Sukses

Tuna Grahita Adalah Disabilitas Intelektual, Ketahui Penyebabnya

Tuna grahita adalah individu yang mengalami keterbelakangan mental atau cacat intelektual.

Liputan6.com, Jakarta Tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut individu, yang mengalami keterbelakangan mental atau disabilitas intelektual. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelainan genetik atau masalah selama kehamilan dan persalinan. Tuna grahita juga dapat terjadi karena gangguan perkembangan pada masa kanak-kanak.

Individu yang mengalami tuna grahita menjadi kesulitan dalam belajar, berbicara, berkomunikasi, dan berinteraksi sosial. Mereka mungkin juga memiliki keterampilan motorik yang terbatas dan masalah kesehatan lainnya, seperti epilepsi atau gangguan tidur. Tuna grahita adalah kondisi di mana individu memiliki keterbatasan dalam beberapa aspek kehidupan, namun mereka juga memiliki potensi dan hak yang sama dengan orang lain. 

Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting bagi individu dengan tuna grahita. Sekolah khusus atau program pendidikan khusus dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Selain pendidikan, tuna grahita adalah individu yang perlu dukungan dari lembaga dan organisasi layanan kesehatan, rehabilitasi, dan pendidikan khusus.

Dukungan dari keluarga dan teman juga sangat penting, untuk membantu mereka mengembangkan kemampuan dan memperoleh kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk hidup mandiri. Berikut ini penyebab tuna grahita yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (10/5/2023). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penyebab

1. Kelainan genetik

Kelainan genetik merupakan salah satu faktor penyebab tuna grahita yang paling umum. Beberapa kondisi yang disebabkan oleh kelainan genetik termasuk sindrom Down, sindrom Klinefelter, dan fragmen kromosom X. Kelainan genetik dapat memengaruhi perkembangan otak, dan kemampuan intelektual seseorang, sehingga bisa terjadi pada keluarga yang sama.

2. Gangguan metabolisme

Gangguan metabolisme, seperti fenilketonuria (PKU), dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi yang belum lahir atau pada anak-anak yang tidak diobati. PKU adalah suatu kondisi, di mana tubuh tidak dapat memproses asam amino fenilalanin yang ditemukan dalam makanan. Jika tidak diobati, fenilalanin dapat menyebabkan kerusakan otak dan keterbelakangan mental.

3. Infeksi

Infeksi selama masa kehamilan dapat menyebabkan keterbelakangan mental pada bayi yang belum lahir. Misalnya, rubella dan toksoplasmosis yang menjadi penyebab kerusakan pada otak janin dan menyebabkan keterbelakangan mental. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi dan anak-anak yang belum lahir atau yang baru lahir.

4. Cidera otak

Cidera otak yang disebabkan oleh kecelakaan atau trauma kepala, dapat menyebabkan keterbelakangan mental. Cedera otak dapat terjadi pada anak-anak atau orang dewasa, dan kerusakan otak yang disebabkan oleh cedera dapat mempengaruhi kemampuan intelektual dan perilaku.

5. Gangguan perkembangan

Gangguan perkembangan, seperti autisme, asperger, dan gangguan hiperaktif dan perhatian (ADHD), dapat menyebabkan keterbelakangan mental pada anak-anak. Kondisi ini biasanya memengaruhi perkembangan otak dan kemampuan intelektual seseorang, dan seringkali memerlukan intervensi pendidikan dan terapi untuk membantu anak mengembangkan kemampuan mereka.

6. Paparan zat toksik

Paparan zat-zat toksik,  seperti timbal, merkuri, dan arsenik, bisa memicu kerusakan pada otak dan menyebabkan keterbelakangan mental. Paparan zat-zat ini dapat terjadi melalui lingkungan, seperti air dan udara yang tercemar, atau melalui paparan pada tempat kerja.

7. Faktor lingkungan dan sosial

Faktor lingkungan dan sosial juga dapat berperan dalam terjadinya tuna grahita. Misalnya, bayi yang dilahirkan prematur atau dengan berat badan rendah, lebih rentan terhadap keterbelakangan mental. Lingkungan yang kurang stimulatif, seperti kurangnya rangsangan visual, sosial, dan emosional, dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan intelektual seseorang. Selain itu, faktor sosial seperti kurangnya dukungan keluarga, ketidakstabilan keluarga, dan pengabaian atau kekerasan pada anak, juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan intelektual seseorang.

3 dari 4 halaman

Gejala

Keterbatasan kemampuan intelektual

Keterbatasan dalam kemampuan intelektual adalah gejala utama pada tuna grahita. Orang dengan keterbelakangan mental, memiliki kesulitan dalam belajar dan memahami konsep abstrak, seperti matematika, ilmu pengetahuan, dan bahasa. Mereka mungkin juga memiliki keterbatasan dalam kemampuan memori jangka pendek, pemecahan masalah, dan pemikiran kritis. Tingkat keparahan keterbelakangan mental dapat bervariasi dari tingkat ringan hingga berat, tergantung pada IQ (Intelligence Quotient) seseorang. IQ adalah pengukuran yang digunakan untuk menilai kemampuan intelektual seseorang. Jika IQ seseorang kurang dari 70, maka dia dapat didiagnosis dengan keterbelakangan mental.

Keterbatasan kemampuan sosial

Orang dengan tuna grahita sering mengalami kesulitan dalam kemampuan sosial. Mereka mungkin memiliki kesulitan dalam berkomunikasi, memahami bahasa tubuh, dan berinteraksi dengan orang lain. Keterbatasan ini seringkali membuat mereka kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, membangun persahabatan, dan beradaptasi dengan lingkungan sosial.

Keterbatasan kemampuan merawat diri

Orang dengan tuna grahita juga sering mengalami kesulitan dalam kemampuan merawat diri. Mereka mungkin memiliki kesulitan dalam mandi, memakai baju, dan merapikan tempat tidur. Keterbatasan ini seringkali membuat mereka membutuhkan bantuan dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari seperti makan, minum, dan mandi.

Keterbatasan kemampuan motorik

Orang dengan tuna grahita sering mengalami keterbatasan dalam kemampuan motorik, seperti kesulitan dalam berjalan, menyeimbangkan diri, dan mengkoordinasikan gerakan. Mereka mungkin juga cenderung memiliki gangguan pada kemampuan motorik halus, seperti menulis atau menggambar.

Perilaku yang repetitif

Perilaku yang repetitif dan terus-menerus, adalah salah satu gejala yang umum pada tuna grahita. Orang dengan tuna grahita seringkali mengulang kata-kata atau gerakan secara berulang-ulang. Mereka mungkin juga memiliki minat atau obsesi yang sangat kuat terhadap suatu hal tertentu.

Kesulitan dalam belajar dan mengikuti instruksi

Orang dengan tuna grahita seringkali mengalami kesulitan dalam belajar, dan mengikuti instruksi yang diberikan. Mereka mungkin kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan secara lisan atau tertulis, dan seringkali membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses informasi tersebut. Mereka juga seringkali kesulitan dalam mengikuti aturan dan peraturan, dan membutuhkan bantuan dan pengawasan yang lebih intensif.

 

4 dari 4 halaman

Penanganan

Memahami kebutuhan khusus anak tuna grahita

Anak tuna grahita adalah individu yang memiliki kebutuhan khusus dalam belajar dan berkembang. Orang tua dan pengasuh perlu memahami kebutuhan mereka dalam memperoleh pendidikan, dukungan sosial, dan perawatan kesehatan. Hal ini dapat membantu orang tua dan pengasuh menyesuaikan strategi dan metode yang tepat, dalam membantu anak tuna grahita untuk mencapai potensi mereka.

Mencari dukungan dari komunitas

Mencari dukungan dari komunitas, seperti bergabung dengan kelompok dukungan atau organisasi nirlaba yang bekerja dengan anak tuna grahita, dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan bagi anak tuna grahita dan keluarga mereka. Komunitas juga dapat memberikan sumber daya dan informasi yang berguna tentang pendidikan, terapi, dan dukungan kesehatan mental.

Menggunakan metode pengajaran yang inovatif

Metode pengajaran yang inovatif dapat membantu anak tuna grahita belajar dengan lebih efektif. Salah satu metode yang efektif adalah gamifikasi, yaitu mengajarkan konsep-konsep melalui permainan atau aktivitas yang menyenangkan. Metode pengajaran visual dan auditif juga dapat membantu anak tuna grahita untuk memahami dan mengingat konsep dengan lebih baik.

Membangun hubungan emosional yang positif

Membangun hubungan emosional yang positif dengan anak tuna grahita, dapat membantu mereka merasa lebih aman dan terlibat dalam lingkungan sosial. Orang tua dan pengasuh perlu memberikan perhatian cukup, dan memberikan dukungan emosional yang positif, seperti memuji mereka ketika melakukan sesuatu yang baik atau memahami ketika mereka kesulitan.

Mengembangkan keterampilan sosial

Membantu anak tuna grahita mengembangkan keterampilan sosial, seperti berbicara dan berinteraksi dengan orang lain, dapat membantu mereka menjadi lebih mandiri dan terlibat dalam lingkungan sosial. Orang tua dan pengasuh dapat membantu anak tuna grahita, untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan mendorong mereka untuk mempraktikkan keterampilan sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.