola pikir yang terdistorsi tidak selalu merupakan hasil dari disfungsi otak. Manusia cenderung berpikir secara adaptif menggunakan insting daripada logika, yang dapat menyebabkan distorsi kognitif.

Oleh karena itu, untuk mengatasi distorsi kognitif, diperlukan kesadaran diri yang tinggi, pengelolaan emosi yang sehat, serta pendekatan kognitif perilaku yang terbukti efektif.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang distorsi kognitif, jenis-jenis distorsi kognitif, penyebab dan cara mencegah distorsi kognitif, Minggu (14/4/2024).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Distorsi Kognitif Artinya Kesalahan Proses Berpikir

Distorsi kognitif artinya merupakan fenomena psikologis yang menandai adanya kesalahan dalam proses berpikir. Menurut Binus University, distorsi kognitif adalah pola pikir yang tidak proporsional dan irasional, yang dapat memicu gangguan psikologis tertentu. Ini mencakup keyakinan negatif terhadap diri sendiri, dunia sekitar, orang lain, serta lingkungan, meskipun kebenarannya belum tentu terbukti.

Sebagaimana dilansir dari Binus University, jika pola pikir ini terus-menerus dipertahankan, ada kemungkinan individu akan cenderung melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih negatif daripada kenyataannya.

Melansir dari Pijar Psikologi, distorsi kognitif adalah kesalahan dalam logika berpikir dan kecenderungan berpikir yang berlebihan serta tidak rasional. Kesalahan semacam ini, bila tidak disadari dan diatasi, bisa menjadi kebiasaan yang memengaruhi kondisi emosi dan perilaku seseorang. Distorsi kognitif artinya dapat merujuk pada berbagai macam pola pikir yang menyimpang dari kenyataan objektif, seperti generalisasi berlebihan, pemikiran hitam-putih, atau pengabaian informasi positif.

Orang dengan pola pikir distorsi kognitif artinya cenderung mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, atau rendahnya harga diri. Mereka rentan terhadap persepsi yang tidak akurat terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Distorsi kognitif bisa menjadi 'filter' mental yang menyaring informasi secara tidak proporsional, sehingga membuat individu sulit melihat situasi dengan objektif dan realistis.

Jika distorsi kognitif terjadi secara terus-menerus, dapat memengaruhi kehidupan seseorang secara signifikan. Individu tersebut mungkin merasa terjebak dalam siklus negatif di mana mereka cenderung melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang penuh ketidakpercayaan dan pesimisme. Hal ini bisa mengganggu hubungan sosial, kinerja di tempat kerja, dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, penting bagi individu yang mengalami distorsi kognitif untuk mencari bantuan profesional seperti konseling atau terapi untuk membantu mereka mengatasi pola pikir yang tidak sehat tersebut.

3 dari 5 halaman

Jenis-Jenis Distorsi Kognitif

Melansir dari Pijar Psikologi, ini jenis jenis distorsi kognitif yang dimaksudkan:

1. Overgeneralisasi (Overgeneralizing)

Distorsi kognitif ini terjadi saat seseorang terlalu menggeneralisasi satu pengalaman buruk menjadi norma untuk seluruh situasi serupa di masa depan. Sebagai contoh, jika seseorang mengalami kegagalan dalam hubungan romantis, ia mungkin akan menggeneralisasi bahwa semua orang dalam hubungan romantis adalah jahat, tanpa mempertimbangkan bahwa setiap individu dan hubungannya memiliki dinamika yang berbeda.

2. Loncatan ke Simpulan (Jumping to Conclusions)

Jenis distorsi kognitif ini terjadi ketika seseorang membuat kesimpulan tanpa memiliki bukti yang cukup atau memadai. Contohnya, sebelum menghadapi sebuah ujian, seseorang mungkin akan langsung berasumsi bahwa ia akan gagal tanpa mempertimbangkan bahwa masih ada waktu untuk belajar dan persiapan yang lebih baik.

3. Membaca Pikiran (Mind Reading)

Distorsi ini terjadi ketika seseorang mencoba untuk memprediksi apa yang dipikirkan orang lain tanpa memiliki bukti yang cukup. Sebagai contoh, jika seseorang bertemu dengan seorang teman yang tidak menyapa, ia mungkin akan langsung berasumsi bahwa temannya tersebut sombong atau tidak mau berteman lagi, tanpa mempertimbangkan kemungkinan lain yang mungkin terjadi.

4. Filter Mental (Mental Filter)

Distorsi kognitif jenis ini dapat diibaratkan seperti memakai kacamata hitam yang hanya memperjelas hal-hal negatif di sekitar kita sementara mengaburkan aspek positifnya. Contohnya, saat seseorang memiliki kesulitan dalam pelajaran Matematika, ia mungkin akan mulai merasa bahwa seluruh sekolah adalah hal yang menyebalkan, tanpa mempertimbangkan segala hal positif yang juga ada di lingkungan sekolah. Ini sebagaimana disampaikan oleh Pijar Psikologi, di mana individu cenderung terfokus pada aspek negatif dan mengabaikan yang positif.

5. Black and White Thinking

Jenis distorsi kognitif ini melibatkan pemikiran ekstrem, di mana segala hal hanya dilihat dalam dua kutub, baik atau buruk, tanpa ada area abu-abu di antaranya. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan kesalahan dalam sebuah ujian, ia mungkin akan langsung merasa bahwa ia adalah seorang yang gagal secara keseluruhan, tanpa memperhitungkan kemungkinan bahwa kesalahan tersebut hanyalah bagian kecil dari pengalaman belajarnya.

6. Pemberian Cap atau Label (Labelling)

Mirip dengan black and white thinking, distorsi kognitif ini membuat individu cenderung memberikan label atau cap pada diri sendiri atau orang lain berdasarkan satu tindakan atau sifat tertentu. Sebagai contoh, jika seseorang menerima kritik dari atasan di tempat kerja, ia mungkin langsung mencap dirinya sebagai orang yang bodoh dan tidak kompeten secara keseluruhan, tanpa mempertimbangkan bahwa kritik tersebut hanya terkait dengan satu aspek pekerjaannya.

 

 

 

4 dari 5 halaman

7. Pemikiran

Jenis distorsi ini membuat individu terjebak dalam suatu idealisme yang tidak realistis, di mana mereka menganggap bahwa hal-hal tertentu harus terjadi sesuai dengan keinginan mereka. Sebagai contoh, jika seseorang berpikir bahwa semua orang harus mengerti perasaannya, hal ini bisa menyebabkan kekecewaan dan frustrasi ketika harapan tersebut tidak terpenuhi.

8. Personalisasi (Personalizing)

Distorsi ini terjadi saat seseorang merasa bertanggung jawab secara personal atas sesuatu yang mungkin tidak sepenuhnya menjadi kesalahannya. Sebagai contoh, jika tim olahraga yang seseorang dukung kalah dalam pertandingan, individu tersebut mungkin akan menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kekalahan, tanpa mempertimbangkan faktor lain yang juga berkontribusi.

9. Penalaran Emosional (Emotional Reasoning)

Jenis distorsi ini terjadi ketika seseorang membuat keputusan atau penilaian berdasarkan pada emosi mereka tanpa mempertimbangkan fakta-fakta atau bukti yang ada. Sebagai contoh, jika seseorang merasa tidak mampu menghadapi suatu situasi, ia mungkin akan berasumsi bahwa ia memang tidak akan bisa melakukannya tanpa mencoba atau mempertimbangkan kemungkinan lain.

10. Pembesaran atau Pengecilan (Magnification atau Minimization)

Distorsi ini terjadi saat seseorang memperbesar hal-hal negatif atau memperkecil hal-hal positif dalam hidup mereka. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan kesalahan kecil, mereka mungkin akan memperbesar dampak negatifnya dan mengabaikan semua hal positif yang telah mereka capai.

11. Standar Ganda (Double Standard)

Jenis distorsi ini terjadi ketika seseorang memiliki standar yang berbeda untuk diri sendiri dan orang lain. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan kesalahan yang sama dengan yang dilakukan orang lain, mereka mungkin akan menilai kesalahan mereka lebih berat daripada kesalahan orang lain, atau sebaliknya.

5 dari 5 halaman

Penyebab Distorsi Kognitif

  1. Pengalaman Hidup dan Trauma: Pengalaman traumatis atau peristiwa-peristiwa negatif dalam hidup seseorang dapat menjadi pemicu distorsi kognitif. Misalnya, pengalaman kegagalan dalam hubungan atau pekerjaan bisa membuat seseorang cenderung menggeneralisasi bahwa semua hubungan atau pekerjaan akan berakhir buruk.
  2. Polanya Berpikir yang Tidak Sehat: Beberapa individu memiliki kecenderungan alami untuk berpikir secara negatif atau pesimis, yang bisa memperkuat distorsi kognitif. Pola berpikir ini mungkin berkembang seiring waktu akibat lingkungan atau pengalaman hidup tertentu.
  3. Kecenderungan Genetik: Ada bukti bahwa faktor genetik juga dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami distorsi kognitif. Jika memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental atau pola pikir negatif, seseorang mungkin lebih rentan terhadap distorsi kognitif.

Cara Mencegah Distorsi Kognitif

  1. Kesadaran Diri (Self-awareness): Langkah pertama dalam mencegah distorsi kognitif adalah dengan meningkatkan kesadaran diri terhadap pola pikir dan persepsi yang tidak sehat. Ini bisa dilakukan melalui refleksi diri, meditasi, atau konseling psikologis.
  2. Pendekatan Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioral Approach): Terapi kognitif perilaku (CBT) adalah metode yang efektif untuk mengatasi dan mencegah distorsi kognitif. Dalam CBT, individu belajar mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif mereka menjadi yang lebih realistis dan sehat.
  3. Mengelola Stres dan Emosi: Keseimbangan emosi dan stres yang sehat dapat membantu mencegah terjadinya distorsi kognitif. Berbagai teknik manajemen stres seperti olahraga, meditasi, dan relaksasi dapat membantu individu untuk tetap tenang dan rasional dalam menghadapi tantangan hidup.
  4. Kebiasaan Positif: Membangun kebiasaan positif dalam kehidupan sehari-hari, seperti praktik rasa syukur, penghargaan terhadap prestasi kecil, dan memperhatikan aspek positif dari situasi, dapat membantu melawan kecenderungan distorsi kognitif.
  5. Pencarian Bantuan Profesional: Jika individu merasa kesulitan untuk mengatasi distorsi kognitif secara mandiri, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater. Mereka dapat memberikan dukungan, bimbingan, dan strategi yang tepat untuk mengelola dan mengatasi distorsi kognitif secara efektif.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.