Sukses

Tuna Rungu adalah Tidak Dapat Mendengar, Kenali Jenis dan Penyebabnya

Tuna rungu adalah istilah yang merujuk pada orang yang tidak dapat mendengar.

Liputan6.com, Jakarta Tuna rungu adalah istilah yang kerap juga dikenal dengan sebutan tuli. Tuna rungu merupakan kondisi seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan indra pendengaran, sehingga tidak mampu menangkap rangsangan bunyi, suara, atau rangsangan lainnya.

Tuna rungu adalah istilah yang merujuk pada orang yang tidak dapat mendengar. Seseorang dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu atau kurang mampu dalam mendengar suara.

Secara medis, tuna rungu atau ketunarunguan artinya kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan non fungsi dari sebagian atau seluruh alat pendengaran.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (16/1/2023) tentang tuna rungu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengertian Tuna Rungu

Tuna rungu adalah istilah yang berasal dari kata tuna dan rungu, di mana tuna artinya adalah kurang, sedangkan rungu artinya yaitu pendengaran. Tuna rungu adalah istilah yang kerap juga disebut dengan kata lainnya yang berkaitan dengan kelanan pendengaran, seperti tuli, cacat dengar, kurang dengar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tuna rungu adalah tidak dapat mendengar. Tuna rungu adalah istilah yang juga dikenal dengan sebutan tuli. Sementara itu, Tuli dengan huruf besar artinya adalah tidak bisa mendengar dan menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

Seseorang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu atau kurang mampu mendengar suara. Melansir SLB Lentera Hari, tuna rungu adalah suatu kondisi atau keadaan dari seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan indera pendengaran sehingga tidak mampu menangkap rangsangan berupa bunyi, suara, atau rangsangan lain melalui pendengaran.

Sementara itu, secara medis tunarungu atau ketunarunguan artinya kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan non fungsi dari sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran.

Secara pedagogi, tunarungu atau ketunarunguan adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus.

Akibat dari terhambatnya perkembangan pendengaran membuat seorang tunarungu juga terhambat kemampuan bicara dan bahasanya. Hal ini menyebabkan tunarungu akan mengalami kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya mengalami kesulitan untuk memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain, karena tidak dapat mengerti bahasa secara lisan atau oral.

3 dari 4 halaman

Jenis Tuna Rungu

Jenis tunarungu dapat dikelompokkan berdasarkan seberapa jauh seseorang bisa memanfaatkan sisa pendengarannya tanpa bantuan alat bantu mendengar. Menurut Melinda (2013), jenis tuna rungu adalah sebagai berikut:

- Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara. 

- Tuli (Deaf), yaitu seseorang yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama untuk mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai pelengkap pada penglihatan dan perabaan. 

- Tuli total (Totally Deaf), yaitu seseorang yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimak atau mempersepsi dan mengembangkan bicara.

Sementara itu, menurut Winarsi (2007), tunarungu bisa dibagi berdasarkan tiga kriteria, yaitu saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa. Jenis tuna rungu adalah sebagai berikut:

Berdasarkan sifat terjadinya 

- Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi. 

- Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.

Berdasarkan tempat kerusakan 

- Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga, disebut Tuli Konduktif. 

- Kerusakan pada telinga bagian dalam, sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris.

Berdasarkan taraf penguasaan bahasa 

- Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah seseorang yang menjadi tuli sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih, dan sebagainya, namun belum membentuk sistem lambang. 

- Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah seseorang yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami sistem lambang yang berlaku di lingkungan.

4 dari 4 halaman

Penyebab Tuna Rungu

Penyebab tunarungu dapat terjadi sebelum lahir, ketika lahir, dan sesudah lahir. Penyebab tunarungu dapat dikenali berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Penyebab tuna rungu adalah sebagai berikut:

Faktor Internal 

- Keturunan dari salah satu kedua orang tua mengalami tunarungu. Meskipun sudah menjadi pendapat umum bahwa keturunan merupakan penyebab dari tunarungu, namun belum ada kepastian berapa persen ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor keturunan. 

- Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella). Penelitian melaporkan 199 anak-anak yang ibunya terkena Virus Rubella selagi mengandung selama masa tahun 1964 sampai 1965, 50% dari anak-anak tersebut mengalami kelainan pendengaran.

- Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah Toxaminia, hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada plasenta yang memengaruhi pertumbuhan janin. Jika hal tersebut menyerang syaraf atau alat-alat pendengaran, maka anak tersebut akan terlahir dalam keadaan tunarungu.

Faktor Eksternal 

- Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Penyakit-penyakit yang ditularkan kepada anak yang dilahirkan ibunya dapat menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf pendengaran. 

- Meningitis atau radang selaput otak. Dari hasil penelitian para ahli ketunarunguan yang disebabkan karena meningitis yang dilakukkan oleh Vermon (1968) sebanyak 8,1%, Ries (1973) melaporkan 4,9%, sedangkan Trybus (1985) memberikan keterangan sebanyak 7,33%. 

- Otitis media (radang pada bagian telinga tengah) adalah radang pada bagian telinga tengah, sehingga menimbulkan nanah, dan nanah tersebut mengampil dan mengganggu hantaran bunyi.

- Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.